devarisma04Avatar border
TS
devarisma04
Ketagihan nonton film Dewasa


Aku menatap rak buku yang berwarna cokelat itu. Ada sejumlah buku yang seharusnya aku pinjam. Namun peraturannya setiap orang hanya boleh meminjam empat buku. Seorang teman yang kukenal ketika semester tiga datang mehampiri.

Gurat sendu dari wajahnya terbaca jelas. Perempuan ini sedang ada masalah. Aku duduk menepi dengannya di sebuah meja dekat rak buku.

“Fi, kamu ada uang, pinjamin aku bentar?” culasnya dengan lembut.

“Berapa say?” jawabku dengan nada serius.

“Tiga juta,” ujarnya dengan suara parau.

Kutaksir temanku ini habis menangis.
Bola mataku membesar seperti mau keluar. Kedua alisku bertemu. Sejenak mengingat jumlah saldo di rekening.

“Maaf say, aku engga ada uang sebanyak itu.” Tanganku menggenggam tangannya.

“Ya sudah engga apa Fi. Aku permisi duluan ya!” ucapnya lalu segera membalikkan badannya.

Aku merasa sangat tidak berguna. Ketika ada teman yang begitu membutuhkan aku malah tidak bisa membantu.

**

Setiap hari weekend, aku bekerja di sebuah toko busana muslim. Sebagai buruh part time. Alih-alih untuk membantu orang tua di kampung. Aku mencoba berdiri kari sendiri dalam melanjutkan kuliah yang sudah hampir di penghujung.

Kebetulan Toko Pondok Muslim. Satu-satunya toko yang mau mempekerjakan mahasiswa sepertiku. Selain bekerja, di toko itu aku mendapat tempat tinggal gratis. Tentu ini sangat membantu keuanganku.

Apalagi, dengan berbagai fasilitas toko seperti listrik, wifi, air semuanya free. Siapa yang tidak betah bekerja disana. Aku merasa sangat beruntung bisa diterima bekerja di toko tersebut. Terlebih lagi owner Toko PM begitulah kami menyebutnya sangat friendly.

Aku mencoba menggunakan fasilitas toko sebaik mungkin. Tak terkecuali WiFi. Banyak teman-teman yang minta main ke toko sekedar untuk menikmati WiFi gratis. Ya, aku tidak bisa sebebas itu membawa teman ke toko. Apalagi untuk menikmati fasilitas wifi saja.

Namun ada satu orang yang tidak bisa kutolak. Dia Riska Anami, perempuan berkulit putih. Dan Menurutku dia terlalu putih. Bahkan sudah seperti mayat kalau bibirnya tidak dipoles lipstik. Perempuan yang menemuiku di perpustakaan Minggu lalu.

Hari itu, aku menampungnya di kamarku. Karena katanya dia sudah habis kontrakan. Sedangkan Ibunya belum mengirim uang. Aku tidak punya uang untuk membantu keadaan Riska saat ini.

Aku meminta izin sama Umi pemilik toko. Agar memperoleh dia Riska tinggal ditoko sementara waktu.
Riska anaknya baik dan sedikit pendiam. Kata orang sih Riska introvert.

Menurutku iya juga. Riska sangat susah menceritakan hidupnya kepada orang lain. Hobinya baca novel dan nonton.
Sangat berbanding terbalik denganku yang cerewet dan sangat acuh dengan aneka ragam perfilman. Bahkan nyaris tidak tahu apa-apa. Walaupun demikian, hanya denganku Riska bisa berteman akrab. Dan mau berbagi cerita sedikit tentang kehidupannya.

Riska memang tidak suka main dan bergaul sana-sini. Kalau tidak kuliah ya di rumah. Bahkan iya sanggup bergadang untuk menghabiskan episode film. Aku rasa dia terlalu menikmati kesendiriannya.

Aku tidak tahu apa yang dia tonton. Karena setiap menonton Riska selalu memakai headset. Aku juga tidak bertanya soal itu.

Hari itu entah bagaimana. Aku sedang mengetik tugas, tiba-tiba laptopku lawbhat. Sedangkan charger ketinggalan di lantai bawah. Aku malas sekali untuk turun. Di pojok lemari terlihat laptop Riska dalam sarung hitam dengan gambar hello Kitty disulam dengan benang pink. Laptop itu terbuka begitu saja sambil dihubungkan charger.

Aku terpikir untuk memakai laptop Riska. Aku yakin Riska tidak akan keberatan. Beberapa kali aku mencoba menghubunginya. Tapi nomornya tidak bisa dihubungi. Mungkin saja Hapenya lawbhat juga.

Segera kuraih laptop yang jauh lebih mahal dari harga laptopku. Ternyata tidak dimatikan, hanya dalam mode sleep. Saat aku menekan salah satu tombol. Segera muncul video dengan bunyi yang membuatku terperanjat. Dan lebih terperanjat lagi. Saat mataku menangkap adegan di dalam video itu.

Aku tidak tahu apakah memang film dewasa atau hanya sekilas ada adegan dewasa. Segera aku menekan tombol keluar. Ternyata, tidak langsung keluar namun pada file tersimpan sejumlah film dewasa. Aku membaca semua judulnya yang sangat jorok itu.

Tanganku bergetar, jantungku berdegup kencang. Aku tidak habis pikir, bagaimana mungkin kawanku yang polos ini bisa koleksi film jorok seperti itu.

Aku jadi kepikiran untuk mengotak atik laptopnya. Ada banyak lagi sejumlah film dan gambar yang tersimpan di tempat lain. Aku segera mematikan laptop itu. Seraya beristighfar berkali-kali. Aku gemetar, Sudah dua puluh tahun umurku. Aku belum pernah melihat sejenis film jorok seperti itu.

Orang tuaku melarang keras melihat video dewasa. Peringatan pertama ketika aku diberikan fasilitas barang elektronik dulu. Kata Mama, orang suka nonton film dewasa akan mudah stres dan susah belajar. Aku tidak tahu benar atau tidak. Intinya aku takut melihat sejenis konten pornografi tersebut.

Aku menenangkan diri diatas tempat tidur. Sejenak berpikir, dan ini benar-benar diluar dugaanku. Aku seperti tidak percaya. Hingga akhirnya aku berpura-pura tidak tahu terhadap isi laptop Riska. Untuk menyelidikinya lebih lanjut.

Malamnya, ketika Riska sibuk dengan buku-buku. Aku sedikit usil menanyakan kenapa dia tidak nonton malam ini.

“Ris, enggak nonton malam ini?”

“Nonton Fi bentar lagi. Eh, tumben nanya?”

“Bukan apasih. Biasanya kamu siap 'isya langsung nonton. Nonton apasih?”

“Aku siapin tugas dulu. Nanti kalau sudah siap tugas baru nonton.”

“Kamu nonton apa aku mau jugalah!”

“Aku nonton drakor!”

“Bagi dong malam ini aku mau nonton kayanya.”

“Bentar ya aku siapain ini dulu.”

“Aku ambil sendiri bolehkan?”

“ Jangannnn,” Riska langsung mencegah tanganku yang sudah memegang laptopnya.

“Kenapa?”

“Kamu engga tahu dimana filenya!” Wajah Riska terlihat gugup.
Riska segera meminta flashdisk dan memindahkan drama korea untukku. Sedangkan laptopnya berposisi membelakangiku.

Setelah dia memindahkan drama tersebut. Seketika dia mematikan laptop. Lalu meletakkannya tepat diatas bantal tidurnya. Aku hanya kebingungan melihat tingkahnya. Aku berpura-pura menonton drakor itu. Hingga kantukku menyerang. Aku memang ada jadwal tidur. Tidak boleh lewat jam 23:00.
Malam itu, entah bagaimana aku tidak tertidur nyenyak. Fikiranku terlalu serius memikirkan keadaan Riska.

Jam 3 dini hari, aku terbangun. Nyatanya Riska masih menonton diatas tempat tidurnya. Dalam keadaan gelap hanya lampu monitor laptopnya yang nampak. Aku berpura-pura melompat terkejut oleh kecoak kearah Riska. Lantas aku duduk tepat disampingnya. Dia langsung terkejut.

“Ada apa Fi?”

“Kecoak,”

“Mana ada tadi disini.”

“Ah, kamu ini.”

Riska seperti kesal. Sekilas aku berhasil melihat video di layarnya sebelum ditutup. Ya, Riska sedang menonton film dewasa.

**
Esoknya lagi aku berhasil membuka telepon pintarnya. Di YouTube ada sejumlah histori tontonan dia selama ini. Belum lagi di galeri ada banyak video dan gambar dewasa.

Hatiku seperti tidak menerima kenyataan bahwa Riska kecanduan konten pornografi. Aku tahu Riska anak korban broken home. Dia kekurangan kasih sayang apalagi perhatian orang tua. Selama ini Riska tinggal sama Nenek. Setiap bulan orang tuanya yang telah memiliki kehidupan baru mengirim uang untuknya.

Aku harus menolong Riska. Agar berhenti melihat konten pornografi itu. Tapi aku tidak tahu bagaimana cara memulai pembicaraan dengannya.
Hingga suatu hari, aku memaksa diri untuk menanyakan persoalan tersebut. Aku mencoba berbicara dari hati kehati. Sebagai orang yang sangat menyayanginya.

Seketika Riska menangis saat mendengar pertanyaanku. Dia memeluk erat, gurat pilu yang terbaca dari wajahnya. Aku membiarkan wajahnya terbenam dalam pelukku. Biarlah Riska menangis sepuasnya. Aku tahu dia tidak punya sandaran siapa-siapa untuk berbagi cerita.

“Ris, ada apa?” tanyaku lembut ditengah Isak tangisnya.

Segera dihapus air matanya dengan kasar. Duduk sigap memintaku mendengarkan masalahnya.
“Orang tuaku bercerai saat aku kelas VII. Lalu aku tinggal bersama Nenek dan dua sepupu lain. Orang tuaku lumayan berpenghasilan, terutama Mama.

Apapun yang kumau selalu ada. Kecuali kasih sayang dan perhatian. Sejak kelas VII Mama memberikan laptop dan hape yang bagus. Katanya untuk belajar. Tapi aku tidak tahu harus belajar apa. Karena tidak ada yang mengarahkan. Papa dan Mamaku setiap bulan mehubungiku menanyakan uang. Jarang sekali mereka menanyakan tentang sekolahku. Tidak ada yang mau berteman denganku dengan tulus. Mereka hanya memanfaatkan uangku. Aku benci terhadap semua orang kecuali Nenek yang sangat menyayangiku.” Riska memulai cerita.

“ Saat itu pula, aku sering dirumah. Aku mengotak -atik laptop dan Hape. Hingga aku paham tentang Googling. Aku memang suka membaca novel. Ketika stok novelku habis. Aku membaca cerita-cerita di internet. Hingga suatu hari aku membaca cerita dewasa. Aku tidak paham walaupun diatas tertulis cerita untuk +17. Aku ketagihan membacanya. Hingga aku mencari cerita yang lain. Dikelas ViI pula aku mulai menstruasi pertama. Keinginan tahuku sangat tinggi. Semuanya yang menjadi pertanyaanku aku cari di google. Termasuk tentang orang vital lawan jenis.

Kemudian aku paham tentang berkenalan dengan YouTube. Semakin mempermudah aku mencari konten dewasa. Jika dulu aku harus mendownload dari berbagai konten yang tersebar di google. Kehadiran YouTube membuat aku sanggup bergadang semalaman. Kemudian aku semakin mahir dalam searching di internet. Bahkan situs-situs porno yang ilegal aku tahu. Semenjak itu pula hingga sekarang. Aku sudah menonton ratusan film dewasa itu.” Riska melanjutkan ceritanya.

“Aku menyesal Fi. Tapi, aku tidak tahu bagaimana berhentinya. Sangat banyak efek buruk yang kualami. Bahkan aku sudah menyerahkan kehormatanku pada kakak kelasku dulu waktu kelas XI. Karena aku tidak bisa lagi mengontrol nafsuku.” Isak tangisnya kembali pecah.

Aku seperti tidak percaya terhadap semua ini. Aku memeluknya erat. Mau marah, sepertinya amarahku bukan solusi. Mau mencecarnya dengan berbagai dalil seperti juga tidak guna.

“Riska, bertobatlah. Stop stop semua itu. Aku ada disini untukmu.” Lirihku dengan lembut.

“Bantu aku Fi,” pintanya.

“Orang lain ada yang tahu tentangmu ini?” tanyaku.

“Tidak Fi. Tidak ada yang tahu kecuali kamu dan Kakak kelasku dulu yang masih terus berhubungan hingga kini. Dia adalah partnerku untuk menyalurkan hawa nafsu.”

“Orang tuamu bagaimana?”

“Mereka! Mereka bahkan nyaris akhir-akhir ini sangat jarang mengirimku uang. Apalagi perhatian. Aku ini bagai beban dalam hidup mereka,” ketusnya sambil memhembus nafas dengan kasar .Aku paham bagaimana posisinya.

Aku berjanji akan menolong Riska agar berhenti untuk menonton konten dewasa itu. Aku ingin menyelamatkannya yang sudah terlalu jauh bergelimang dengan perkara zina.
Aku memohon padanya agar mendengar permintaanku. Jika dia benar-benar ingin berubah. Aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyembuhkan penyakit kecanduannya itu.

Keesokannya aku bertanya kesana kemari bagaimana menyembuhkan orang kecanduan pornografi. Aku bertemu dengan psikologi dan petua agama. Mereka memberikan saran agar memberikan perhatian penuh pada Riska. Serta buat hari-harinya aktif dan sibuk.

Akhirnya aku mengajak Riska berbaur dengan berbagai kegiatan. Bahkan aku menyuruhnya bekerja di sebuah kedai kue. Otomotis Riska sangat sibuk hingga sore. Malamnya aku mengajak Riska mengaji di balai pengajian terdekat. Aku juga menyita laptopnya.

Bahkan, Riska menjual laptop dan handphonenya. Lantas hanya memakai sebuah telpon pintar yang hanya memuat aplikasi WhatsApp. Untuk mehubungnya dengan teman kuliah.
Empat bulan Riska bisa mengoptimalkan dirinya dari kecanduan film dewasa itu. Aku sangat senang, kemudian dia kembali mencari kos sendiri. Pun sebentar lagi kami akan bergelut dengan skripsi.

Kini Riska bukan lagi anak pendiam tanpa banyak berteman. Kini Riska yang aktif dalam berorganisasi, bekerja da juga kuliahnya yang sudah penghujung. Yang membuatnya paling berbahagia. Riska sudah tidak lagi meharap uang orang tuanya.

Setahun setelah kejadian itu. Aku dan Riska dan teman-teman lain telah sigap dengan toga. Sebagai sarjana muda dari jurusan Ekonomi. Setelah acara wisuda selesai Isak tangis Riska pecah. Karena kedua orang tuanya tidak datang. Namun disisi lain Riska punya aku dan keluarga yang siap mehiburnya.
Diubah oleh devarisma04 24-08-2020 16:21
gaunkwibowo
Shyesun.pucha
mmuji1575
mmuji1575 dan 28 lainnya memberi reputasi
27
8.9K
65
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan