- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
[CURHAT] Hidup Susah, Kerja Ikut Tetangga malah Hampir Dijual Jadi pramuria


TS
kutilkuda1202
[CURHAT] Hidup Susah, Kerja Ikut Tetangga malah Hampir Dijual Jadi pramuria
Perkenalkan, namaku Ningrum. Aku seorang ibu rumah tangga, memiliki anak tunggal, dan suamiku hanya seorang buruh serabutan. Kami tinggal di jawa tengah. Kejadian ini terjadi saat anakku berusia 4 tahun, dan suamiku masih menjadi pengangguran. Kala itu Indonesia sedang krisis moneter, suamiku di PHK dari pekerjaannya di pabrik. Ijazahnya di tahan perusahaan, dan ia tidak bisa mencari kerja lagi. Ia hanya frustasi dan pergi memancing di sungai saja setiap harinya. Aku yang saat itu usiaku 28 tahun, aku tidak bisa hanya diam saja. Melihat kondisi begini, otomatis aku sebagai istri tidak hanya membuat tenang suamiku, tetapi aku mencari cara agar ada penambahan pemasukan di keluarga kami.
Kami saat itu belum memiliki rumah, jadi sejak menikah, suamiku tinggal bersamaku di rumah orangtuaku. Jujur, semenjak suamiku menjadi pengangguran, orang tuaku selalu menjelekkan suamiku. Menyindir terus setiap hari,
"Apa gak bisa cari kerja? orang kok bisanya tidur saja.."
"Jadi suami, seharusnya bertanggung jawab, bukan malah lepas diri"
"tuh,, bisanya koloran doang, sama mainan pancing nya.. entah nanti anaknya jadi apa..."
Apalagi kalau ada tetangga yang berkunjung ke rumah, atau arisan di rumah, orang tuaku, khususnya ibuku selalu menyindir suamiku..
"liat aja tuh, nganggur, gak kerja. cuman anteng aja dirumah"
"kasian anaknya gak bisa jajan kan"
"orang bisanya nongkrong doang itu"
dan masih banyak lagi..
Suamiku tipikal pria pendiam, dia hanya diam tetapi memendam semua amarah. Maka ia pergi ke sungai untuk memancing dari pagi sampai sore. Kadang ia pergi keliling pabrik pabrik barangkali ada lowongan. Aku sebagai istri, tetap mendampinginya, dan memberi semangat.
Tetapi kebutuhan terus berjalan, bukan? Anak butuh makan, jajan, listrik harus dibayar, utang juga harus dilunasi. Belum lagi kebutuhan rukun warga seperti kondangan dan dukacita.
Akupun memaksa diri menjadi buruh di rumah tetangga. Dari buruh cuci, buruh setrika, sampai tukang kerokan buat tetangga wanita. Lumayan bisa untuk uang jajan anakku yang masih TK.
Setiap hari, mulut pedas ibuku semakin menjadi saja. Di siang hari yang panas, aku masih ingat, hari selasa jam 2 siang.
Tetanggaku, Pak Rizky pulang dari kantor. Ia adalah PNS di kantor dinas pendidikan yang siang itu pulang lebih awal. Pria berbadan tambun, berambut kriting, nampak seperti orang papua, tetapi sebenarnya orang jawa asli yang ramah dan berbahasa jawa khas orang solo setiap kali berucap.
"Lho dek Freddy kenapa nangis. cup cup ojo nangis...?", tanya pak Rizky.
"iya ini pak, minta jajan terus, padahal sudah jajan..", jawabku.
anakku bernama Freddy, ia masih 4 tahun. Hari itu uang di dompet tinggal Rp.1000,-, pikirku bisa buat beli beras, karena di tahun itu beras setengah kilo harganya Rp.1500, sisanya buat beli sayuran. Tahun 1998 memang harga tak semahal sekarang tetapi sebenarnya sama saja bila kita hitung hitung perbandingan harganya. Anakku meminta jajan terang bulan, yang harganya satu potong 200rupiah. Kue terang bulan... Kue terang bulan..
sambil menangis ia meminta..
"oalah mau terang bulan, ya udah ini bapak belikan, ojo nangis meneh ya..", jawab pak risky sambil senyum.
Ia langsung membelikan 5 potong kue, dan diberikan pada anakku.
"ya ampun pak, malah repot repot..", ujarku,"Bilang gimana dek.... terimakasih pak.."
"telimakacih pak". jawab freddy kecil.
Lalu pak risky beranjak pulang.
Melihat hal itu, ibuku tiba tiba teriak dari dapur dan keluar ke rumah.
