Kementerian Pertanian (Kementan) mencabut sementara Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) No 104/2020. Ada kontroversi dalam beleid tersebut yaitu masuknya ganja (Cannabis sativa) sebagai salah satu komoditas binaan pertanian.
Sebenarnya ini bukan hal yang baru, karena ganja sudah ada dalam daftar binaan seperti tertuang dalam Kepmentan No 51/2006. Pengaturan ganja sebagai kelompok komoditas tanaman obat, hanya bagi tanaman ganja yang ditanam untuk kepentingan pelayanan medis dan atau ilmu pengetahuan, dan secara legal oleh Undang-undang (UU) Narkotika.
"Saat ini belum dijumpai satu pun petani ganja yang menjadi petani legal, dan menjadi binaan Kementan. Pada prinsipnya kementerian memberikan izin usaha budidaya pada tanaman sebagaimana dimaksud pada Kepmentan 104/2020. Namun dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam Peraturan Perundang-undangan," sebut Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Tommy Nugraha Kementan, seperti dikutip dari keterangan tertulis.
Oleh karena itu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memutuskan mencabut sementara Kepmentan No 104/2020 dan segera melakukan koordinasi dengan lembaga terkait. Kemetan akan secara aktif melakukan edukasi bersama Badan Narkotika Nasional (BNN) terkait pengalihan ke pertanian tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, di daerah-daerah yang selama ini menjadi wilayah penanaman ganja secara ilegal.
Meski ganja secara umum adalah barang terlarang, tetapi ya itu tadi, bisa menjadi legal asal untuk tujuan tertentu. Buktinya, Badan Pusat Statistik (BPS) punya catatan ekspor-impor produk turunan tanaman yang punya nama julukan cimeng tersebut.
Untuk ekspor, ada dua golongan barang turunan ganja yang dijual ke luar negeri. Berikut perincian volume dan nilai ekspornya selama periode Januari-Juni 2020:
Sedangkan di sisi impor, Indonesia juga mendatangkan produk-produk turunan ganja. Berikut perincian produk, volume, dan nilai impornya selama Januari-Mei 2020: