Sebetulnya sudah lama saya ingin menulis tentang judul di atas, yakni sejak awal publik dihebohkan dengan sikap politik bang Fahri Hamzah yang kira-kira setahun lalu ataupun ketika masih menjabat sebagai wakil ketua DPR dikenal garang mengkritik pemerintahan presiden Jokowi dan sekarang tiba-tiba mendukung anak presiden dalam pilkada mendatang serta menampik "dinasti politik" yang banyak digaungkan masyarakat.
Dan juga ketika bang Sandi Uno tiba-tiba muncul dengan berita menjadi tim sukses mantu Jokowi, padahal setahun lalu ia adalah lawan dalam pertarungan pilpres 2019 kemarin.
Dalam waktu setahun aja, perubahan sikap politik mereka begitu kerasa berbeda. Sebenarnya tidak masalah, mau tiba-tiba gini, mau tiba-tiba dipihak sebelah, mau tiba-tiba dukung itu, selama kesemuanya memang bertujuan untuk kemashlahatan bangsa lewat jalan yang berbeda-beda, tetapi tetap saja seolah membekas ketika dalam ingatan sikap mereka setahun lalu begitu kontras dengan yang sekarang..
Siapa mereka-mereka itu?
Quote:
1.Prabowo Subianto
Yang pertama saya mau mulai dari Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto. Setelah beliau gagal dalam pilpres kemarin, saya pikirnya beliau mantep akan menjadi oposisi, berjuang dari luar istana untuk mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap keliru. Eh ternyata pada oktober 2019 lalu, presiden Jokowi mengumumkan mantan rivalnya merapat ke kabinetnya dengan kursi menteri pertahanan.
Sampai disini saya agak sedikit terperangah, soalnya sewaktu pilpres kemarin, pak Jokowi kerap menyerang pak Prabowo dengan isu serta narasi pelanggaran HAM, eh malah disodori kursi Menhan.
Sementara Rocky Gerung menanggapinya dengan “..tetapi sebenarnya saya mau dia di luar koalisi karena saya tau dia punya kemampuan untuk mengekspresikan sesuatu”.
Baik dalam dan luar istana, kinerja maupun pikiran tetap harus tercurah untuk bangsa yaa pakkk
Quote:
2.Fahri Hamzah
Sewaktu menjabat sebagi wakil ketua DPR, Fahri Hamzah dikenal garang mengkritik berbagai kebijakan pemerintahan Jokowi, seperti.. ·awal 2018 memberikan ‘kartu merah’ sebagi kiritinya terhadap pemerintahan Jokowi-JK yang dinilainya sudah kehilangan arah. ·Mengkritik kata “bilateral” yang digunakan Jokowi dalam pertemuannya dengan Presiden FIFA,November 2019 lalu. Menurutnya, “poinnya bukan soal bilateralnya, tetapi bahwa presiden itu tidak boleh salah” ·Menganggap wakil presiden Ma’ruf Amin sebagai simbolik saja, ·Presiden Jokowi sempat ramai dengan rencana pemindahan ibukota, namun Fahri Hamzah mengatakan rencana pemindahan ibukota tak masuk akal (dengan berbagai pertimbangan yang disebutkannya) ·Mengkritik program Prakerja
Intinya bang Fahri dahulu seperti air dan minyak dengan pemerintah, seakan tidak bisa bersatu, lewat berbagai kritik tajamnya secara lisan maupun tulisan-tulisannya dalam bebagai media sosialnya, tetapi ketika nama Gibran Rakabuming Raka cukup ramai diperbincangkan karena maju di pilkada Solo, Fahri Hamzah justru mendukung serta menampik “dinasti politik” yang dilekatkan netizen ke putra Jokowi tersebut.
Tak ayal sikap Fahri tesebut banjir nyinyiran oleh Netizen. Ketika ia ditanya oleh Karni Ilyas “dulu anda diagung-agungkan netizen, tetapi sekarang anda mendapat kritikan. Pertanyaannya, ini anda yang berubah atau netizen yang berubah?” Fahri menjawab ”Iya semua orang bisa berubah, tak ada yang pasti kecuali perubahan itu sendiri.
Saking banyaknya netizen yang kecewa dengan sikap wakil ketua partai Gelora ini, meme wajahnya bersorban di dekatkan dengan sosok Ali Mochtar Ngabalin.
Quote:
3.Sandiaga Uno
Setahun lalu tatkala gagal memenangkan pilpres bersama Prabowo Subianto, Sandiaga Uno kembali bergabung bersama Gerindra pada Oktober tahun lalu dan di dapuk menjadi Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra (Wakawanbin).
Partai Gerindra mendapat sorotan tajam ketika keputusannya mendukung keluarga Jokowi pada Pilkada serentak Desember mendatang, padahal diketahui sebelumnya Gerindra tegaskan beroposisi (Oktober 2019), seperti kata ketua DPP Gerindra, Ahmad Eiza Patria “..kami siap diluar sebagai partai penyeimbang check and balance”.
Kini mantan Rival Jokowi itu menjadi pendukung sekaligus juru kampanye anak mantu Presiden.
Kecaman dan nyinyiran bertubi-tubi diarahkan padanya, bahkan sampai wakil ketua majelis Mudzakarah, Novel Bamukmin melabeli Sandi dengan kata “penghianat”, waduh keras amattt, seperti katanya “waduh sudah gak mungkinlah saya mendukung pengkhianat seperti Sandi..”
Quote:
4.Ali Mochtar Ngabalin
Siapa yang gak kenal Ngabalin? Pembela-pembelaannya terhadap pemerintahan sudah sangat lekat kepadanya.
2014 silam ia dikenal sebagai pendukung Cawapres Prabowo-Hatta, menyerang Jokowi dengan kata “capres kurus kerempeng”, “tidak bisa menepati janji kampanye di Jayapura”, ia pula pernah ikut aksi 411 (demo kasus Al-Maidah yang dilontarkan Ahok) serta menyampaikan orasinya kepada presiden Jokowi kala itu. konrtroversi yang pernah dilakukan Ngabalin sewaktu mendukung Prabowo ngecapres adalah ia “mendesak” Allah untuk memenangkan Jokowi.
Namun semua sikap kerasnya ke Jokowi akhirnya luluh dan berbalik arah tatkala ia di dapuk menjadi tenaga ahli di KSP, ia menjadi lantang membea rezim Jokowi, dan bahkan sempat berkata ”saya harus menyampaikan tidak ada kezaliman yang dilakukan pemerintah ini, tidak ada kebohongan, tidak ada kemunafikan, tidak ada tipu-menipu, tapi kenapa diftnah? (5/18).
Wah kontras banget ya dengan sebelumnya hehe..
"Mereka yang Dulu, Bukanlah Mereka yang Sekarang ", ini bukan soal tampangnya yang tiba-tiba berubah, hehe bukan, melainkan sikap politiknya yang tiba-tiba tidak sejurus dengan semula
Nah itulah sedikitnya 4 menurut saya pribadi. Waktu yang membuat perubahan itu ada, tetapi dimanapun tempat dan koalisi yang dipilih, sekiranya tujuan untuk berbuat baik kepada bangsa dan masyarakat harus tetap nomor wahid..
Spoiler for sumber:
Thread: Pikiran TS dan beberapa artikel tambahan: 1,2,3,4
gambar : Google