"oalah... punya menantu kok gak guna, sudah 3 bulan nganggur, anaknya nangis kejer minta kue, kok malah diem aja, malah tidur di kamar.. enak tidur sih ya....!!! Ningrum.. Suruh suamimu kerja... Eneg ibuk liat suamimu....", bentak ibukku menyindir suamiku.
Secara spontan, suamiku tiba tiba menendang pintu rumah, dan keluar rumah, sambil berkata,"Aku udah gak tahan lagi, aku akan kembali pulang ke orang tua ku di Surabaya.."
"Mas... mas... sabar mas.. jangan gitu.. aku sama freddy gimana.."
"Jangan pergi mas..."
sambil ia cepat cepat mengemasi baju dan surat-suratnya, ia berkata
"ibumu sudah keterlaluan, aku ini ayahnya freddy, aku juga tidak sanggup melihat anakku tidak bisa makan. aku harus pergi dari sini, setidaknya di surabaya, ada ayah ibu ku yang bisa membantu ku mencari jalan kerja ku"
"aku ikut mas... aku ikut...", pintaku..
tiba tiba saja ibuku teriak dari luar kamar,"GAK USAH IKUT.. biar dia pergi sendiri, biar dia mikir.."
aku keluar kamar, dan berkata,"aku ini istrinya bu, gak bisa, aku harus ikut mas Danu. Ia suamiku.."
"kamu mau durhaka,, manut sama ibu dan bapakmu..!!", bentak ibuku.
akupun menangis, aku juga mengambil baju bajuku. siap untuk pergi.
Mas danu menarik tanganku.
"Ningrum. biarkan mas saja yang pergi. kamu disini.."
"Mas akan telpon kamu lewat nomor telpon tetangga kita. jangan kawatir.."
singkat cerita mas Danu pergi..
Dia selalu menelpon lewat telpon rumah tetangga. Aku tetap menjalani hari hariku.. bekerja sebagai tukang cuci.
Suatu hari, aku mencuci di rumah tetanggaku, Pak Giman namanya. ia kaya raya. Bekerja di Jakarta. Katanya dia punya restoran besar di Tegal. Aku bercerita keluh kisahku.
Ia lalu menawariku bekerja bersamanya di Restoran. katanya jadi pelayan, bayarannya sebulan 500 ribu perbulan.
Akupun tertarik, saat suamiku menelpon, aku bercerita dan memohon ijin padanya. Awalnya ia tidak mau, karena freddy otomatis harus dijaga sama ibuku. Tetapi demi keuangan keluarga, ia mengijinkan. Karena iapun belum dapat kerja di surabaya.
Sore itu, aku berangkat bersama tetanggaku. Aku menangis. Rasanya tak tega berpisah dengan anak kesayanganku.
naik bus dari terminal dan duduk sambil menangis karena memikirkan kondisi anakku bagaimana, aku tidak tega. Tetapi demi masa depan freddy, aku rela pergi.
Jam 10 malam, tiba di Tegal. Sebuah rumah makan, ku pikir bis ini transit, atau makan malam, ternyata kami turun dari bus disitu.
"Lho pak, kok turun disini, katanya di jakarta..", tanyaku kepada pak Giman.
"nggak mbak, barusan dikabari kalau mbak di latih di Tegal dulu. Karena mbak kan belum pernah jadi waitress", jawabnya.
Aku manut saja. Disana aku disuruh masuk kamar, suruh istirahat. Saat tidur pun aku kepikiran anakku, tapi aku mulai meyakinkan diriku, bahwa ini jalan untuk masa depan anakku.
Pagi harinya aku bangun, mandi, dan mencari pak Giman.
Kutanya pada ibu restoran yang menerimaku semalam, "Bu, pak giman dimana ya? trus ini saya mulai kerja disini atau gimana..?"
Dengan sadis dia menjawab,"Gincuk udah balik lagi.. kamu disini kerja, kalau ada yang minta makan ya dilayani.. kerjo sing bener.."
Gincuk.. siapa itu.. pikirku..
Ternyata itu adalah sebutan buat Giman jancuk.
Aku bergabung dengan 3 wanita seumuran 20 tahun. Mereka juga pelayan disitu.
"sstt... ini ada ayam baru? kok udah bergelambir.. beranak mungkin..", bisik bisik mereka.
aku tau mereka membicarakanku, tapi ya aku diam saja. namanya orang baru.
tiba di malam hari, Aku disuruh mandi dan dandan cantik. Katanya kalau malam rame, jadi harus menarik. Aku pakai celana jeans dan kaos putih biasa.
"Mbak Ningrum, bocah baru.. dandan yang cantik, jangan kayak babu gini.. ini ibuk pinjemin baju.. bajumu ganti..", ujar pemilik toko.
"aduh kok kaos kutungan alias tanktop... buk saya pakai baju saya aja..", tolakku.
Sambil membentak ia berkata,"Gak mau makai, pergi aja dari sini, ini restoran.."
Setelah memakai aku keluar kamar, dan malu..
lalu tidak lama aku menangis di kamar. aku masuk lagi... aku malu..
Tiba tiba datang ibu itu dan masuk ke kamar, "Ada pelayan mau ngobrol sama kamu, layani aja, minta kelon ya manut. kalau tidak mau, kamu yang tak hajar disini.."
Sontak aku teriak,"apa apaan ini bu, saya kerja disini jadi pelayan bukan pramuria.."
Langsung dia menamparku, dan berkata dengan kasar:
"Gincuk sudah menjual kamu, aku udah bayar, kamu harus manut disini... Dasar perempuan anjing...!!!"
aku menangis,
saat wanita itu memanggil pria itu untuk ke kamarku, aku bergegas memakai kaos, dan mengambil tas ku lalu lari keluar lewat pinggir. Aku kabur saja, sambil menangis..
Lari sekencang kencangnya..
Yang dipikiranku hanya freddy anakku, dan mas Danu suamiku.
Aku tidak mau ternoda. AKu lari sambil nangis melewati malam, jalan pantura yang gelap kala itu.. aku nekat..
sambil berdoa, karena sudah tidak ada uang untuk naik bus.
Jam 11 malam aku berlari kabur.
Syukur kepada Tuhan, Tuhan masih sayang aku.
Ada keluarga haji lagi pulang dari jakarta, dan berhenti di pinggir jalan.
mereka mengendarai mobil, aku sambil berkeringat dan nangis, ditanya sama pak haji.
"kenapa mbak.. kok kayak kabur... ada apa?"
saya menangis sejadi jadinya sambil menceritakan kronologinya.. Syukurlah, keluarga haji itu membawa ku kembali ke semarang. mereka orang Pekalongan.
Aku dibelikan makanan, dikasih jaket, dan diberi uang 700 ribu. Katanya untuk pulang dan makan anakku.
Dan aku pulang dengan selamat sampai di rumah. Aku tidak menceritakan apa yang terjadi pada suamiku, dan keluargaku. Aku menutup rapat rahasia ini.
Aku hanya berkata,"gak tega ingat freddy terus, mending pulang ngerawat anak.."
padahal aslinya aku sudah ditipu, dijadikan pramuria oleh mas Giman, tetanggaku sendiri.
hingga saat ini, aku selalu menjaga jarak dengan giman, dan tidak mau bertegur sapa dengan nya. Aku tutup rahasia ini.
Cukup tahu saja, bahwa dia seorang mucikari.
Sekian.
Ningrum,
Jawa Tengah
Kami saat itu belum memiliki rumah, jadi sejak menikah, suamiku tinggal bersamaku di rumah orangtuaku. Jujur, semenjak suamiku menjadi pengangguran, orang tuaku selalu menjelekkan suamiku. Menyindir terus setiap hari,
"Apa gak bisa cari kerja? orang kok bisanya tidur saja.."
"Jadi suami, seharusnya bertanggung jawab, bukan malah lepas diri"
"tuh,, bisanya koloran doang, sama mainan pancing nya.. entah nanti anaknya jadi apa..."
Apalagi kalau ada tetangga yang berkunjung ke rumah, atau arisan di rumah, orang tuaku, khususnya ibuku selalu menyindir suamiku..
"liat aja tuh, nganggur, gak kerja. cuman anteng aja dirumah"
"kasian anaknya gak bisa jajan kan"
"orang bisanya nongkrong doang itu"
dan masih banyak lagi..
Suamiku tipikal pria pendiam, dia hanya diam tetapi memendam semua amarah. Maka ia pergi ke sungai untuk memancing dari pagi sampai sore. Kadang ia pergi keliling pabrik pabrik barangkali ada lowongan. Aku sebagai istri, tetap mendampinginya, dan memberi semangat.
Tetapi kebutuhan terus berjalan, bukan? Anak butuh makan, jajan, listrik harus dibayar, utang juga harus dilunasi. Belum lagi kebutuhan rukun warga seperti kondangan dan dukacita.
Akupun memaksa diri menjadi buruh di rumah tetangga. Dari buruh cuci, buruh setrika, sampai tukang kerokan buat tetangga wanita. Lumayan bisa untuk uang jajan anakku yang masih TK.
Setiap hari, mulut pedas ibuku semakin menjadi saja. Di siang hari yang panas, aku masih ingat, hari selasa jam 2 siang.
Tetanggaku, Pak Rizky pulang dari kantor. Ia adalah PNS di kantor dinas pendidikan yang siang itu pulang lebih awal. Pria berbadan tambun, berambut kriting, nampak seperti orang papua, tetapi sebenarnya orang jawa asli yang ramah dan berbahasa jawa khas orang solo setiap kali berucap.
"Lho dek Freddy kenapa nangis. cup cup ojo nangis...?", tanya pak Rizky.
"iya ini pak, minta jajan terus, padahal sudah jajan..", jawabku.
anakku bernama Freddy, ia masih 4 tahun. Hari itu uang di dompet tinggal Rp.1000,-, pikirku bisa buat beli beras, karena di tahun itu beras setengah kilo harganya Rp.1500, sisanya buat beli sayuran. Tahun 1998 memang harga tak semahal sekarang tetapi sebenarnya sama saja bila kita hitung hitung perbandingan harganya. Anakku meminta jajan terang bulan, yang harganya satu potong 200rupiah. Kue terang bulan... Kue terang bulan..
sambil menangis ia meminta..
"oalah mau terang bulan, ya udah ini bapak belikan, ojo nangis meneh ya..", jawab pak risky sambil senyum.
Ia langsung membelikan 5 potong kue, dan diberikan pada anakku.
"ya ampun pak, malah repot repot..", ujarku,"Bilang gimana dek.... terimakasih pak.."
"telimakacih pak". jawab freddy kecil.
Lalu pak risky beranjak pulang.
Melihat hal itu, ibuku tiba tiba teriak dari dapur dan keluar ke rumah.
"oalah... punya menantu kok gak guna, sudah 3 bulan nganggur, anaknya nangis kejer minta kue, kok malah diem aja, malah tidur di kamar.. enak tidur sih ya....!!! Ningrum.. Suruh suamimu kerja... Eneg ibuk liat suamimu....", bentak ibukku menyindir suamiku.
Secara spontan, suamiku tiba tiba menendang pintu rumah, dan keluar rumah, sambil berkata,"Aku udah gak tahan lagi, aku akan kembali pulang ke orang tua ku di Surabaya.."
"Mas... mas... sabar mas.. jangan gitu.. aku sama freddy gimana.."
"Jangan pergi mas..."
sambil ia cepat cepat mengemasi baju dan surat-suratnya, ia berkata
"ibumu sudah keterlaluan, aku ini ayahnya freddy, aku juga tidak sanggup melihat anakku tidak bisa makan. aku harus pergi dari sini, setidaknya di surabaya, ada ayah ibu ku yang bisa membantu ku mencari jalan kerja ku"
"aku ikut mas... aku ikut...", pintaku..
tiba tiba saja ibuku teriak dari luar kamar,"GAK USAH IKUT.. biar dia pergi sendiri, biar dia mikir.."
aku keluar kamar, dan berkata,"aku ini istrinya bu, gak bisa, aku harus ikut mas Danu. Ia suamiku.."
"kamu mau durhaka,, manut sama ibu dan bapakmu..!!", bentak ibuku.
akupun menangis, aku juga mengambil baju bajuku. siap untuk pergi.
Mas danu menarik tanganku.
"Ningrum. biarkan mas saja yang pergi. kamu disini.."
"Mas akan telpon kamu lewat nomor telpon tetangga kita. jangan kawatir.."
singkat cerita mas Danu pergi..
Dia selalu menelpon lewat telpon rumah tetangga. Aku tetap menjalani hari hariku.. bekerja sebagai tukang cuci.
Suatu hari, aku mencuci di rumah tetanggaku, Pak Giman namanya. ia kaya raya. Bekerja di Jakarta. Katanya dia punya restoran besar di Tegal. Aku bercerita keluh kisahku.
Ia lalu menawariku bekerja bersamanya di Restoran. katanya jadi pelayan, bayarannya sebulan 500 ribu perbulan.
Akupun tertarik, saat suamiku menelpon, aku bercerita dan memohon ijin padanya. Awalnya ia tidak mau, karena freddy otomatis harus dijaga sama ibuku. Tetapi demi keuangan keluarga, ia mengijinkan. Karena iapun belum dapat kerja di surabaya.
Sore itu, aku berangkat bersama tetanggaku. Aku menangis. Rasanya tak tega berpisah dengan anak kesayanganku.
naik bus dari terminal dan duduk sambil menangis karena memikirkan kondisi anakku bagaimana, aku tidak tega. Tetapi demi masa depan freddy, aku rela pergi.
Jam 10 malam, tiba di Tegal. Sebuah rumah makan, ku pikir bis ini transit, atau makan malam, ternyata kami turun dari bus disitu.
"Lho pak, kok turun disini, katanya di jakarta..", tanyaku kepada pak Giman.
"nggak mbak, barusan dikabari kalau mbak di latih di Tegal dulu. Karena mbak kan belum pernah jadi waitress", jawabnya.
Aku manut saja. Disana aku disuruh masuk kamar, suruh istirahat. Saat tidur pun aku kepikiran anakku, tapi aku mulai meyakinkan diriku, bahwa ini jalan untuk masa depan anakku.
Pagi harinya aku bangun, mandi, dan mencari pak Giman.
Kutanya pada ibu restoran yang menerimaku semalam, "Bu, pak giman dimana ya? trus ini saya mulai kerja disini atau gimana..?"
Dengan sadis dia menjawab,"Gincuk udah balik lagi.. kamu disini kerja, kalau ada yang minta makan ya dilayani.. kerjo sing bener.."
Gincuk.. siapa itu.. pikirku..
Ternyata itu adalah sebutan buat Giman jancuk.
Aku bergabung dengan 3 wanita seumuran 20 tahun. Mereka juga pelayan disitu.
"sstt... ini ada ayam baru? kok udah bergelambir.. beranak mungkin..", bisik bisik mereka.
aku tau mereka membicarakanku, tapi ya aku diam saja. namanya orang baru.
tiba di malam hari, Aku disuruh mandi dan dandan cantik. Katanya kalau malam rame, jadi harus menarik. Aku pakai celana jeans dan kaos putih biasa.
"Mbak Ningrum, bocah baru.. dandan yang cantik, jangan kayak babu gini.. ini ibuk pinjemin baju.. bajumu ganti..", ujar pemilik toko.
"aduh kok kaos kutungan alias tanktop... buk saya pakai baju saya aja..", tolakku.
Sambil membentak ia berkata,"Gak mau makai, pergi aja dari sini, ini restoran.."
Setelah memakai aku keluar kamar, dan malu..
lalu tidak lama aku menangis di kamar. aku masuk lagi... aku malu..
Tiba tiba datang ibu itu dan masuk ke kamar, "Ada pelayan mau ngobrol sama kamu, layani aja, minta kelon ya manut. kalau tidak mau, kamu yang tak hajar disini.."
Sontak aku teriak,"apa apaan ini bu, saya kerja disini jadi pelayan bukan pramuria.."
Langsung dia menamparku, dan berkata dengan kasar:
"Gincuk sudah menjual kamu, aku udah bayar, kamu harus manut disini... Dasar perempuan anjing...!!!"
aku menangis,
saat wanita itu memanggil pria itu untuk ke kamarku, aku bergegas memakai kaos, dan mengambil tas ku lalu lari keluar lewat pinggir. Aku kabur saja, sambil menangis..
Lari sekencang kencangnya..
Yang dipikiranku hanya freddy anakku, dan mas Danu suamiku.
Aku tidak mau ternoda. AKu lari sambil nangis melewati malam, jalan pantura yang gelap kala itu.. aku nekat..
sambil berdoa, karena sudah tidak ada uang untuk naik bus.
Jam 11 malam aku berlari kabur.
Syukur kepada Tuhan, Tuhan masih sayang aku.
Ada keluarga haji lagi pulang dari jakarta, dan berhenti di pinggir jalan.
mereka mengendarai mobil, aku sambil berkeringat dan nangis, ditanya sama pak haji.
"kenapa mbak.. kok kayak kabur... ada apa?"
saya menangis sejadi jadinya sambil menceritakan kronologinya.. Syukurlah, keluarga haji itu membawa ku kembali ke semarang. mereka orang Pekalongan.
Aku dibelikan makanan, dikasih jaket, dan diberi uang 700 ribu. Katanya untuk pulang dan makan anakku.
Dan aku pulang dengan selamat sampai di rumah. Aku tidak menceritakan apa yang terjadi pada suamiku, dan keluargaku. Aku menutup rapat rahasia ini.
Aku hanya berkata,"gak tega ingat freddy terus, mending pulang ngerawat anak.."
padahal aslinya aku sudah ditipu, dijadikan pramuria oleh mas Giman, tetanggaku sendiri.
hingga saat ini, aku selalu menjaga jarak dengan giman, dan tidak mau bertegur sapa dengan nya. Aku tutup rahasia ini.
Cukup tahu saja, bahwa dia seorang mucikari.
Sekian.
Ningrum,
Jawa Tengah






p.a.c.o.l dan 5 lainnya memberi reputasi
6
1.2K
6
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan