- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Saatnya Tarik Tuas Rem, Pak Jokowi!


TS
Joko.Lee
Saatnya Tarik Tuas Rem, Pak Jokowi!
Quote:

Dalam menghadapi pandemi Covid-19, selalu muncul perdebatan apakah pemerintah seharusnya lebih memperhatikan penanganan dari sisi kesehatan atau ekonomi.
Jika terlalu fokus ke kesehatan, sektor ekonomi akan terganggu karena berbagai pembatasan aktivitas yang diterapkan.
Sementara itu, jika fokus ke ekonomi dengan membuka berbagai aktivitas, akan berisiko meningkatkan penularan Covid-19.
Namun, Presiden Joko Widodo sejak jauh hari sudah menegaskan bahwa sektor kesehatan dan ekonomi sama pentingnya pada masa pandemi Covid-19. Ia pun memperkenalkan konsep keseimbangan gas dan rem.
"Dalam mengelola manajemen krisis ini, rem dan gas ini harus betul-betul seimbang," ujar Presiden Jokowi ketika berkunjung ke Surabaya, Jawa Timur, Kamis (25/6/2020).
"Tidak bisa kita gas di urusan ekonomi, tetapi kesehatannya menjadi terabaikan. Tidak bisa juga kita konsentrasi penuh di urusan kesehatan, tetapi ekonominya menjadi sangat terganggu," lanjut dia.
Presiden Jokowi pun meminta semua kepala daerah menyeimbangkan sektor kesehatan dengan ekonomi saat menangani Covid-19 di wilayah masing-masing.
Ia tak ingin Indonesia jatuh ke jurang resesi yang terlalu dalam karena mengabaikan sektor ekonomi.
Ia sekaligus tak ingin masyarakat mengalami krisis kesehatan berkepanjangan karena mengabaikan sektor kesehatan.
" Gas dan rem inilah yang selalu saya sampaikan kepada gubernur, bupati, wali kota, ini harus pas betul, ada balance, ada keseimbangan," katan dia.
Tarik tuas rem
Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, menilai, pemerintah sudah cukup dalam menginjak gas untuk menggenjot sektor perekonomian melalui pembukaan aktivitas di sejumlah sektor.
Hal itu berdampak pada kasus Covid-19 yang meningkat dan mencapai rekor tertinggi dalam tiga hari berturut-turut, yakni pada Kamis, Jumat, dan Sabtu pekan lalu.
Pada Kamis (27/8/2020), terjadi penambahan jumlah kasus Covid-19 tertinggi dengan 2.719 orang.
Lalu, keesokan harinya, rekor kembali pecah dengan 3.003 orang. Selanjutnya pada Sabtu, angkanya kembali naik menjadi 3.308 orang.
Oleh karena itu, Tri menilai, saat ini adalah saat yang tepat untuk menarik tuas rem.
Ia meminta Presiden Jokowi untuk kembali memperketat pembatasan aktivitas yang bisa menyebabkan penularan Covid-19.
" Rem harus dikencangkan lagi, diperketat lagi. Harusnya tidak ada pelonggaran," kata Tri saat dihubungi Kompas.com, Senin (31/8/2020).
Apabila pemerintah merasa berat dari sisi ekonomi jika pembatasan sosial kembali diperketat, Tri menyarankan agar sosialisasi protokol kesehatan bisa dilakukan dengan lebih masif dan konsisten.
Pasalnya, rekor penambahan kasus tertinggi dalam tiga hari beruntun ini juga disebabkan faktor kedisiplinan masyarakat atas protokol kesehatan yang masih rendah.
Masih banyak masyarakat yang malas memakai masker atau menjaga jarak saat berada di tempat umum.
Namun, Tri melihat rendahnya kedisiplinan masyarakat itu juga disebabkan oleh pemerintah yang tidak serius dalam melakukan sosialisasi.
"Pemerintahnya enggak serius. Pemerintah daerah maupun pusat," kata dia.
Tri menilai, sosialisasi dan edukasi untuk menerapkan protokol kesehatan harus dijalankan secara masif.
Begitu juga sanksi yang diterapkan untuk para pelanggar protokol harus lebih dipertegas.
"Harusnya ada edukasi besar-besaran, dan punishment lebih berat lagi," kata dia.
Tes di bawah standar
Di tengah kasus Covid-19 yang cenderung menanjak, pemerintah mengakui tes spesimen masih rendah.
Artinya, jika tes spesimen ditingkatkan, bukan tidak mungkin kasus akan menanjak lagi.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, angka pemeriksaan terkait Covid-19 di Indonesia masih belum mencapai setengah dari standar World Health Organization (WHO).
Berdasarkan standar WHO, sebuah negara setiap minggunya harus memeriksa 1 per 1.000 penduduk terkait Covid-19.
Untuk mencapai target tersebut, Indonesia dengan jumlah penduduk 267 juta jiwa harus memeriksa 267.700 orang setiap minggu.
"Pada saat ini Indonesia baru mencapai 46,85 persen dari standar WHO tersebut," kata Wiku di Graha BNPB, Jakarta Pusat, Senin (31/8/2020).
Wiku mengatakan, sepekan terakhir atau 24 hingga 30 Agustus 2020, pemerintah memeriksa 125.434 penduduk terkait Covid-19.
Angka itu diklaim meningkat cukup tinggi dibandingkan minggu sebelumnya atau 17 hingga 23 Agustus 2020, dengan jumlah pemeriksaan mencapai 95.463 penduduk.
Pemerintah pun berharap agar pemeriksaan terkait Covid-19 dapat terus meningkat mencapai standar WHO.
Menurut dia, saat ini baru Provinsi DKI Jakarta yang bisa memenuhi standar WHO itu.
Adapun hingga Senin (31/8/2020), kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 174.796 kasus.
Jumlah pasien totalnya ada 125.959 orang. Sementara itu, total pasien Covid-19 yang meninggal di Indonesia mencapai 7.417 orang.
SUMBER
Jika terlalu fokus ke kesehatan, sektor ekonomi akan terganggu karena berbagai pembatasan aktivitas yang diterapkan.
Sementara itu, jika fokus ke ekonomi dengan membuka berbagai aktivitas, akan berisiko meningkatkan penularan Covid-19.
Namun, Presiden Joko Widodo sejak jauh hari sudah menegaskan bahwa sektor kesehatan dan ekonomi sama pentingnya pada masa pandemi Covid-19. Ia pun memperkenalkan konsep keseimbangan gas dan rem.
"Dalam mengelola manajemen krisis ini, rem dan gas ini harus betul-betul seimbang," ujar Presiden Jokowi ketika berkunjung ke Surabaya, Jawa Timur, Kamis (25/6/2020).
"Tidak bisa kita gas di urusan ekonomi, tetapi kesehatannya menjadi terabaikan. Tidak bisa juga kita konsentrasi penuh di urusan kesehatan, tetapi ekonominya menjadi sangat terganggu," lanjut dia.
Presiden Jokowi pun meminta semua kepala daerah menyeimbangkan sektor kesehatan dengan ekonomi saat menangani Covid-19 di wilayah masing-masing.
Ia tak ingin Indonesia jatuh ke jurang resesi yang terlalu dalam karena mengabaikan sektor ekonomi.
Ia sekaligus tak ingin masyarakat mengalami krisis kesehatan berkepanjangan karena mengabaikan sektor kesehatan.
" Gas dan rem inilah yang selalu saya sampaikan kepada gubernur, bupati, wali kota, ini harus pas betul, ada balance, ada keseimbangan," katan dia.
Tarik tuas rem
Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, menilai, pemerintah sudah cukup dalam menginjak gas untuk menggenjot sektor perekonomian melalui pembukaan aktivitas di sejumlah sektor.
Hal itu berdampak pada kasus Covid-19 yang meningkat dan mencapai rekor tertinggi dalam tiga hari berturut-turut, yakni pada Kamis, Jumat, dan Sabtu pekan lalu.
Pada Kamis (27/8/2020), terjadi penambahan jumlah kasus Covid-19 tertinggi dengan 2.719 orang.
Lalu, keesokan harinya, rekor kembali pecah dengan 3.003 orang. Selanjutnya pada Sabtu, angkanya kembali naik menjadi 3.308 orang.
Oleh karena itu, Tri menilai, saat ini adalah saat yang tepat untuk menarik tuas rem.
Ia meminta Presiden Jokowi untuk kembali memperketat pembatasan aktivitas yang bisa menyebabkan penularan Covid-19.
" Rem harus dikencangkan lagi, diperketat lagi. Harusnya tidak ada pelonggaran," kata Tri saat dihubungi Kompas.com, Senin (31/8/2020).
Apabila pemerintah merasa berat dari sisi ekonomi jika pembatasan sosial kembali diperketat, Tri menyarankan agar sosialisasi protokol kesehatan bisa dilakukan dengan lebih masif dan konsisten.
Pasalnya, rekor penambahan kasus tertinggi dalam tiga hari beruntun ini juga disebabkan faktor kedisiplinan masyarakat atas protokol kesehatan yang masih rendah.
Masih banyak masyarakat yang malas memakai masker atau menjaga jarak saat berada di tempat umum.
Namun, Tri melihat rendahnya kedisiplinan masyarakat itu juga disebabkan oleh pemerintah yang tidak serius dalam melakukan sosialisasi.
"Pemerintahnya enggak serius. Pemerintah daerah maupun pusat," kata dia.
Tri menilai, sosialisasi dan edukasi untuk menerapkan protokol kesehatan harus dijalankan secara masif.
Begitu juga sanksi yang diterapkan untuk para pelanggar protokol harus lebih dipertegas.
"Harusnya ada edukasi besar-besaran, dan punishment lebih berat lagi," kata dia.
Tes di bawah standar
Di tengah kasus Covid-19 yang cenderung menanjak, pemerintah mengakui tes spesimen masih rendah.
Artinya, jika tes spesimen ditingkatkan, bukan tidak mungkin kasus akan menanjak lagi.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, angka pemeriksaan terkait Covid-19 di Indonesia masih belum mencapai setengah dari standar World Health Organization (WHO).
Berdasarkan standar WHO, sebuah negara setiap minggunya harus memeriksa 1 per 1.000 penduduk terkait Covid-19.
Untuk mencapai target tersebut, Indonesia dengan jumlah penduduk 267 juta jiwa harus memeriksa 267.700 orang setiap minggu.
"Pada saat ini Indonesia baru mencapai 46,85 persen dari standar WHO tersebut," kata Wiku di Graha BNPB, Jakarta Pusat, Senin (31/8/2020).
Wiku mengatakan, sepekan terakhir atau 24 hingga 30 Agustus 2020, pemerintah memeriksa 125.434 penduduk terkait Covid-19.
Angka itu diklaim meningkat cukup tinggi dibandingkan minggu sebelumnya atau 17 hingga 23 Agustus 2020, dengan jumlah pemeriksaan mencapai 95.463 penduduk.
Pemerintah pun berharap agar pemeriksaan terkait Covid-19 dapat terus meningkat mencapai standar WHO.
Menurut dia, saat ini baru Provinsi DKI Jakarta yang bisa memenuhi standar WHO itu.
Adapun hingga Senin (31/8/2020), kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 174.796 kasus.
Jumlah pasien totalnya ada 125.959 orang. Sementara itu, total pasien Covid-19 yang meninggal di Indonesia mencapai 7.417 orang.
SUMBER
SEGERA LOCKDOWN JABODETABEK PAK JOKOWI
COVID-19 MAKIN MENGERIKAN









3275066 dan 37 lainnya memberi reputasi
34
12K
Kutip
217
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan