syerrilelizhafaAvatar border
TS
syerrilelizhafa
Cerita Oktober 1
Bisakah Jatuh Hati?

Pernah warasku mengelabuhi malam, dengan paragraf paling perasa seolah aku bersungguh menjalani. Tidak ada cinta, selain berisik dedaun kering yang cantik terinjak angin. Luka itu sudah sejak lama membuatku kehilangan arah akal, getirkan iba di antara tinggi hati.

Seorang perempuan cantik mengurai rambut di bibir fajar, basah serta wanginya kembali jadi candu bagi angin untuk mendekat. Sisi hati masih saja angankan seorang dari masa lalu, padahal pernikahan belum genap dua puluh empat jam bisa dikata kenang.
Ia, adalah aku yang memaksa tersenyum demi ibu, demi satu tahapan tidak mengerti benar artinya.

Kenapa mesti kisah Siti Nurbaya melekat padaku? Salah ini pada siapa?

Lelaki rupawan itu lantas mengecup sebentar sebelum beranjak, buyarkan lamunan seolah wajahku ini seperti buku yang sekian detik lalu sengaja terbaca. Kembali aku mengais kelembutan cinta, tidak peduli tatapan mata penuh cinta. Entah, apa ia bisa melawan bosan hidup dengan cara semenakjubkan ini ....

Tanpa cinta, berpura lembut di hadapan semesta, kalimat terucap beberapa hasta menyiangi malam.

Aku yang muak!

'Biarkan aku membuatmu jatuh hati dengan caraku, meski hatimu teramat angkuh milik seorang di masa lalu.' barisan kalimat ditinggalkan lelaki itu sebelum pergi dari menggangguku.

Dan aku lekas beranjak tanpa sepatah balasan.

Ponorogo, 5 Oktober 2020




Gugusan Cerita Itu

Hujan, sudah selaras musimkah kedatangan kali ini? Padahal tumbuk baru menjadi ucapan, belum tuntas tanya terjeda ingatan. Aku juga masih lumpuh menyungging segala tentangmu, aksara perlahan menepi entah.

Tik tik rindu, kerap kemepyur di tubuh daun yang buta kukenali warna. Katamu, hijau pupus itu pertanda hati kita sedang baik untuk memperbarui keadaan. Semestinya perbincangan sederhana merupa pelangi. Tetapi, kenapa aku masih melihat beberapa hal itu sebagai peninggalan kemarau? Mengering sikap pada kerling yang kau tanggap.

"Gugusan hidupku semua kelabu, andai kau tahu! Dan akulah yang sanggup menapak satu demi satu." seangkuh kalimat lazuardi terlontar, menyimpan getir tangis lelaki di sana.

Kau tidak pernah bisa membohongiku, satu kesan kenapa cinta pada akhirnya tamat di dadamu, untuk dipilih.

Iya, meski di ujung perbincangan selalu saja perihal hujan. Sampai teralihkan yang harusnya malam ini sedikit kutuliskan, permintaan waktu menetap rahsia, entah bebaskan aku dari beban perlahan, atau cara menghindar supaya cepat lupa.

Sebelum Oktober akhirnya usai dengan segala ketidakpentingan. Katamu, masih aku paling mengerti.

Ponorogo, 5 Oktober 2020

jiyanq
tien212700
adindaper25
adindaper25 dan 8 lainnya memberi reputasi
5
1.1K
23
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan