- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
PSBB Jakarta: Mal dan pasar boleh beroperasi, pakar sebut 'sarat kompromi dengan


TS
matt.gaper
PSBB Jakarta: Mal dan pasar boleh beroperasi, pakar sebut 'sarat kompromi dengan
PSBB Jakarta: Mal dan pasar boleh beroperasi, pakar sebut 'sarat kompromi dengan pemerintah pusat'
Pengamat ekonomi menyebut keputusan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, yang kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama dua pekan ke depan, "sarat kompromi dengan kepentingan pemerintah pusat yang memprioritaskan perekonomian". Itu nampak dari aturan dalam PSBB yang memperbolehkan pusat perbelanjaan atau mal dibuka.
Tapi pemerintah menyebut perekonomian di Ibu Kota harus tetap berjalan demi kemaslahatan orang banyak.
Sementara itu tidak satu suaranya pemerintah pusat dan daerah mengambil sikap mengenai Covid-19, menurut pakar hukum tata negara, karena manajemen krisis yang salah sejak awal.
Pengamat dari Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adinegara, menyayangkan kebijakan PSBB DKI Jakarta Jilid 2 yang disebutnya sarat kompromi.
Kompromi itu nampak dari keputusan diperbolehkannya pusat perbelanjaan atau mal beroperasi meski dengan kapasitas pengunjung 50%.
Pada PSBB Jilid 1, seluruh mal di Ibu Kota ditutup kecuali bagi toko yang menjual kebutuhan pokok sehari-hari.
"Ini kompromi yang salah," ujar Bhima Yudhistira kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Minggu (13/09).
Bhima menilai jika PSBB total diberlakukan tanpa kecuali maka secara perlahan tapi pasti, akan berdampak positif pada pertumbukan ekonomi di kuartal pertama tahun 2021. Pasalnya, Jakarta menjadi pusat perputaran 70% uang nasional.
Sementara IHSG turun tajam pada Kamis (10/09) lalu tidak semata-mata disebabkan pengumuman PSBB DKI Jakarta. Akan tetapi, katanya, turut disumbang oleh anjloknya harga minyak mentah dan indeks keyakinan konsumen yang rendah.
"Investor nggak kemudian melihat bahwa pengumuman Gubernur Anies Baswedan sebagai satu-satunya faktor. Investor akan membandingkan dengan banyak indikator," jelas Bhima.
"Jadi ketika ada pengumuman (PSBB oleh Anies Baswedan) pasti akan syok terhadap pasar. Tapi hari berikutnya IHSG positif. Jadi IHSG tidak bisa dijadikan patokan satu-satunya karena sangat short term," sambungnya.
Bagi Bhima akan lebih baik jika pemerintah berani mengambil risiko buruk ekonomi ketika memberlakukan PSBB, namun terjadi perbaikan pada kuartal berikutnya. Seperti yang terjadi di China.
"Itu harus diambil daripada situasi seperti ini (resesi) akan lama untuk melakukan recovery."
"Di China dampak dari lockdown pertumbuhan ekonomi minus 6,8% tapi di kuartal kedua positif 3,2%. Selalu ada dampak jangka pendek yang dalam."
Jimly Asshiddiqie: Kesalahan manajemen krisis sejak awal
Banjir kritik yang disampaikan politisi partai pendukung pemerintah maupun menteri Jokowi kepada Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, dinilai pakar hukum tata negara, Jimly Asshiddiqie, terjadi karena kesalahan manajemen krisis yang sejak awal dipilih Presiden Joko Widodo serta dibumbui oleh nuansa politik jelang Pilpres 2024.
Hal tersebut kemudian, katanya, menimbulkan miskoordinasi antara pusat dengan daerah.
Dalam pandangan Jimly, miskoordinasi tersebut tidak akan terjadi jika sedari awal Presiden Jokowi menerapkan Pasal 12 UUD 1945 tentang kondisi darurat. Dengan begitu, kendali keputusan sepenuhnya berada di tangan presiden.
"Manajemen bencana di bawah BNPB, lalu Undang-Undang Karantina Wilayah di bawah Kemenkes, ini saja sudah dua. Lalu dibentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional melalui Perpres. Jadi manajemennya tidak terpadu," ujar Jimly kepada BBC.
"Selebihnya politik, maka jadi begini," sambungnya.
Menurut Jimly, baik pemerintah daerah dan pusat harus seirama dalam memutus kebijakan. Jangan sampai, katanya, muncul persepsi di publik "pemerintah pusat beroposisi dengan pemerintah daerah".
"Pemda itu kan bawahan pemerintah pusat. Ini masalah koordinasi dan motivasi yang dihantui banyak kebencian permusuhan yang belum reda."
"Jadi bukan soal siapa yang salah. Tapi manajemen krisis sejak awal keliru," imbuhnya.
Jimly berharap semua pihak melepaskan kepentingan politik jangka pendek dalam menangani pandemi virus corona.
"Selamatkan dulu kesehatan masyarakat dan keamanan ekonomi rakyat," tandasnya.
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-54140514
Nurut sama pusat
Pengamat ekonomi menyebut keputusan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, yang kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama dua pekan ke depan, "sarat kompromi dengan kepentingan pemerintah pusat yang memprioritaskan perekonomian". Itu nampak dari aturan dalam PSBB yang memperbolehkan pusat perbelanjaan atau mal dibuka.
Tapi pemerintah menyebut perekonomian di Ibu Kota harus tetap berjalan demi kemaslahatan orang banyak.
Sementara itu tidak satu suaranya pemerintah pusat dan daerah mengambil sikap mengenai Covid-19, menurut pakar hukum tata negara, karena manajemen krisis yang salah sejak awal.
Pengamat dari Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adinegara, menyayangkan kebijakan PSBB DKI Jakarta Jilid 2 yang disebutnya sarat kompromi.
Kompromi itu nampak dari keputusan diperbolehkannya pusat perbelanjaan atau mal beroperasi meski dengan kapasitas pengunjung 50%.
Pada PSBB Jilid 1, seluruh mal di Ibu Kota ditutup kecuali bagi toko yang menjual kebutuhan pokok sehari-hari.
"Ini kompromi yang salah," ujar Bhima Yudhistira kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Minggu (13/09).
Bhima menilai jika PSBB total diberlakukan tanpa kecuali maka secara perlahan tapi pasti, akan berdampak positif pada pertumbukan ekonomi di kuartal pertama tahun 2021. Pasalnya, Jakarta menjadi pusat perputaran 70% uang nasional.
Sementara IHSG turun tajam pada Kamis (10/09) lalu tidak semata-mata disebabkan pengumuman PSBB DKI Jakarta. Akan tetapi, katanya, turut disumbang oleh anjloknya harga minyak mentah dan indeks keyakinan konsumen yang rendah.
"Investor nggak kemudian melihat bahwa pengumuman Gubernur Anies Baswedan sebagai satu-satunya faktor. Investor akan membandingkan dengan banyak indikator," jelas Bhima.
"Jadi ketika ada pengumuman (PSBB oleh Anies Baswedan) pasti akan syok terhadap pasar. Tapi hari berikutnya IHSG positif. Jadi IHSG tidak bisa dijadikan patokan satu-satunya karena sangat short term," sambungnya.
Bagi Bhima akan lebih baik jika pemerintah berani mengambil risiko buruk ekonomi ketika memberlakukan PSBB, namun terjadi perbaikan pada kuartal berikutnya. Seperti yang terjadi di China.
"Itu harus diambil daripada situasi seperti ini (resesi) akan lama untuk melakukan recovery."
"Di China dampak dari lockdown pertumbuhan ekonomi minus 6,8% tapi di kuartal kedua positif 3,2%. Selalu ada dampak jangka pendek yang dalam."
Jimly Asshiddiqie: Kesalahan manajemen krisis sejak awal
Banjir kritik yang disampaikan politisi partai pendukung pemerintah maupun menteri Jokowi kepada Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, dinilai pakar hukum tata negara, Jimly Asshiddiqie, terjadi karena kesalahan manajemen krisis yang sejak awal dipilih Presiden Joko Widodo serta dibumbui oleh nuansa politik jelang Pilpres 2024.
Hal tersebut kemudian, katanya, menimbulkan miskoordinasi antara pusat dengan daerah.
Dalam pandangan Jimly, miskoordinasi tersebut tidak akan terjadi jika sedari awal Presiden Jokowi menerapkan Pasal 12 UUD 1945 tentang kondisi darurat. Dengan begitu, kendali keputusan sepenuhnya berada di tangan presiden.
"Manajemen bencana di bawah BNPB, lalu Undang-Undang Karantina Wilayah di bawah Kemenkes, ini saja sudah dua. Lalu dibentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional melalui Perpres. Jadi manajemennya tidak terpadu," ujar Jimly kepada BBC.
"Selebihnya politik, maka jadi begini," sambungnya.
Menurut Jimly, baik pemerintah daerah dan pusat harus seirama dalam memutus kebijakan. Jangan sampai, katanya, muncul persepsi di publik "pemerintah pusat beroposisi dengan pemerintah daerah".
"Pemda itu kan bawahan pemerintah pusat. Ini masalah koordinasi dan motivasi yang dihantui banyak kebencian permusuhan yang belum reda."
"Jadi bukan soal siapa yang salah. Tapi manajemen krisis sejak awal keliru," imbuhnya.
Jimly berharap semua pihak melepaskan kepentingan politik jangka pendek dalam menangani pandemi virus corona.
"Selamatkan dulu kesehatan masyarakat dan keamanan ekonomi rakyat," tandasnya.
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-54140514
Nurut sama pusat






reid2 dan 2 lainnya memberi reputasi
1
713
11


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan