Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
KAMI Bukan Buruh, Tapi Tentara Gatot
Spoiler for Gatot dan KAMI:


Spoiler for Video:


Demonstrasi menolak Omnibus Law telah dilakukan buruh dan mahasiswa semenjak pengesahan Undang-Undang tersebut pada 5 Oktober lalu. Idealnya aksi yang dilakukan buruh dan mahasiswa adalah aksi secara damai yang hanya inginkan Omnibus Law Cipta Kerja dibatalkan. Namun kenyataannya tiap aksi dilakukan, ada saja massa penyusup yang mengubah makna demonstrasi damai menjadi anarkis. Unik, sebab kericuhan yang dilakukan oleh mereka yang rata-rata masih berusia sekolah itu itu tak hanya terjadi di satu tempat, tapi di seluruh Indonesia.

Mengapa hal itu dapat terjadi? Pepatah lama mengatakan tak ada asap jika tak ada api. Usut punya usut, ternyata aksi kericuhan bermula dari aksi solidaritas yang tersebar lewat pesan berantai ke masing-masing WhatsApp Group (WAG) siswa. Isinya diduga untuk membuat skenario serupa demonstrasi tahun 98 silam. Lantas siapakah yang berperan sebagai otak dalam menyebarkan hasutan itu?

Titik terang dalang aksi ricuh mulai terlihat saat penangkapan petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Medan, Khairi Amri. Ia mengaku benar adanya ajakan untuk membuat skenario demo menjadi seperti kerusuhan tahun 98 di dalam WAG ‘KAMI Medan’.

Setelah hal itu terungkap, maka 7 orang lainnya petinggi KAMI yang tersebar di Medan dan Jabodetabek pun turut ditangkap. Mereka diduga memiliki peran dalam ujaran kebencian untuk menciptakan ricuh seperti skenario 98. Di antaranya pimpinan KAMI Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat.

Penangkapan Syahganda, Jumhur, beserta enam tokoh KAMI lainnya membuat Ketua Umum Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule bergerak cepat. Ia datang bersama Adam Wahab mendatangi Kepolisian pada 13 Oktober 2020 untuk menemui Syahganda dan Jumhur. Mereka sempat berbincang beberapa waktu. Iwan menyebut, kondisi kedua aktivis senior itu sehat dan tekun menjalani pemeriksaan penyidik.

Menurut Iwan, sudah sepatutnya Gatot Nurmantyo memberikan pendampingan hukum dan advokasi yang seius. “Apalagi beberapa waktu belakangan ini, kedua aktivis itu berperan besar melambungkan kembali nama Gatot Nurmantyo,” ujarnya.

Adam Wahab yang akrab dikenal dengan Don Adam pun melontarkan hal serupa. Adam mengajak Gatot melihat langsung keadaan Syahganda dan Jumhur.

Sebelumnya di hari yang sama, Iwan Sumule melalui akun Twitter pribadinya telah lebih dulu mempertanyakan Gatot yang dinilai ‘menghilang’ saat petinggi KAMI ditangkap. Iwan lantas mengingatkan bahwa Gatot sendiri pernah berjanji bahwa jika orang-orang KAMI berurusan dengan hukum, maka mantan Panglima TNI itu yang akan bertanggungjawab. Sebaliknya, jika memang Gatot tak mau bertanggung jawab, maka pihaknya sendiri yang akan mengadvokasi Syahganda Nainggolan dan aktivis laiinya. Sebab Syahganda adalah aktivis/senator ProDEM.





Sumber : Fajar[Iwan Sumule: Jika Gatot Tak Mau Tanggung Jawab, ProDEM akan Ambil Alih]

Aneh, bukankah hal seperti ini seharusnya dapat disampaikan langsung secara pribadi tanpa bercuit di Twitter? Secara logika, Iwan tentu telah berkomunikasi secara pribadi sebelumnya dengan Gatot perihal penangkapan Syahganda. Namun agaknya Gatot tak ingin bergerak. Itulah mengapa Iwan membuat pernyataan di media sosial agar dapat dilihat publik sekaligus mendorong Gatot bertindak.

Sikap Iwan dan ditahannya aktivis KAMI direspon Gatot pada 14 Oktober 2020, dengan cara menyampaikan pesan secara berantai melalui WA.

Dalam pesan itu, Gatot menjelaskan bahwa dia beserta semua deklarator dan petinggi KAMI telah memikirikan risiko pembentukan organisasi. "Jadi, kami sudah menghitung segala risiko, sampai risiko yang terberat. Kami sudah siap lahir batin, maka tidak perlu diributkan apalagi dikasihani. Justru ada berkah dan kami mengucap syukur Alhamdulillah," ucap Gatot.

Gatot meyakini jika kondisi mereka yang ditahan tidak sedang terpuruk, malah senyum ceria.

Sumber : Viva [Elite KAMI Ditahan, Gatot Nurmantyo: Mereka Pejuang, Bukan Karbitan]

Tapi, tentunya bukan itu yang dimaksud oleh Iwan Sumule. Iwan ingin Gatot dengan cepat tanggap membuat tindakan yang menyebabkan nama KAMI terseret ke dalam lumpur. Gatot sebagai pucuk pimpinan KAMI harus mengklarifikasi mengapa sampai ada kerusuhan yang disinyalir melibatkan anggotanya serta harus konsisten bertanggung jawab melindungi jajarannya yang bersinggungan dengan hukum.

Gatot Nurmantyo bersama Din Syamsuddin lantas bermanuver dengan mendatangi Kepolisian sebelum aparat membeberkan detail kasus terkait aktivis KAMI. Pada mulanya Gatot Cs ingin menyampaikan petisi agar aparat membebaskan atau menangguhkan penahanan para aktivis KAMI yang ditangkap.

Namun manuver yang terburu-buru itu dapat dengan mudah dipatahkan. Bahkan keinginan Gatot untuk menjenguk aktivis KAMI yang ditangkap tak dapat dilakukan. Sebab, meski jadwal itu merupakan jadwal untuk menjenguk, namun saat itu tengah dilakukan pemeriksaan terhadap aktivis KAMI.

Sumber: Detik [Ini Isi Petisi yang Urung Disampaikan Gatot Nurmantyo dkk ke Kapolri]

Sangat berbeda dengan Iwan Sumule yang dapat menemui Syahganda Cs tanpa harus ada drama yang berarti. Perbedaan ini kemungkinan terjadi karena Gatot lebih mendahulukan pencitraan lewat pernyataan pesan perjuangan serta petisi yang dihadiri berbagai media. Sementara Iwan langsung saja mendatangi aktivis KAMI yang ditangkap.

Di sinilah kelemahan Gatot dan Din Syamsuddin dalam mengelola KAMI. Bukannya mengklarifikasi kerusuhan yang diduga disebabkan oleh jajarannya, Gatot pun gagal melobi penangguhan penahanan bagi aktivis KAMI yang tertangkap. Gatot sebagai Komandan KAMI lebih mendahulukan pencitraan ketimbang strategi dan taktik yang lihai dalam berpolitik.

Jika Gatot dan Din Syamsuddin lebih mengutamakan pencitraan, tentu mereka tidak akan fokus memperjuangkan kepentingan buruh dalam menolak Omnibus Law Cipta Kerja. Apalagi Gatot telah mengakui bahwa sebenarnya Omnibus Law memiliki tujuan mulia, hanya proses pembuatannya yang misterius. Hal ini akan memberi efek yang tidak baik di aksi besar-besaran buruh dan mahasiswa pada 20 Oktober 2020 mendatang. Bahkan lebih baik ProDEM dan faksi buruh tidak mengikutsertakan KAMI dalam aksi 20 Oktober nanti, karena Komandan KAMI lebih mendahulukan pencitraan ketimbang tujuan dari aksi menolak Omnibus Law Cipta Kerja.
Diubah oleh NegaraTerbaru 19-10-2020 02:08
Jonantaraa
dramercadazz
twiratmoko
twiratmoko dan 3 lainnya memberi reputasi
0
1K
11
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan