ISU AKSI 25 NOVEMBER, MUHAMMADYAH AKUI PEMERINTAHAN YANG SAH
Pimpinan Pusat Muhammadyah mengajak seluruh masyarakat tak mudah terpengaruh dan terprovokasi dengan berhembusnya isu bakal adanya demonstrasi 25 November 2016 yang akan dimanfaatkan sebagai ajang menggulingkan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Kabar demo dengan agenda makar itu sempat berhembus seiring menghangatnya kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
“Sepanjang sejarah, Muhammadyah punya prinsip selalu mengakui dan menghomati pemerintahan yang sah,” ujar Ketua Umum Muhammadyah Haedar Nashir di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadyah di Yogyakarta Rabu 16 November 2016.
Justru Muhammadyah meminta masyarakat berhenti saling mengembangkan asumsi, prediksi, dan spekulasi-spekulasi terutama dengan hal yang sifatnya politis terkait kasus Ahok ini.
“Kalau ada langkah pemerintah yang keliru pun, Muhammadyah akan mengedepankan usaha dakwah Amar Amar ma'ruf nahi munkar,” ujar Nashir.
Nashir juga meminta pada seluruh warga khususnya umat Islam yang sejak awal mendesak agar proses hukum pada kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok ini mulai fokus pada pengawasalan proses hukum selanjutnya.
“Karena desakan itu sudah ada hasilnya (penetapan tersangka), sebaiknya mari fokus proses hukum ini diteruskan ke pengadilan,” ujar Nashir.
Muhammadiyah menilai langkah-langkah lain di luar proses pengadilan seperti menggelar demo susulan terhadap Ahok- sudah tak relevan dan diperlukan lagi.
Nashir menegaskan, Muhammadyah tak ingin masyarakat menjadi terpecah belah gara-gara menyikapi kasus dugaan penistaan agama yang dituduhkan pada Ahok tersebut.
“Apalagi sampai terjebak pada area yang penuh spekulasi, baik sosial dan politik yang membuat bangsa ini makin kehilangan kesempatan. Energy, dan waktu untuk melakukan hal produktif,” ujar Nashir.
Muhammadyah menegaskan, proses hukum telah menjadi tempat paling ideal untuk mempertemukan dan menyelsaikan segala silang pendapat yang berkembang di masyarakat atas munculnya suatu kasus.
“Kalau proses hukum sudah jadi tempat bertemu, jangan ada lagi langkah lain apalagi berbuat anarkis, memecah belah atau menimbulkan masalah baru,” ujarnya.
Sumber