Melihat judulnya rada ngeri-ngeri sedap, bisa bikin buku sejarah berubah, bisa-bisa TS di bully oleh korban kekejaman Jepang. Apalagi disini banyak yang paham, bahwa Jepang memberikan kesengsaraan rakyat Hindia Belanda dengan adanya Romusha.
Oke untuk itu kita ambil dulu argument dari buku-buku pelajaran sejarah yang pernah kita baca, apa tidak ada kesalahan? Kita selalu mengklaim bahwa Belanda menjajah Indonesia 350 tahun sedangkan Jepang menjajah 3,5 tahun?
Buat saya ketika membaca hal ini jadi garuk-garuk kepala, ini hitungannya gimana masak negara kecil eropa bisa menguasai nusantara yang luasnya puluhan kali lipat negaranya. Apakah tidak berbenturan dengan Majapahit, Sriwijaya sebagai penakluk nusantara dimasanya?
Bayangkan pasukan mongol saja tidak bisa menjajah di pulau Jawa. Mereka berhasil di pukul mundur oleh Raden Wijaya pendiri Majapahit, dimana saat itu adalah peralihan runtuhnya singasari di daratan Jawa.
Lalu kenapa tahu-tahu nongol angka Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun? Kalau pendudukan wilayah secara militer itu penjajahan, maka Belanda tidak melakukan itu. Niat mereka adalah berdagang dari perusahaan yang bernama VOC atau kepanjangannya adalah Vereenigde Oost Indische Compagnie, tentu saja berhubung kerajaan di nusantara doyan perang mereka sering membantu kerajaan yang ingin berperang dengan perjanjian dan juga upeti sebidang tanah.
Mau lihat isi perjanjian mereka terhadap raja-raja di nusantara? Berikut saya kutip hal tersebut,
Quote:
Secara jelas, untuk mencapai tujuannya mendapatkan laba kompeni atau VOC mendapat hak octrooi atau kewenangan sebagai berikut:
Hak monopoli berniaga
Hak memiliki tanah berdiam
Hak mendirikan benteng pertahanan
Hak membuat perjanjian dengan raja-raja di Hindia
Hak membentuk angkatan perang
Hak melaksanakan kehakiman dan peradilan
Mencetak dan mengeluarkan mata uang sendiri
sumber kutipan
Kalau dah begini bukannya bisa disebut negara dalam negara? Aturan hukum warga Belanda dibuat peraturannya sendiri oleh mereka, lambat laun orang pribumi yang ingin berdagang dengan mereka harus menggunakan hukum yang diberlakukan oleh VOC. Dengan kata lain, politik hukum mereka ini bersifat oportunitis, otomatis hukum yang berkembang di wilayah tersebut harus memakai hukum buatan Belanda.
Nah wilayah-wilayah yang dimiliki VOC ini lambat laun menjadi luas, hingga kekuatan mereka pun sebanding dengan raja-raja dimasa itu. Kalau dah begini salah siapa? Kebodohan siapa? Indonesia? Hush, Indonesia saja belum lahir masa sih mau klaim bahwa nusantara itu Indonesia, apa gunanya kerajaan yang di dalamnya. Itu kekuasaan mereka, bukan Indonesia.
Ingat di nusantara sendiri juga ada perusahaan dagang lain yang berasal dari Inggris, Portugis dan Spanyol. Bahkan di Jayakarta ada East India Company (EIC) dari Inggris. Namun VOC ingin merebut kekuasaan dagang disana hingga terjadi perang antara pasukan Inggris EIC melawan VOC pada 30 Mei 1619, namun saat itu Inggris kalah, dan perdagangan diambil alih VOC. Disinilah Jayakarta menjadi pusat administrasi VOC dan mengubahnya menjadi Batavia.
Apa VOC menguasai kesultanan Banten? Tentu tidak kerajaan Banten dengan Sultan Ageng Tirtayasa masih berjaya, VOC kerap mencari perselisihan dengan Banten dari 1655 hingga 1659.
Kenapa VOC tidak menjajah, karena yang dipakai adalah trik adu domba sebagai contoh di Banten Pangeran Anom dihasut VOC melawan bapaknya Sultan Ageng Tirtayasa di tahun 1682 hingga akhirnya si bapak kalah.
Lalu pada 17 April 1684 kesultanan Banten menandatangani point kerjasama dengan VOC dan dibawah pengaruh VOC. Itu salah satu trik VOC untuk monopoli dagang sebuah wilayah, apakah disebut menjajah?
Hingga dengan trik itu, banyak kerajaan yang akhirnya dikuasai VOC dan lahirlah Hindia Belanda yang lambat laun berafiliasi ke Front Barat, dinamika politik dunia terus berkembang. Hindia Belanda pun mendirikan KNIL sebagai pasukan militer mereka.
Tahun 1942, merupakan hancurnya Hindia Belanda oleh pasukan Jepang. Terlihat yang diduduki Jepang adalah kekuasaan Hindia Belanda bukan Indonesia, karena memang NKRI belum ada ketika itu, bahkan pihak Jepang juga mengisolasi orang Belanda bukan penduduk pribumi, disebut kamp interniran.
Walau akhirnya karena kebutuhan perang warga pribumi akhirnya banyak menjadi korban, dengan adanya romusha dan jugun ianfu dan itu semua disetujui oleh bapak bangsa pendiri NKRI loh!
Yang menarik, ketika Jepang kalah dari sekutu. Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaannya tahun 1945, namun Jepang sendiri tidak mengakui kemerdekaan Indonesia. Lantas, bagaimana Jepang bisa menjajah Indonesia?
Bahkan di battle Surabaya ada andil Jepang yang membantu persenjataan negara yang baru merdeka ini untuk melawan sekutu, bisa dibilang persenjataan Jepang ini canggih bukan bambu runcing. Logikanya gini Jepang invasi Hindia Belanda sudah di antisipasi militer Belanda dan KNIL dibantu pasukan Australia hasilnya mereka kalah.
Kalau persenjataan Jepang tidak canggih, mana mungkin bisa invasi wilayah asia tenggara yang diduduki oleh sekutu front Barat dalam waktu yang cukup singkat. Pangkalan Militer Pearl Harbor saja langsung luluh lantak, begitu mengerikannya kekuatan Jepang bukan?
Ada sebuah wawancara menarik akan saya kutip sedikit saja karena wawancara ini cukup panjang.
Quote:
Aiko Kurasawa, sejarawan asal Jepang yang giat meneliti tentang Indonesia, mengungkapkan dalam buku terbarunya, Sisi Gelap Perang Asia (2019), bahwa sebenarnya ada berbagai macam masalah yang terjadi dalam kurun waktu 12 tahun setelah kemerdekaan (1945-1957).
Menurut Aiko, sebelum hubungan diplomatik kedua negara terbentuk pada 1958, terdapat aspek kemanusiaan yang kerap luput dari perhatian sejarawan. Orang-orang dari kedua negara harus menanggung berbagai masalah yang berkaitan dengan identitas, relasi, dan status kewarganegaraan.
Melalui buku yang diangkat dari disertasi keduanya di Universitas Tokyo tahun 2011 itu, Aiko menawarkan perspektif baru tentang apa yang disebut sebagai korban perang. Baginya, korban perang bukan hanya tentang orang-orang yang kehilangan nyawa atau mengalami penyitaan kekayaan, tetapi juga tentang orang-orang yang terlantar di tempat yang tidak semestinya.
Dengan mengangkat tema tentang suara orang-orang kecil pasca-Perang Asia Pasifik, perempuan kelahiran Osaka 73 tahun silam ini berhasil mengurai kisah tentang orang-orang yang tidak bisa pulang ke tanah air akibat tertahan oleh perang. Sebagian besar dari mereka adalah mahasiswa.
Ada pula kisah tentara Jepang yang memilih kabur dari kemiliteran, lalu menikah dengan perempuan Indonesia. Mereka pada akhirnya terpaksa menelan rasa pahit perpisahan ketika kebijakan repatriasi orang-orang Jepang di Indonesia diberlakukan pada 1946.
Literatur berbahasa Indonesia yang secara khusus membahas nasib orang-orang yang terlantar akibat Perang Asia masih jarang ditemui. Buku yang diterbitkan dari disertasi kedua Anda ini menjadi satu-satunya. Bagaimana kita menempatkan dan memaknai fenomena ini ke dalam historiografi Indonesia periode Jepang dan setelahnya?
Ini memang missing period antara sejarah zaman pendudukan Jepang dan sesudah diadakan hubungan diplomatik antara Indonesia-Jepang. Yang kontemporer cukup banyak ditulis, yang zaman Jepang juga cukup banyak ditulis, tapi periode antara 1945 dan 1957 boleh dikatakan kosong. Untuk menulis buku ini saya mencari bahan-bahan, tapi jarang ketemu. Kecuali sedikit-sedikit memoar yang ditulis oleh orang Jepang.
Jadi, sumber sejarah itu asalnya dari mana?
Banyak dari arsip. Seperti Arsip Nasional Republik Indonesia di Jalan Ampera Raya dan juga arsip di Den Haag, Belanda, mengenai bahan-bahan dari tahun 1945 hingga 1949 saat Belanda masih menguasai Indonesia. Jadi Belanda juga masih mempunyai dokumen dari periode ini.
Tapi kalau tentang masa sesudahnya, antara tahun 1950 dan 1957, saya ketemu di Arsip Departemen Luar Negeri Jepang, karena Arsip Departemen Luar Negeri Indonesia itu belum dibuka untuk umum. Sayang sekali. Kalau kita memiliki akses ke arsip Departemen Luar Negeri Indonesia pada zaman itu, mungkin kita bisa tambah informasinya. Mungkin ada bermacam informasi yang baru.
Yang ada di Arsip Nasional itu di antaranya arsip dari Sekretaris Negara dan Kabinet. Ada beberapa, tapi tidak semua dokumen pemerintah disimpan di Arsip Nasional. Sayang sekali. Kalau itu semua sudah diserahkan, sudah dibuka, mungkin kita bisa mengetahui sejarah baru.
Pemerintah militer Jepang banyak memberangkatkan mahasiswa nantoku (program beasiswa dari pemerintah Jepang untuk orang-orang Asia) selama periode pendudukan di Indonesia. Bagaimana awal mulanya program ini dilaksanakan?
Itu sedikit berbeda, karena mereka itu dikirim oleh pemerintahan militer Jepang. Tidak tentu dengan inisiatifnya sendiri. Memang bukan paksa, tapi rata-rata ditunjuk oleh tentara Jepang dan dikirim. Sehingga tidak selalu ada motif politik. Mereka dipilih oleh tentara Jepang sebagai pemimpin Indonesia di masa depan.
Dari mana biayanya?
Seratus persen dibiayai oleh Jepang. Dan bukan hanya dari Indonesia, tetapi juga dari beberapa negara dari Asia Tenggara itu juga dikirim sebagai nantoku. Jadi, nantoku bukan hanya dari Indonesia.
Setelah kemerdekaan, bagaimana nasib mereka yang masih belajar di Jepang ini?
Seperti yang saya tulis di buku [Sisi Gelap Perang Asia], 107 orang Indonesia ada di Jepang pada waktu itu. Tidak semua mahasiswa karena juga ada istrinya. Uniknya, ada satu orang ibu dari Jawa yang datang ke Jepang sebagai pembantu rumah tangga orang Belanda. Mereka yang berstatus mahasiswa hanya sekitar seratus kurang.
Nasib mereka itu dibagi dua. Memang sebagian besar dari mereka ingin pulang ke Indonesia. Tetapi mereka baru mengetahui bahwa perwakilan pemerintah Indonesia belum ada di Jepang. Agar bisa dipulangkan, secara administratif mereka harus mengakui diri sendiri sebaga citizen Belanda. Barulah Belanda akan memberikan paspor Belanda.
Ada di antara mereka yang menerima itu, juga ada yang menolak. Mereka yang menerima bukan karena mereka tunduk kepada Belanda, tetapi ada alasan penting yang mengharuskan mereka untuk pulang menggunakan paspor Belanda.
Apa Sukarno dan pemerintahannya menyadari kehadiran kelompok-kelompok ini?
Kelompok-kelompok mahasiswa yang telantar di Jepang pernah menulis ke Perdana Menteri Sjahrir. Kemungkinan suratnya dikirim melalui pemerintah Hindia Belanda. Dalam surat itu mereka menanyakan, “Kalau kami mengakui diri sendiri sebagai citizen Belanda, apakah itu berarti kami pengkhianat negara?"
Mereka menanyakan begitu. Lalu Sjahrir menjawab, “Tidak usah khawatir, kami percaya patriotisme kalian, jadi tidak usah khawatir." Kasus lain, melalui bantuan Palang Merah Internasional mereka diizinkan mengirim telegram ke orang tua.
Pemerintahan Sukarno tidak berupaya untuk memulangkan mereka?
Tidak bisa. Meskipun mau, tetapi tidak bisa. Tidak ada dayanya, tidak ada caranya. Setahu saya tidak ada usaha.
Jepang sendiri banyak menempatkan tentara dan tenaga kerja berkebangsaan Jepang untuk melaksanakan program-program militer di Indonesia selama periode perang. Bagaimana nasib mereka ketika tentara Sekutu dan Belanda berkuasa di Indonesia?
Menurut hukum internasional, bangsa Jepang di Indonesia seluruhnya harus repatriasi ke Jepang. Rata-rata tidak keberatan dan siap pulang ke Jepang. Tetapi memang ada pengecualian. Di antaranya ada yang sudah kimpoi dengan perempuan Indonesia dan itu cukup banyak.
Pada zaman pendudukan Jepang, perkimpoian dengan bangsa Jepang dengan orang Indonesia secara resmi tidak diizinkan oleh tentara Jepang. Tetapi kenyataannya, banyak orang Jepang yang memilih berkeluarga tanpa ikatan perkimpoian resmi dan kadang-kadang sudah memiliki anak. Tidak ada statistik, tapi diperkirakan anak yang lahir dari orang Jepang dan perempuan Indonesia jumlahnya ribuan.
Nasib mereka kasihan sekali. Suami harus pulang, tetapi istri tidak bisa ikut karena perkimpoiannya tidak resmi. Mau tidak mau mereka harus ditinggalkan. Perempuan-perempuan Indonesia yang kimpoi dengan orang Jepang lalu bernegosiasi dengan Sekutu yang ada di Batavia. Mereka meminta tolong kepada Sekutu agar mereka dikimpoikan secara resmi dan dibawa ke Jepang.
Kebetulan komandan Sekutu yang bertugas di sini sangat humanis dan mereka berusaha mencari cara hukum untuk meresmikan perkimpoian itu. Akhirnya, hanya ada 140 kasus yang berhasil dinikahkan secara resmi. Kasus perempuan yang ditinggal suaminya pulang ke Jepang jumlahnya jauh lebih banyak.
Tetapi ada kategori ke-3. Pertama, mereka yang berhasil meresmikan perkimpoiannya dan keduanya pulang. Kedua, kategori yang paling banyak itu istri dan anak ditinggalkan. Ketiga, suami lari dari tentara Jepang dan masuk kampung bersama istri untuk menyembunyikan diri. Mereka ini disebut desertir. Jadi, ada tiga kasus berbeda.
Tahun 1946, Menteri Sosial Maria Ulfah diberi tugas oleh Sjahrir untuk merepatriasi orang-orang Jepang di Indonesia. Apa hal ini tidak menandakan adanya keterlibatan pemerintah RI menangani orang-orang Jepang di Indonesia?
Itu permintaan dari pihak Jepang yang disampaikan melalui Belanda. Maksud saya, tidak ada hubungan langsung antara Jepang dan Indonesia pada waktu itu. Harus selalu melalui Belanda. Pada waktu itu ada tiga power: Sekutu, Jepang dan Indonesia. Sampai 1946 ketiganya masih ada. Sesudah tahun itu Jepang pulang.
Pada waktu itu memang ada macam-macam hubungan antara ketiganya. Umpamanya di Pertempuran Surabaya pada November 1945. Memang itu pertempuran antara Indonesia dengan Sekutu, tetapi kenyataannya banyak orang Jepang membantu tentara Indonesia secara tidak formal. Caranya dengan memberi senjata kepada pihak Indonesia.
Kenapa mereka mau melakukan itu?
Pada umumnya, hampir semua orang Jepang pada waktu itu punya simpati terhadap kemerdekaan Indonesia. Hal ini mungkin tidak banyak diketahui. Orang Jepang sebagai pribadi sangat bersimpati terhadap bangsa Indonesia. Kalau mereka disuruh pilih antara Belanda dan Indonesia, pasti mereka pilih Indonesia.
Orang Jepang menganggap Belanda itu musuh, tapi Indonesia itu kawan. Ya, meskipun kawan yang banyak ditindas pada zaman Jepang [tertawa]. Rata-rata bangsa Jepang secara individual bersimpati terhadap kemerdekaan.
Oleh karena itu, meskipun melanggar perintah dari atasan, tentara Jepang diam-diam memberikan senjata dan sebagainya. Tapi ini bukan hubungan antarnegara. Pemerintah Jepang secara resmi tidak membantu Indonesia karena bisa melanggar hukum internasional.
Artinya ada kedekatan tentara Jepang di tingkat sipil?
Ya, di bawah, grassroot. Kenyataannya ada.
Sukarno pernah mengajak rakyat untuk menjadi romusa. Apa yang dilakukannya saat mendapati banyak tenaga romusa yang kesulitan pulang?
Tentang kelakuan Sukarno terhadap masalah itu tidak ditemukan arsipnya.
Menurut Anda, apakah penelitian tentang masalah repatriasi dan pampasan Perang Asia Pasifik ini masih memiliki potensi untuk digali lagi?
Ya, tentu saja. Seperti yang tadi saya sebut, kalau arsip pemerintah Indonesia dibuka, mungkin ada banyak hal-hal baru. Jadi, saya sangat mengharapkan peneliti-peneliti Indonesia yang muda mengkaji topik ini.
Pemerintah Jepang sendiri apakah cukup terbuka menyikapi penelitian-penelitian tentang dampak-dampak pendudukan Jepang di Asia?
Interpretasinya lain, macam-macam. Di antara pembesar-pembesar pemerintahan Jepang pun ada perbedaan opini. Secara formal, pemerintah Jepang mengakui atas kesalahan Jepang yang dilakukan selama perang. Tetapi, selalu ada sekelompok orang yang tidak mau mengakui dan sampai sekarang masih ada.
Menurut interpretasi mereka, Jepang berperang untuk menolong bangsa Asia menghadapi Inggris, Belanda, dan Amerika yang saat itu menjajah Asia. Maksud Jepang pada awalnya ialah untuk menolong atau membebaskan Asia dari belenggu Eropa dan Amerika. Ini interpretasi mereka. Sekarang, kelompok-kelompok muda yang tidak mengerti tentang apa yang sebenarnya terjadi mulai mengakui interpretasi ini.
Saya sangat senang jika interpretasi ini benar, tapi kenyataannya tidak demikian. Saya sudah mengadakan banyak wawancara di sini [Indonesia] tahun 1980-an dengan petani-petani di desa. Mereka semua mengalami kesulitan kehidupan. Makanan kurang, tenaga kerjanya diambil sebagai romusa. Banyak yang meninggal akibat kelaparan. Banyak pula terjadi kekerasan. Oleh karena itu, saya tidak bisa mengakui tujuan dari pemerintah Jepang berperang untuk menolong bangsa Asia.
Mungkin, seperti yang tadi saya sebut, rata-rata orang Jepang bersimpati ke orang Indonesia daripada ke orang Eropa, tetapi yang lebih penting ternyata untuk mendapatkan kekayaan alam yang dibutuhkan untuk mempertahankan daya produksi industri di Jepang.
Sebagian unsur pemerintah Jepang ingin melakukan pembenaran terhadap kelakuan Jepang dengan cara mengatakan bahwa alasan berperang adalah untuk menolong kemerdekaan. Itu menurut saya bohong.
Bagaimana dengan janji kemerdekaan dari Jepang?
Kalau menurut saya, itu by product. Hasil yang kebetulan keluar. Bukan yang dimaksudkan. Jepang mengadakan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, di sana dibahas pembuatan Undang-Undang Dasar. Memang persiapan kemerdekaan boleh dikatakan dibantu oleh Jepang, tetapi ini bukan keinginan pertama Jepang pada waktu itu.
Jepang terpaksa karena situasi perang sudah sangat susah. Mulai Agustus 1944, situasi Jepang sudah sangat sulit. Jepang kalah terus dan sudah tidak ada harapan untuk menang. Di lain pihak, di Indonesia sudah timbul banyak pemberontakan terhadap Jepang, seperti pemberontakan petani, pemberontakan Peta, pemberontakan kaum Muslim juga sudah dimulai.
Sukarno dan kolaborator Jepang yang lain sudah mulai khawatir. Jika hal ini berlanjut, orang-orang Indonesia tidak mau bekerjasama lagi dengan Jepang dan itu celaka sekali. Untuk mencegah timbulnya kerusuhan, pembesar Jepang terpaksa mengakui dan membuat janji pada September 1944 bahwa di kemudian hari Jepang akan memerdekakan Indonesia.
sumber kutipan
Disini kita bisa melihat apa tujuan bangsa asing datang ke nusantara? Sumber daya alam, lantas apakah dengan nama merdeka kita sudah menguasai sumber daya alam kita untuk kepentingan bangsa dan rakyatnya sendiri? Mungkin kalian bisa buka UUD 1945 di Pasal 33 dan 34 terlihat jelas saat ini hanya namanya saja yang merdeka, karena perekonomian diatur oleh tuan tanah yang berkuasa, bukan asas kebersamaan.
Lantas ketika itu terjadi apakah kita sedang dijajah oleh para tuan tanah? Atau kita tetap merdeka? Entahlah apa pandangan kalian ketika suatu saat nanti tuan tanah ini bisa membuat pasukan militer sendiri? Saya, c4punk see u next thread.
"Nikmati Membaca Dengan Santuy"
***
Tulisan : c4punk@2020
referensi :
klik
Pic : google

