- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Kisah Horor: Mess Trainer


TS
re.dear
Kisah Horor: Mess Trainer
Kisah horor: Mess Trainer
Spoiler for WARNING:
Cerita ini 80% Fiksi, 10% dapet nanya orang, 9% mengarang bebas, 1% kenyataan. Silahkan diambil apa yang bisa diambil.
Quote:
Akhir 2017 lalu kontrak kerjaku habis & pihak manajemen enggan untuk memperpanjangnya, alhasil bertambahlah satu pengangguran baru di negeri ini.
Namun karena saya ini orang rajin & tak mengenal kata menyerah apalagi urusan duit & perut, dalam satu minggu saya sudah mendapatkan pekerjaan baru lagi.
Namun karena saya ini orang rajin & tak mengenal kata menyerah apalagi urusan duit & perut, dalam satu minggu saya sudah mendapatkan pekerjaan baru lagi.

Quote:
Hanya saja, posisi yang saya ajukan perlu ditraining terlebih dahulu di kantor pusat di daerah T selama 1 bulan, karena masa training, gaji juga hanya dibayar 60% dari total yang seharusnya.
Bukan laki-laki namanya kalo cuma gini aja nyerah, saya sanggupin. & Dimulailah kisah penyiksaan dengan dalih 'training' ini dimulai.
Bukan laki-laki namanya kalo cuma gini aja nyerah, saya sanggupin. & Dimulailah kisah penyiksaan dengan dalih 'training' ini dimulai.
Quote:
Orang-orang memanggil saya sam, kepanjangan dari Samiun. Laki-laki dengan tinggi secukupnya, berat badan ideal cenderung gembul, juga berperawakan manis. Kata ayah saya, saya mirip aktor Indra. L Brugman versi gosong. Lain kepala, lain isi. Ibu malah bilang saya mirip aktor india Amitha Bacchan versi lokal. Apapun itu, saya berpendapat saya lebih mirip Brad Pitt yang kelamaan main layangan.
Sesampainya di kota T, setelah seharian di kantor. Akhirnya saya ditunjukkan pada sebuah mess dimana saya akan tinggal selama masa training ini.
Messnya berbentuk huruf "U" tapi lebih ke huruf "n" sih sebetulnya. Soalnya gerbang depan itu langsung berhadapan dengan kantor administrasi umum, belakangnya ada tempat parkir lalu gedung lantai 3 di sebalah kiri sebagai mess khusus laki-laki, lalu ditutup oleh gedung lain yang terlihat seperti gudang penyimpanan barang-barang keperluan konter.
Ada 6 orang yang saat itu menempuh masa training bareng saya.
Sesampainya di kota T, setelah seharian di kantor. Akhirnya saya ditunjukkan pada sebuah mess dimana saya akan tinggal selama masa training ini.
Messnya berbentuk huruf "U" tapi lebih ke huruf "n" sih sebetulnya. Soalnya gerbang depan itu langsung berhadapan dengan kantor administrasi umum, belakangnya ada tempat parkir lalu gedung lantai 3 di sebalah kiri sebagai mess khusus laki-laki, lalu ditutup oleh gedung lain yang terlihat seperti gudang penyimpanan barang-barang keperluan konter.
Ada 6 orang yang saat itu menempuh masa training bareng saya.
Quote:
Saya masih ingat kawan sepenanggungan. 2 orang dari jawa tengah yang punya aksen kental, tapi otak encer. Lukman yang lebih tinggi dari Reza tapi Reza lebih putih dari Lukman.
1 orang dari Lampung, Agus, badannya berisi, tegap, putih, sipit. Paling sering bilang dia cina gagal, soalnya kurang oriental. Mas Agus ini cewenya banyak. Paling jago kalo urusan gombal. Kabag aja yang janda berumur bisa dia taklukan selama masa training.
2 lagi dari Cianjur. Iman yang paling soleh diantara kita semua, berbanding terbalik dengan Fikri yang lebih slengean. Kata-kata andalannya "only God can jugde me." Kadang ditimpali oleh tafsir ayat kitab suci yang dikutip oleh Iman sebagai balasannya.
1 orang dari Lampung, Agus, badannya berisi, tegap, putih, sipit. Paling sering bilang dia cina gagal, soalnya kurang oriental. Mas Agus ini cewenya banyak. Paling jago kalo urusan gombal. Kabag aja yang janda berumur bisa dia taklukan selama masa training.
2 lagi dari Cianjur. Iman yang paling soleh diantara kita semua, berbanding terbalik dengan Fikri yang lebih slengean. Kata-kata andalannya "only God can jugde me." Kadang ditimpali oleh tafsir ayat kitab suci yang dikutip oleh Iman sebagai balasannya.
Quote:
Dimulailah kisah saya bersama rekan-rekan ini dalam menghadapi malam-malam yang selalu punya cerita. Kadang lucu, kadang gawat.
Spoiler for eps.1: shift:
Disini setiap orang selalu bergiliran dalam pemberian materi pelatihan. Alhasil dalam satu minggu kami semua jarang berkumpul secara lengkap (bahkan weekend sekalipun kami masih kerja).
itu kerja apa dikerjain?
Ngga apa-apalah, namanya juga nyari duit.
Kejadiannya sore itu, saya masuk shift malam bersama Iman. Masuk jam 4 sore pulang jam 7 pagi. Capek? Jangan ditanya.
Sementara yang lain masuk jam 7 pagi & pulang jam 4 sore. Kebalik & gampang diingat pembagiannya.
Jam 10 malam saya & Iman sedang istirahat, karena jam 11 malam nanti laporan staf konter pada masuk, pasti sibuk. Makanya, mumpung masih santai kita ngopi dulu barang sebatang dua batang mah.
Ngga ada angin, ngga ada hujan, ngga ada mantan, ngga ada selingkuhan, Fikri yang notabene anak paling bengal tiba-tiba lari ke arah kita yang lagi asik menikmati nikotin.
"Gua ngikut tidur disinilah, boleh ya?"
Pintanya tiba-tiba, terlihat keringat sebesar biji salak jatuh dari kening & ketiaknya.
"Emang mess kenapa?"
Selidikku.
"Gua liat ada cewe di lantai 3."
Jawabnya singkat masih dengan nafas tersengal.
"Paling ada anak cewe yang lagi main disitu. Jangan mikir yang nggak-nggak."
Iman berujar.
"Heh curut purba! Mess cewe kan jauh dari mess kita. Ngapain mereka kesini?"
Kesalnya.
"Emang ceritanya gimana? Lagian lu ngapain ke lantai 3? Udah tau disitu kosong."
Sergahku.
"Loh? Emang kosong ta? Kirain ada yang nempatin loh. Soalnya waktu itu pas gua ke atas buat ambil jemuran abis magrib, kayak banyak orang ngobrol di kamar-kamar lantai 3."
Iman menambahi.
"Apa gua bilang kan?"
Seolah fikri didukung oleh pernyataan iman itu.
Tumben, biasanya mereka selalu bertentangan.
"Yaudah sih, asal jangan ganggu aja. Kalopun itu hantu. Masing-masing aja kan bisa?"
Usulku asal.
"Masing-masing gimana? Kalo dia suka jail nampakin gitu? Suka ketawa-ketawa gitu?"
Fikri mendengus kesal.
"Ya itu masing-masingnya, dia ketawa kita dengerin. Kita dengerin, dia ketawa. Ngga ganggu kan?"
Aku masih ngotot.
"TERSERAH!"
Fikri pergi menuju gudang, sepertinya dia akan meminta izin untuk bisa tidur disini (tanpa bantu-bantu tentunya).
itu kerja apa dikerjain?
Ngga apa-apalah, namanya juga nyari duit.
Kejadiannya sore itu, saya masuk shift malam bersama Iman. Masuk jam 4 sore pulang jam 7 pagi. Capek? Jangan ditanya.
Sementara yang lain masuk jam 7 pagi & pulang jam 4 sore. Kebalik & gampang diingat pembagiannya.
Jam 10 malam saya & Iman sedang istirahat, karena jam 11 malam nanti laporan staf konter pada masuk, pasti sibuk. Makanya, mumpung masih santai kita ngopi dulu barang sebatang dua batang mah.
Ngga ada angin, ngga ada hujan, ngga ada mantan, ngga ada selingkuhan, Fikri yang notabene anak paling bengal tiba-tiba lari ke arah kita yang lagi asik menikmati nikotin.
"Gua ngikut tidur disinilah, boleh ya?"
Pintanya tiba-tiba, terlihat keringat sebesar biji salak jatuh dari kening & ketiaknya.
"Emang mess kenapa?"
Selidikku.
"Gua liat ada cewe di lantai 3."
Jawabnya singkat masih dengan nafas tersengal.
"Paling ada anak cewe yang lagi main disitu. Jangan mikir yang nggak-nggak."
Iman berujar.
"Heh curut purba! Mess cewe kan jauh dari mess kita. Ngapain mereka kesini?"
Kesalnya.
"Emang ceritanya gimana? Lagian lu ngapain ke lantai 3? Udah tau disitu kosong."
Sergahku.
"Loh? Emang kosong ta? Kirain ada yang nempatin loh. Soalnya waktu itu pas gua ke atas buat ambil jemuran abis magrib, kayak banyak orang ngobrol di kamar-kamar lantai 3."
Iman menambahi.
"Apa gua bilang kan?"
Seolah fikri didukung oleh pernyataan iman itu.
Tumben, biasanya mereka selalu bertentangan.
"Yaudah sih, asal jangan ganggu aja. Kalopun itu hantu. Masing-masing aja kan bisa?"
Usulku asal.
"Masing-masing gimana? Kalo dia suka jail nampakin gitu? Suka ketawa-ketawa gitu?"
Fikri mendengus kesal.
"Ya itu masing-masingnya, dia ketawa kita dengerin. Kita dengerin, dia ketawa. Ngga ganggu kan?"
Aku masih ngotot.
"TERSERAH!"
Fikri pergi menuju gudang, sepertinya dia akan meminta izin untuk bisa tidur disini (tanpa bantu-bantu tentunya).
Spoiler for Absen:
kejadiannya di kantor umum yang depan mess. Saat itu saya sedang mengerjakan laporan, karena masih training jadi pengerjaannya memakan waktu lama (alasan aja ini mah).
Seperti pinang dibelah dua, kawan senasib saya juga tengah sibuk di ujung sana dengan pekerjaannya.
"Man, kalo udah beres, tungguin ya. Barengan kita keluarnya."
Pintaku tanpa menoleh ke arahnya.
"Kebalik mas, kalo situ udah beres, tungguin saya."
Balasnya.
"Loh? Bukannya laporanmu tinggal sedikit lagi? Tadi siang kan hampir beres."
Ucapku penasaran.
"Dimarahin sama bu Dewi, harus ngulang lagi dari awal."
Dengusnya kesal.
"Hahahaha! Tenang aja, aku orangnya setia kawan kok."
Ucapku yang tak lama kemudian segera mematikan komputer.
"Tuh kan? Makanya tungguin."
Lukman memelas.
Namun sayang,
Pak satpam muncul dari depan.
"Kalian kok belum selesai? Hampir magrib loh ini."
Ujarnya.
"Sedikit lagi pak, tuh temen saya."
Balasku.
"Pokoknya sebelum magrib udah selesai ya?"
Katanya sambil berlalu keluar.
Kami saling bertukar pandang, sama-sama berkata dalam pikiran "kayaknya ada yang gak beres."
Seolah memahami telepati, Lukman langsung kebut laporannya, terdengar dari suara keyboard yang ia hantam dengan kecepatan menyamai keyboard warrior saat membela hal yang ia anggap perlu dibela.
Kurang dari 20 menit lebih dikit, kerjaannya selesai. Tanpa menunggu aba-aba kami langsung turun ke bawah untuk melakukan absen pulang.
Baru saja kaki ini menuruni anak tangga pertama tiba-tiba terdengar suara mesin absen.
"terimakasih"
Mampus!
Siapa yang absen pulang? Kita sudah tau kalo ngga ada lagi yang kerja setelah kita.
Tukar pandang kembali terjadi.
Kali ini, kita sama-sama tertegun. Jam menunjukkan 5 menit lagi adzan magrib berkumandang di surau seberang. Pilihannya, tunggu adzan berkumandang atau jurus 'terobos ajalah.'
"Gimana?"
Lukman membuka percakapan.
"Gak ada jaminan nanti setelah magrib gak ada lagi yang muncul. Mess cuma dibelakang. Perjuangan kita singkat. Paling beberapa meter doang."
Aku meyakinkan.
"Oke, gua terima."
Ujarnya sambil menghela nafas panjang.
Kami turun dengan perlahan, berharap tidak ada siapapun didepan mesin absen.
Anak tangga sudah terlewati setengah dengan sempurna, diiringi detak jantung yang kian memacu.
Mesin absen terlihat!
Sial!
Tak ada orang yang terlihat. Jujur aku berharap ada seorang batang manusia yang entah siapa baru saja selesai & bersiap pulang.
Jika tak ada orang, maka bisa jadi yang tadi absen makhluk lain.
Tegang menyelimuti, air liur kutelan dengan usaha besar. Ini bukan main-main.
Saat anak tangga terakhir paling bawah kami injak, terdengar suara menangis di lantai atas yang kami tinggali barusan.
Alhasil lomba lari tanpa dengan tujuan mesin absen langsung terjadi. Lomba berebutan absen juga menjadi garis finish, dilanjut pintu keluar kami berhamburan.
Sialan!
Masa setan jam segini udah keluar?
Saat kami tiba diluar, aku melihat ke arah jendela lantai dua dimana suara tangisan tadi berasal. Sekilas, bayangan seseorang seperti terlihat melewati jendela itu.
Rambut panjang, gaun putih.
Melihat kami yang baru keluar dari gedung dengan kondisi nafas yang tinggal separuh, satpam hanya berkata.
"Itu mbak Yuni, dia meninggal gantung diri karena hamil diluar nikah sama manajer cabang sini dulunya, padahal semua orang tau kalo manajer itu udah punya anak istri. Entah alasannya supaya apa dia gantung diri di sekitar pegangan tangga lantai 3 ke lantai 2. Mayatnya tergantung sampe besok pagi baru ketauan. Padahal orangnya cantik, baik. Tapi malah kenal buaya."
Tak lupa, asap rokok menyelingi setiap kata-katanya.
"Tapi, mess aman kan?"
Aku bertanya dengan waswas.
"Kadang, semakin sedikit tau, semakin bagus."
Ujarnya sambil berlalu.
"Sok bijak amat sih tu satpam?"
Ejek Lukman sambil memegangi lututnya yang gemetar.
"Udahlah, yok balik ke mess. Masing-masing aja kita."
Sahutku berjalan menjauh sambil Lukman mengekor tak lupa mendumel karena bisa saja mess menjadi lebih parah dari ini.
Seperti pinang dibelah dua, kawan senasib saya juga tengah sibuk di ujung sana dengan pekerjaannya.
"Man, kalo udah beres, tungguin ya. Barengan kita keluarnya."
Pintaku tanpa menoleh ke arahnya.
"Kebalik mas, kalo situ udah beres, tungguin saya."
Balasnya.
"Loh? Bukannya laporanmu tinggal sedikit lagi? Tadi siang kan hampir beres."
Ucapku penasaran.
"Dimarahin sama bu Dewi, harus ngulang lagi dari awal."
Dengusnya kesal.
"Hahahaha! Tenang aja, aku orangnya setia kawan kok."
Ucapku yang tak lama kemudian segera mematikan komputer.
"Tuh kan? Makanya tungguin."
Lukman memelas.
Namun sayang,
Pak satpam muncul dari depan.
"Kalian kok belum selesai? Hampir magrib loh ini."
Ujarnya.
"Sedikit lagi pak, tuh temen saya."
Balasku.
"Pokoknya sebelum magrib udah selesai ya?"
Katanya sambil berlalu keluar.
Kami saling bertukar pandang, sama-sama berkata dalam pikiran "kayaknya ada yang gak beres."
Seolah memahami telepati, Lukman langsung kebut laporannya, terdengar dari suara keyboard yang ia hantam dengan kecepatan menyamai keyboard warrior saat membela hal yang ia anggap perlu dibela.
Kurang dari 20 menit lebih dikit, kerjaannya selesai. Tanpa menunggu aba-aba kami langsung turun ke bawah untuk melakukan absen pulang.
Baru saja kaki ini menuruni anak tangga pertama tiba-tiba terdengar suara mesin absen.
"terimakasih"
Mampus!
Siapa yang absen pulang? Kita sudah tau kalo ngga ada lagi yang kerja setelah kita.
Tukar pandang kembali terjadi.
Kali ini, kita sama-sama tertegun. Jam menunjukkan 5 menit lagi adzan magrib berkumandang di surau seberang. Pilihannya, tunggu adzan berkumandang atau jurus 'terobos ajalah.'
"Gimana?"
Lukman membuka percakapan.
"Gak ada jaminan nanti setelah magrib gak ada lagi yang muncul. Mess cuma dibelakang. Perjuangan kita singkat. Paling beberapa meter doang."
Aku meyakinkan.
"Oke, gua terima."
Ujarnya sambil menghela nafas panjang.
Kami turun dengan perlahan, berharap tidak ada siapapun didepan mesin absen.
Anak tangga sudah terlewati setengah dengan sempurna, diiringi detak jantung yang kian memacu.
Mesin absen terlihat!
Sial!
Tak ada orang yang terlihat. Jujur aku berharap ada seorang batang manusia yang entah siapa baru saja selesai & bersiap pulang.
Jika tak ada orang, maka bisa jadi yang tadi absen makhluk lain.
Tegang menyelimuti, air liur kutelan dengan usaha besar. Ini bukan main-main.
Saat anak tangga terakhir paling bawah kami injak, terdengar suara menangis di lantai atas yang kami tinggali barusan.
Alhasil lomba lari tanpa dengan tujuan mesin absen langsung terjadi. Lomba berebutan absen juga menjadi garis finish, dilanjut pintu keluar kami berhamburan.
Sialan!
Masa setan jam segini udah keluar?
Saat kami tiba diluar, aku melihat ke arah jendela lantai dua dimana suara tangisan tadi berasal. Sekilas, bayangan seseorang seperti terlihat melewati jendela itu.
Rambut panjang, gaun putih.
Melihat kami yang baru keluar dari gedung dengan kondisi nafas yang tinggal separuh, satpam hanya berkata.
"Itu mbak Yuni, dia meninggal gantung diri karena hamil diluar nikah sama manajer cabang sini dulunya, padahal semua orang tau kalo manajer itu udah punya anak istri. Entah alasannya supaya apa dia gantung diri di sekitar pegangan tangga lantai 3 ke lantai 2. Mayatnya tergantung sampe besok pagi baru ketauan. Padahal orangnya cantik, baik. Tapi malah kenal buaya."
Tak lupa, asap rokok menyelingi setiap kata-katanya.
"Tapi, mess aman kan?"
Aku bertanya dengan waswas.
"Kadang, semakin sedikit tau, semakin bagus."
Ujarnya sambil berlalu.
"Sok bijak amat sih tu satpam?"
Ejek Lukman sambil memegangi lututnya yang gemetar.
"Udahlah, yok balik ke mess. Masing-masing aja kita."
Sahutku berjalan menjauh sambil Lukman mengekor tak lupa mendumel karena bisa saja mess menjadi lebih parah dari ini.
Sepertinya sudah terlalu panjang,
Baiklah saya update lewat komentar saja.
Update cerita:
eps.3 nasi uduk
eps.4 Cinta segitiga(empat)
eps.5 last but not least
Diubah oleh re.dear 28-08-2020 20:59






padasw dan 19 lainnya memberi reputasi
20
6K
Kutip
55
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan