Sayang ... hehehe ... 
Saya menulis di sini bukan mau mengumbar aib, bukan pula mengumbar kemesraan. Ini hanya sebuah, bisa dibilang unek-unek yang menyesakkan sejak kemarin, tepatnya malam minggu kemarin. 
Mau nangis malu, nggak nangis nyesek. Sampai rasanya mau nyerah aja jadi istri. Sulit banget cuma mau dapet ridho suami ya? 

Air mataku nggak penting, yang penting kamu ... semua tentang kamu, sayang.

Sayang, aku nggak terlahir sempurna yang apa-apa bisa. Aku hanya wanita biasa yang ada lelahnya, ada suntuknya, ada bosannya, sakit hatinya dan semua sifat manusia wajar lainnya. 

Hatiku juga tak terbuat dari batu, hatiku sama seperti manusia lain, sama seperti kaummu, dari segumpal darah yang mudah tergores dan terluka... 

Jika suatu saat kau lihat aku lebih banyak rebahan dan malasnya mohon di mengerti, wanita mempunyai siklus pada jenuh di waktu-waktu tertentu. Sama aku juga, apalagi aku tipe wanita yang suka jalan-jalan dan belanja, suka jajan dan bergosip ria. Bukan karena pekerjaan yang membuat lelah, tapi perasaan. Kalau kau tak tahu betapa kaum kami sangat peka terhadap rasa. 

Sayang, mungkin saat ini bukan waktunya kamu ngerti pengorbananku. Karena logikamu pasti menyanggah bahwa kau lebih banyak tanggung jawabnya daripada seorang istri. Mungkin kau melupakan tentang awal kehamilanku, proses persalinanku, proses menyusui dan mengurus bayi. Kau mungkin lupa karena saking lamanya, tapi jika kau ingin tahu semua itu membekas dalam jiwaku. 

Sayang, mungkin saat ini belum saatnya kau tahu betapa gilanya aku, mengatur waktu untuk tetap bekerja, mengurus anak, mengurus suami, mengurus rumah ditambah mencari tambahan agar bisa membeli baju baru untuk anak. Lalu satu persatu terabai begitu saja, seperti yang sudah kubilang, hati wanita juga lemah. Ada kalanya lelah. Dan kau selalu memandangku tak pernah berbuat apa-apa. Padahal kau juga  tahu, sebagian dari gajiku, dari hasil kerjaku kau juga memakainya. Tapi apa? Kau tak mengakui? Tak mengingat? Ah, kau benar sayang, untuk keluarha memang harus ikhlas bukan?

Sayang, aku ... tak menuntut banyak kok. Hanya mengertilah dan jangan umpati aku dengan kata-kata binatang, itu ... menyakitkan. Sungguh! Setiap pagi jika kesiangan bangun padahal alarm nyaring terdengar dan aku tetap yang salah. Kau tahu? Jika alarm berbunyi bukan hanya aku saja yang mendengar, anakmu juga. Kau tak bangun tapi anak kita menangis. 

Sayang, pernah sekali terbesit untuk sudah saja karena sepertinya yang menerima hanya aku di sini. Kau tak pernah menerima keluargaku padahal kau tahu aku anak satu-satunya. 

Sayang, penah aku bercerita bahwa aku butuh teman yang mendukung. Yang menguatkanku. Menjadi anak tunggal dan perempuan itu nggak mudah. Ditambah sepertinya orang tuaku lebih suka mengumbar aib anaknya daripada menutupnya. Aku butuh sandaran saat semua orang memandangku buruk, setidaknya satu orang saja memandangku baik. Tapi lagi-lagi aku gagal, ternyata aku bahkan tak elok dianggap baik. 

Sayang, aku tak bercerita bukannya tak mau ... tapi tak bisa. Aku tahu kau mudah tersinggung. Biar aku saja yang sakit, biar hatiku saja yang hancur terkikis, kau tetap kokoh. Karena pada akhinya aku merasa berdosa juga jika membuatmu makin terbebani nantinya. Aku sudah menjadi beban bukan? 

Sayang, kukira kau merasa beruntung aku ikut bekerja. Bisa sedikit menutup hutang-hutang dan mencari sedikit tambahan meskipun dari meminjam. Sekali lagi aku salah. Sepertinya aku tak butuh apa-apa karena mungkin uang darimu lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan kita, perasaanmu saja atau aku yang bodoh mengatur keuangan, bahkan belum ada seminggu sudah habis untuk beli mika dan oleh-oleh ke orang tuamu saja. Lagi-lagi aku yang bodoh. Sangat bodoh. 

Sayang, terima kasih sudah menjadikan aku istrimu. Istri yang sarat akan kekurangan, terima kasih untuk caci maki dan kata kasarnya, karena bagiku semuajuga karena aku mencintaimu apa adanya kamu....