- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
SUAMIKU KEKASIH SAHABATKU


TS
yenikakoesrini
SUAMIKU KEKASIH SAHABATKU
Hari masih pagi, ketika seorang gadis dengan perawakan kecil bernama Safia tengah sibuk memilih barang belanjaan di sebuah Swalayan. Merasa ponsel pintar di saku celananya bergetar, gadis itu membuka gawainya dan membuka pesan yang masuk.
[ Datanglah ke taman sekarang juga!]
[ Aku tak punya waktu lama]
Begitu membaca isi pesan yang berasal dari kekasih hati, Safia bergegas menyelesaikan belanjaannya. Segera gadis mungil itu berjalan menuju ke meja kasir untuk membayar semua belanjaan.
Sudah dua bulan ini, Vino kekasihnya menghindar. Namun, sekarang ingin segera bertemu, ini membuat Safia tergesa-gesa berjalan.
Sebenarnya ada apa Vino? Safia membatin sambil terus berjalan menuju tempat motornya di parkir.
'Brughhh'
Safia menabrak seseorang karena jalannya yang tergesa, membuat barang belanjaan di tangan berjatuhan.
"Maaf," ucap Safia kepada pemuda yang tertabrak olehnya. Pemuda jangkung berkulit eksotis itu hanya tersenyum miring, entah marah atau tidak karena belanjaan di tangannya juga ikut jatuh berserakan. Safia tak peduli, gadis berambut hitam sepinggang itu segera memunguti barangnya yang tercecer di lantai.
"Permisi," pamit Safia kepada pemuda yang wajahnya mirip Mario Maumer itu. Dia pergi meninggalkan sosok jangkung yang masih memunguti barang belanjaannya.
Dengan kecepatan yang lumayan tinggi, Safia memacu sepeda motor matic warna hitamnya ke arah taman yang dimaksud Vino. Taman yang selalu mereka datangi kala berkencan, entah hanya untuk nongkrong atau berjoging bersama.
Setelah memarkir motor kesayangan, Safia bergegas menuju tempat di mana Vino menunggu. Gadis itu mendekati pemuda yang sedang duduk di bangku taman dengan pandangan yang menerawang.
"Vin ...." Panggilan Safia menyadarkan Vino dari lamunannya. Cowok berhidung bangir itu tersenyum.
"Fia ... maaf kalau selama ini telah membuatmu bingung dan bertanya-tanya."
"Ya ... tiba-tiba saja kau menghindar, ada apa?"
"Aku rasa sudah saatnya kita mengakhiri semua," ucap Vino terasa berat. Safia mengernyitkan dahi tak paham maksud ucapan belahan jiwanya itu.
"Aku sudah berusaha berbuat baik di depan Ibumu, tapi tak pernah dianggap." Vino memegang tangan Safia, mengeluarkan sebuah kertas undangan dari saku kemejanya.
"Setelah berpikir matang, aku memilih untuk meninggalkanmu. Carilah pengganti, seorang yang tepat di mata ibumu!" Mulut Safia menganga mendengar penuturan Vino, matanya mulai berkaca-kaca.
"Minggu depan aku akan menikahi Gea," terang Vino sambil menyodorkan sepucuk undangan untuk Safia.
"A a apa ini?" tanya Safia, suaranya bergetar menahan air mata yang mulai menetes.
" Maaf Fia ... maafkan aku. Aku lelah meminta restu dari ibumu," jawab Vino lirih, Safia menggeleng-gelengkan kepalanya. Hatinya begitu sakit.
" Tiga tahun kita bersama, dan kau akan pergi begitu saja? ja ... hat kamu, Vin," maki Safia membuat Vino menghela napas dengan berat, berusaha membendung air mata yang siap membanjiri pipinya.
" Maaf aku sudah berusaha, tapi selalu salah di mata ibumu. Sedang Gea ... dia adalah pilihan orang tuaku, jadi biarkan diriku menjadi anak yang berbakti, Fia." Vino menghapus tetesan air mata yang mulai menetes. Dengan langkah yang gontai, pemuda berdada bidang itu pergi meninggalkan Safia yang masih terisak sedih.
" Vino ...," teriak Safia. Namun, separuh nafasnya itu, tetap melangkah pergi tak menghiraukan. Safia menangis meratapi nasibnya.
Setelah puas menumpahkan seluruh air mata, Safia melangkah pergi meninggalkan taman. Dia melupakan motor yang dibawa tadi, dengan air mata yang masih menetes gadis itu berjalan pulang. Sesekali tangannya mengusap bulir bening di pipi tirus itu. Safia berhenti di sebuah jembatan yang menuju ke arah rumahnya. Tubuhnya terasa lelah, dia berjongkok menyembunyikan wajah yang penuh air mata pada kedua lututnya. Kembali dia terisak sedih, dengan bahu yang terguncang.
" Apakah kau baik-baik saja?" tanya seorang pemuda yang menyembul dari pintu mobil SUV berwarna putih. Safia menoleh ke arah suara itu, ternyata milik suara pemuda yang ditabraknya di Swalayan tadi. Gadis itu mengangguk lalu kembali menyembunyikan wajahnya.
" Sepertinya kau sedang ada masalah, emm kau tidak ingin terjun ke bawah sana kan?" Kembali pemuda bermata teduh itu bertanya. Safia menghapus air matanya, kemudian berdiri tegak.
" Tidak. Saya baik-baik saja kok," jawab Safia.
" Syukurlah ... tapi aku lihat kamu kacau sekali, menangis tersedu-sedu tanpa malu di jembatan yang ramai ini." Safia hanya menunduk mendengar penuturan cowok itu.
" Aku akan mengantarkanmu pulang."
" Tidak usah!" tolak Safia.
"Aku takut kau menerjunkan diri ke sungai itu atau menabrakkan tubuhmu ke mobil yang lalu lalang."
BERSAMBUNG
[ Datanglah ke taman sekarang juga!]
[ Aku tak punya waktu lama]
Begitu membaca isi pesan yang berasal dari kekasih hati, Safia bergegas menyelesaikan belanjaannya. Segera gadis mungil itu berjalan menuju ke meja kasir untuk membayar semua belanjaan.
Sudah dua bulan ini, Vino kekasihnya menghindar. Namun, sekarang ingin segera bertemu, ini membuat Safia tergesa-gesa berjalan.
Sebenarnya ada apa Vino? Safia membatin sambil terus berjalan menuju tempat motornya di parkir.
'Brughhh'
Safia menabrak seseorang karena jalannya yang tergesa, membuat barang belanjaan di tangan berjatuhan.
"Maaf," ucap Safia kepada pemuda yang tertabrak olehnya. Pemuda jangkung berkulit eksotis itu hanya tersenyum miring, entah marah atau tidak karena belanjaan di tangannya juga ikut jatuh berserakan. Safia tak peduli, gadis berambut hitam sepinggang itu segera memunguti barangnya yang tercecer di lantai.
"Permisi," pamit Safia kepada pemuda yang wajahnya mirip Mario Maumer itu. Dia pergi meninggalkan sosok jangkung yang masih memunguti barang belanjaannya.
Dengan kecepatan yang lumayan tinggi, Safia memacu sepeda motor matic warna hitamnya ke arah taman yang dimaksud Vino. Taman yang selalu mereka datangi kala berkencan, entah hanya untuk nongkrong atau berjoging bersama.
Setelah memarkir motor kesayangan, Safia bergegas menuju tempat di mana Vino menunggu. Gadis itu mendekati pemuda yang sedang duduk di bangku taman dengan pandangan yang menerawang.
"Vin ...." Panggilan Safia menyadarkan Vino dari lamunannya. Cowok berhidung bangir itu tersenyum.
"Fia ... maaf kalau selama ini telah membuatmu bingung dan bertanya-tanya."
"Ya ... tiba-tiba saja kau menghindar, ada apa?"
"Aku rasa sudah saatnya kita mengakhiri semua," ucap Vino terasa berat. Safia mengernyitkan dahi tak paham maksud ucapan belahan jiwanya itu.
"Aku sudah berusaha berbuat baik di depan Ibumu, tapi tak pernah dianggap." Vino memegang tangan Safia, mengeluarkan sebuah kertas undangan dari saku kemejanya.
"Setelah berpikir matang, aku memilih untuk meninggalkanmu. Carilah pengganti, seorang yang tepat di mata ibumu!" Mulut Safia menganga mendengar penuturan Vino, matanya mulai berkaca-kaca.
"Minggu depan aku akan menikahi Gea," terang Vino sambil menyodorkan sepucuk undangan untuk Safia.
"A a apa ini?" tanya Safia, suaranya bergetar menahan air mata yang mulai menetes.
" Maaf Fia ... maafkan aku. Aku lelah meminta restu dari ibumu," jawab Vino lirih, Safia menggeleng-gelengkan kepalanya. Hatinya begitu sakit.
" Tiga tahun kita bersama, dan kau akan pergi begitu saja? ja ... hat kamu, Vin," maki Safia membuat Vino menghela napas dengan berat, berusaha membendung air mata yang siap membanjiri pipinya.
" Maaf aku sudah berusaha, tapi selalu salah di mata ibumu. Sedang Gea ... dia adalah pilihan orang tuaku, jadi biarkan diriku menjadi anak yang berbakti, Fia." Vino menghapus tetesan air mata yang mulai menetes. Dengan langkah yang gontai, pemuda berdada bidang itu pergi meninggalkan Safia yang masih terisak sedih.
" Vino ...," teriak Safia. Namun, separuh nafasnya itu, tetap melangkah pergi tak menghiraukan. Safia menangis meratapi nasibnya.
Setelah puas menumpahkan seluruh air mata, Safia melangkah pergi meninggalkan taman. Dia melupakan motor yang dibawa tadi, dengan air mata yang masih menetes gadis itu berjalan pulang. Sesekali tangannya mengusap bulir bening di pipi tirus itu. Safia berhenti di sebuah jembatan yang menuju ke arah rumahnya. Tubuhnya terasa lelah, dia berjongkok menyembunyikan wajah yang penuh air mata pada kedua lututnya. Kembali dia terisak sedih, dengan bahu yang terguncang.
" Apakah kau baik-baik saja?" tanya seorang pemuda yang menyembul dari pintu mobil SUV berwarna putih. Safia menoleh ke arah suara itu, ternyata milik suara pemuda yang ditabraknya di Swalayan tadi. Gadis itu mengangguk lalu kembali menyembunyikan wajahnya.
" Sepertinya kau sedang ada masalah, emm kau tidak ingin terjun ke bawah sana kan?" Kembali pemuda bermata teduh itu bertanya. Safia menghapus air matanya, kemudian berdiri tegak.
" Tidak. Saya baik-baik saja kok," jawab Safia.
" Syukurlah ... tapi aku lihat kamu kacau sekali, menangis tersedu-sedu tanpa malu di jembatan yang ramai ini." Safia hanya menunduk mendengar penuturan cowok itu.
" Aku akan mengantarkanmu pulang."
" Tidak usah!" tolak Safia.
"Aku takut kau menerjunkan diri ke sungai itu atau menabrakkan tubuhmu ke mobil yang lalu lalang."
BERSAMBUNG
Diubah oleh yenikakoesrini 31-10-2020 05:37






tien212700 dan 4 lainnya memberi reputasi
5
1.6K
6


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan