Hari ini dicatat sebagai tragedi G30S/PKI yang disebut-sebut salah satu sejarah kelam bangsa Indonesia. Empat lokasi ini menjadi saksi bisunya.
Momen 30 September bagi bangsa Indonesia identik dengan gerakan berdarah yang didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) di tahun 1965. Demikian sejarah mencatatnya.
Tragedi yang juga biasa disingkat dengan Gestapu ini rutin diingat kembali tiap tahunnya. Terlepas dari kontroversi yang menyertainya, Agan dan Sista juga masih bisa napak tilas kisahnya lewat sejumlah destinasi di Jakarta yang menjadi saksi bisu dari tragedi berdarah itu.
Quote:
1. Musemum AH. Nasution

Lokasi pertama adalah Museum Jenderal AH Nasution di Jalan Teuku Umar No 40, Menteng, Jakarta Pusat. Sebelum menjadi museum, dahulu rumah itu merupakan kediaman dari sang Jenderal besar.
Rumah yang ini jadi saksi bisu penculikan AH Nasution, dan dia berhasil kabur dari belakang. Dulunya keluarga Nasution tinggal di sini. Dia meninggal tahun 2000, 2008 pindah lokasi (keluarganya).
Dari total tujuh korban dalam tragedi G30SPKI, Jenderal AH Nasution adalah satu-satunya yang berhasil selamat. Namun, nyawanya itu harus ditebus oleh meninggalnya sang anak, Ade Irma Nasution (5 tahun) dan Lettu Pierre Tendean yang mengaku sebagai sang Jenderal.
Setelah G30SPKI, dia satu-satunya Jenderal tinggi yang hidup. Dia yang memberi penghormatan terakhir ke korban.
Kini, Agan dan Sista bisa berkunjung ke museum yang jadi saksi bisu dari hidup sang Jenderal AH Nasution. Selain bisa melihat langsung rumahnya, tak sedikit juga barang sejarah milik sang Jenderal hingga Ade Irma anaknya.
Quote:
2. Museum Ahmad Yani

Masih di daerah Menteng, ada Museum Ahmad Yani di Jalan Lembang No 58 dan Jalan Latuharhari No 65, Jakarta Pusat. Sesuai namanya, museum ini merupakan bekas rumah dari Jenderal Ahmad Yani.
Dia pimpinan tertinggi di TNI AD, menggantikan posisi Nasution. Dia sering disebut Jenderal kesayangan Sukarno.
Jenderal Ahmad Yani merupakan salah satu yang tewas setelah ditembak langsung di rumahnya. Selepas sang Jenderal, rumah itu beralih fungsi jadi museum dan masih kerap didatangi oleh keluarganya.
Selain menyimpan barang peninggalan sang Jenderal, museum itu juga sarat kisah mistis. Boleh percaya, boleh tidak.
Di kamar AH Yani gak boleh foto-foto ada kitanya. Tar sakit berbulan-bulan. Misal mau ngambil foto ruangannya saja masih bisa.
Quote:
3. Monumen Pancasila Sakti

Bergeser ke Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Inilah lokasi yang jadi saksi bisu akan lokasi pembuangan jenazah para Jenderal.
Jadi penamaan lubang buaya bukan karena nama sumur, tapi ini dulu namanya kampung lubang buaya. Sumur, rumah yang jadi posko orang-orang itu sebelum menyiksa Jenderal.
Setelah disiksa, kemudian jenazah para Jenderal dibuang ke lubang yang sangat sempit. Beruntung, jenazah mereka dapat diketemukan oleh polisi Soekitman yang berhasil lolos dari penyergapan malam itu.
Sumurnya 12 meter, diameter 75 cm dan hanya cukup badan 1 orang dan ada 2 Jenderal yang badannya diikat satu untuk menggambarkan betapa kejamnya peristiwa itu.
Quote:
4. TMP Kalibata

Terakhir, ada Taman Makam Pahlawan Kalibata di Jakarta Timur. Seperti yang kita ketahui, seluruh jenazah dari para Jenderal yang meninggal dalam tragedi berdarah itu dikuburkan di lokasi tersebut.
Di sini para jenderal dimakamkan. Dibuat tahun 1951, dirancang Friedrich Silaban di zaman Soekarno.
Traveler pun dipersilahkan untuk berkunjung ke Taman Makam Pahlawan Kalibata, sekali pun tidak mempunyai saudara yang dimakamkan di lokasi. Siapa pun diperbolehkan datang.
Selain makam para Jenderal dan korban yang gugur di tragedi G30SPKI, Taman Makam Pahlawan Kalibata juga menjadi rumah terakhir bagi banyak tokoh bangsa. Sebut saja Presiden Habibie beserta istri hingga mendiang Ani Yudhoyono.
Itulah beberapa tempat bersejarah yang juga jadi saksi dari tragedi G30SPKI. Sekiranya bisa menjadi pengingat akan kisah sejarah di masa lampau.
Jasmerah
Semoga peristiwa masa lalu yang kejam dan kelam ini tak terulang lagi di masa depan ya Agan dan Sista.
Tetapi sejarah bisa berulang dengan pola yang sama, bukan tidak mungkin ya. Apalagi belakangan ini kita sangat dekat dengan Tiongkok, seperti pada saat itu. Ah semoga tidak.