Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ikardusAvatar border
TS
ikardus
Dibongkar ICW, Soal BuzzerRp Heboh Lagi, DS: Mau Gimana Lagi? Berubah atau Mati
Pernyataa Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha bahwa pemerintah Joko Widodo (JKW) telah menggelontorkan dana mencapai Rp 90,45 miliar hanya untuk influencer sejak 2014, menjadi sorotan warganet di sosial media.

Pernyataan ICW ternyata didasarkan pada data Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).


Egi memaparkan bahwa ICW menggunakan kata kunci influencer dan key opinion leader di LPSE sejak awal era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Hasilnya terdapat jumlah paket pengadaan mencapai 40 dengan kata kunci tersebut.

"Anggarannya mencapai Rp 90,45 miliar. Anggaran belanja bagi mereka (influencer) semakin marak setelah 2017, mulai ada sejak itu. Hingga akhirnya meningkat di tahun-tahun berikutnya," ujar Egi dalam diskusi dinukil Tempo.co, Kamis, 20 Agustus 2020.

Egi juga menegaskan bahwa secara umum, total anggaran belanja pemerintah pusat terkait aktivitas digital adalah Rp 1,29 triliun sejak 2014. Kenaikan signifikan terjadi dari 2016 ke 2017. Pada 2016, anggaran untuk aktivitas digital hanya Rp 606 juta untuk 1 paket pengadaan saja. Namun pada 2017, angka paketnya melonjak menjadi 24 dengan total anggaran Rp 535,9 miliar.

"Karena kami tak lihat dokumen anggaran, dan LPSE itu terbatas, maka tak menutup kemungkinan ini secara jumlah sebenarnya lebih besar. Bisa jadi lebih besar dari Rp 1,29 triliun, apalagi jika ditambah pemerintah daerah," kata Egi.

Dari data tersebut, instansi yang paling banyak melakukan aktivitas digital adalah Kementerian Pariwisata dengan pengadaan 44 paket, disusul oleh Kementerian Keuangan dengan 17 paket, lalu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan 14 paket.

Namun uniknya, menurut Egi, anggaran terbesar untuk aktivitas digital justru adalah Kepolisian RI. "Meski sedikit secara jumlah paket pengadaannya (12 paket) dibanding Kementerian Pariwisata, namun nilai pengadaan mencapai Rp 937 miliar," ujar Egi.

Egi mengatakan bahwa ICW telah membuat sejumlah catatan. Salah satunya adalah pemerintah telah dan akan menggelontorkan anggaran publik terkait dengan aktivitas digital. Apalagi beberapa paket pengadaan masih berjalan hingga saat ini.

"Dari situ nampak Jokowi tak percaya diri dengan program-programnya sehingga perlu menggelontorkan dana untuk influencer," ujar Egi.

Respons Denny Siregar

Menanggapi pernyataan ICW, pegiat media sosial Denny Siregar membuat catatan panjang di akun FB-nya, Kamis malam (20/8/2020). Catatan itu berjudul "Para Dinosaurus."

"Indonesian Corruption Watch tiba2 mencoba membangun framing bahwa Jokowi sedang menghambur2kan uang utk membayar influencer sampe 90 miliar rupiah," cuit Denny mengritisi ICW.

"Mungkin ICW lagi suntuk gada kerjaan, atau mungkin didalamnya isinya dinosaurus semua. Mereka lupa, bahwa ini era media sosial bukan lagi era media mainstream," lanjutnya.

Denny mempertanyakan, "Memangnya kenapa kalau pemerintahan Jokowi pake influencer utk sosialisasikan program2nya?"

"Jelas jauh lebih murah daripada harus bayar iklan di tv 25-50 juta rupiah per 30 detik. Atau puluhan juta kalau pasang di media online. Atau malah miliaran rupiah per titik kalau harus pake bilboard," tuturnya.

"Saya dulu pernah nulis bahwa media online atau mainstream itu seperti taksi dan ojek yang berjaya di zamannya. Tapi ketika ojek online datang, mereka ngamuk bahkan sampe menghadang di jalan," lanjutnya.

"Mau gimana lagi? Berubah atau mati, itu saja poinnya..," ungkap Denny.

Berikut catatan lengkap Denny Siregar:

PARA DINOSAURUS

Saya lucu baca berita ini..

Indonesian Corruption Watch tiba2 mencoba membangun framing bahwa Jokowi sedang menghambur2kan uang utk membayar influencer sampe 90 miliar rupiah.

Mungkin ICW lagi suntuk gada kerjaan, atau mungkin didalamnya isinya dinosaurus semua. Mereka lupa, bahwa ini era media sosial bukan lagi era media mainstream.

Memangnya kenapa kalau pemerintahan Jokowi pake influencer utk sosialisasikan program2nya ?

Jelas jauh lebih murah daripada harus bayar iklan di tv 25-50 juta rupiah per 30 detik. Atau puluhan juta kalau pasang di media online. Atau malah miliaran rupiah per titik kalau harus pake bilboard.

Sudah sejak lama sebenarnya ada kecemburuan luar biasa dari media mainstream kepada para influencer. Mereka terus menyerang dengan istilah "buzzeRp". Bahkan Tempo sampai harus menyediakan halamannya hanya khusus membahas tentang itu.

Media2 mainstream dan online, sebenarnya pendapatan mereka dulu banyak dari sosialisasi program pemerintah pusat dan daerah. Tapi karena pemerintah sekarang lagi ketat biaya, mereka alihkan sosialisasinya ke influencer. Lebih murah dan efektif.

Inilah yang membuat media online dan wartawan2 dinosaurus dan sombong itu, ngamuk. Mereka merasa, kasta mereka lebih tinggi dari para influencer/blogger. Mereka bahkan tidak belajar dari jatuhnya Nokia dulu karena sombong dan meremehkan perubahan zaman ketika orang sudah pelan2 pake android.

ICW juga mungkin kayaknya sama, kehilangan pendapatan. Biasanya mereka dapat "amplop" kalo nulis atau kasih berita di media online, sekarang gak lagi. Jadilah cari-cari alasan untuk mengutik kebijakan pemerintah.

Saya dulu pernah nulis bahwa media online atau mainstream itu seperti taksi dan ojek yang berjaya di zamannya. Tapi ketika ojek online datang, mereka ngamuk bahkan sampe menghadang di jalan.

Tapi dunia sudah berubah, suka atau tidak suka. Media online atau mainstream, harus bisa menurunkan harga dirinya untuk bekerjasama dengan influencer supaya ada yang baca beritanya. Mirip dengan Bluebird yang mau beradaptasi dan bekerjasama dgn Gojek kalau gak terlibas zaman.

Saya sendiri dulu, sering diminta untuk menulis atau menshare berita di media online. Disana saya dapat penghasilan. Karena ada juga media online yang sadar, bahwa jendela untuk masuk ke portal beritanya paling efektif lewat media sosial.

Lihat saja, kalau ga waspada, Tempo, Kompas, Detik dan banyak media online lainnya akan hancur kalau tidak mau beradaptasi dan berjalan seiring dgn influencer atau media sosial.

Mau gimana lagi ?

Berubah atau mati, itu saja poinnya..
Tapi ya, kalau masih para dinosaurus yang pimpin perusahaan media, alamat mereka bentar lagi punah. Harus berubah, cari yang muda2 sebagai pimpinan yang bisa adaptasi dgn situasi.

Atau kelak cuman bisa seruput kopi di warkop aja sambil gigit jari. Mana gelasnya bau sabun lagi..
Seruput ah...

Denny Siregar

Sumur
https://www.netralnews.com/peristiwa...ubah-atau-mati


Stop semua bantuan hibah tahunan ke lsm seperti icw walhi dan ormas2 kecuali ormas pemuda pancasila, banser nu. Bikin keputusan presiden paksa wan baik dki dan daerah lainnya stop dana hibah ke ormas. Alihkan semua buat penananganan dan sosialisasi untul corona..
Biar adil! Ya ga droon..?

Quote:


Quote:
Diubah oleh ikardus 21-08-2020 04:19
nomorelies
jazzcoustic
trimusketeers
trimusketeers dan 7 lainnya memberi reputasi
8
3.6K
54
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan