- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Tanah Angker (Part 2)
TS
anggarido
Tanah Angker (Part 2)
...Lanjutan "Pindah Ke Tanah Angker"
Quote:
. . . Banyak hal aneh yg terjadi di rumah baruku ini tapi yg ku herankan malah membuat ibuku sedikit demi sedikit berani, mungkin ia berfikir akan pindah kemana lagi jika di rumah ini pun ia takut.
Puluhan tahun ayahku bekerja, tak terasa ia akan mendekati masa pensiun. Sebagaimana pada umumnya, jika orang akan mendekati masa pensiun mulai memikirkan usaha untuk menyambung hidup. Jadi lah ibuku berinisiatif untuk membuka toko sembako dengan barang dagang pokok yaitu beras. Ayah dan ibuku mulai sibuk mencari agen dan penggilingan padi di sekitar madiun untuk mensuplai barang dagangan calon usaha baru ayah ibuku sampailah akhirnya mereka menemukan suplier untuk mengisi toko baru ayah ibuku. Akhirnya ibuku dirumah memiliki kesibukan lain selain mengurus rumah sambil menunggu ayahku pensiun. Bulan demi bulan dilalui dengan relatif lancar tapi menginjak bulan ke enam, hambatan itu muncul. Dimanapun selalu ada orang² tolol dan iri akan kemunculan pesaing baru, itupun yg di rasakan ibuku. Perlahan toko milik ibuku sepi pengunjung dan permintaan. Ibuku mencoba berfikiran positif menghadapi itu, toh yg namanya usaha tak ada yg naik terus, jatuh bangun harus tetap dilalui dan dihadapi.
Tapi ayah yg memiliki signal lebih kuat dari kami dirumah yg merasakan hal yg tak beres. Dimulai dari suatu hari saat ibuku akan memisahkan beras yg harga tinggi, sedang dan rendah dan akan dibersihkan, mengeluarkan beras dari karung, saat di letakkan ke tampah beras tersebut berwarna merah darah disertai bau anyir yg menusuk hidung. Ibuku yg terheran-heran melihat itu langsung menelfon ayahku, kata ayahku biarkan saja beras yg berwarna merah tsb jangan di jual dulu. Sepulang ayahku bekerja pada sore hari, ia penasaran dgn beras yg diceritakan ibuku siang tadi. Saat ibuku akan menunjukkan ke ayahku karungan yg sudah disendirikan tsb beras itupun kembali berwarna putih. Ayahku terdiam melihat fenomena itu, ia tersadar akan beberapa hari ini ada beberapa keriskoleksinya bergetar saat malam hari, tak ku ketahui asal keris tsb dan namanya tapi menurut pengakuan ayahku keris itu akan seperti mengirim signal jika keluargaku dalam atau akan mengalami kesusahan entah lewat mimpi ataupun bergetar secara fisik.
Lalu malamnya ayahku memutuskan berdiam diri di kamar belakang/kamar tamu. Kamar tsb adalah kamar favorit ayahku karena memang di kamar tsb sedikit kedap suara jika pintu ditutup, Tak ada ventilasi sedikitpun selain pintu karena memang bersebelahan dengan musholla dan kamar mandi belakang. Lampunya juga redup, saat ibuku meminta agar mengganti lampu dengan watt yg agak besar, "Jarno, enak ngene, tamune langsung turu.." (Biarkan, enak begini, tamunya langsung tidur).
Sering ayahku sekedar merenung dan bersemedi di kamar belakang sampai pagi tak ku ketahui apa maksudnya, mungkin karena sifatku yg terlalu acuh dan tak begitu berminat bertanya. Sering juga tamu-tamu entah dari keluarga ataupun teman ayahku menginap dan tidur di kamar belakang mengaku tak bisa tidur dengan nyenyak karena merasa ada yg mengawasi ketika lampu padam, ketika pagi bercerita ke ayahku ia hanya tertawa, memang pembawaanya suka iseng.
Singkatnya ayahku akhirnya malamnya bersemedi di kamar belakang sampai pagi, menurut pengakuannya ia didatangi oleh guru spritualnya dulu saat di trenggalek MBAH UCENG yg sudah bertahun² meninggal dunia. Kata beliau *Mbah Uceng*, ayah sudah tak waspada lagi dan terlalu memikirkan duniawi hingga pagar ghaibnya masih bisa tertembus oleh orang lain yg ilmunya di bawah ayah sekalipun. Tapi beliau juga memberi jalan keluar, ayahku diperintahkan datang ke kakak seperguruannya dulu untuk mensucikan diri dan berdialog tentang ilmu kebathinannya (lagi). Sebagaimana yg sudah ku ceritakan sebelumnya (atau mungkin belum), murid mbah uceng ada 3 orang, mereka adalah Mbah Bikan, Mbah Kasirun dan murid terakhir adalah ayahku. Kedua kakak seperguruan ayahku membuka praktek di rumahnya masing² di ponorogo, hanya ayahku yg belum mau membuka praktek.
Ayah lalu memilih berkunjung ke rumah kakak pertamanya terlebih dahulu untuk sekedar bersilaturahmi dan berdiskusi, lalu dilanjutkan ke rumah kakak seperguruan nomor dua yg agak jauh rumahnya dari kakak pertama. Singkatnya menurut ayah, ayah banyak ditertawakan oleh kakak² seperguruannya karena 'orang pintar' yg di pergunakan jasa nya oleh kompetitor ibuku ini anak kemarin sore yg baru 'bisa', ayahku pun diberi wejangan oleh kakak² seperguruannya dan diberi masing² ilmu oleh kakak² seperguruannya. Entah ilmu apa karena ayahku tak mau membocorkannya padaku, intinya kakak pertamanya memberinya empat ilmu yg belum pernah di enyam ayahku dan satu keris kujang dan kakak keduanya memberinya dua ilmu dan sebilah pedang dengan penuh ukiran naga di balik mata pedangnya. Dengan bermodal ke-enam ilmu baru dan senjata baru ayahku bernafsu melawan bocah 'kemarin sore' ini karena mengkoyak pagar ghaib ayahku.
Sesampai dirumah, ayah bergegas mandi dan langsung masuk kamar belakang hingga pagi hari, sempat ku dengar saat malam sekitar pukul 22:00 ada suara ledakan tepat didepan rumahku tapi saat ku intip dari jendela tak ada apapun yg terjadi. Keesokan harinya aku tak ingin bertanya apa² hanya saja ayah keluar dari kamar dengan muka berseri² dan tersenyum puas, sampai detik ini pun tak cerita apapun perihal perlawanannya dengan dukun 'kemarin sore' tsb. Tetapi, hal yg nyata dirasakan oleh ibuku ketika tokonya perlahan pulih dari kesepian.
Dalam banyak hal, ayahku sering menasehatiku tentang cara hidup orang jawa dan falsafah hidup orang jawa yg harus tetap dibudayakan selagi masih hidup dan menginjak tanah jawa. Jangan mencampur adukkan agama dan budaya jika tak ingin bertindak-tanduk seperti orang gila yg sekarang sering dipertontonkan oleh pemuka agama yg hanya menghafal Al-Qur'an terjemahan kata ayahku. Mereka, lanjut ayahku, hanya membaca bukan mengkaji lebih dalam intisari dari kitab suci yg jadi pedoman hidupnya. Jadinya, sibuk dengan memuji dirinya sendiri dan kelompoknya dan merendahkan orang lain. Apapun yg dilakukan orang lain selalu salah di mata mereka karena tak sesuai dengan ajaran guru mereka.
Ada kejadian lucu ketika saudara dari ibuku yg sedang 'demam agama' berkunjung ke rumahku. Mula² perbincangan terjadi biasa saja hingga saudaraku membahas tentang suatu fenomena sosial saat itu dan menyebutnya dengan kalimat bid'ah dan kafir.
Puluhan tahun ayahku bekerja, tak terasa ia akan mendekati masa pensiun. Sebagaimana pada umumnya, jika orang akan mendekati masa pensiun mulai memikirkan usaha untuk menyambung hidup. Jadi lah ibuku berinisiatif untuk membuka toko sembako dengan barang dagang pokok yaitu beras. Ayah dan ibuku mulai sibuk mencari agen dan penggilingan padi di sekitar madiun untuk mensuplai barang dagangan calon usaha baru ayah ibuku sampailah akhirnya mereka menemukan suplier untuk mengisi toko baru ayah ibuku. Akhirnya ibuku dirumah memiliki kesibukan lain selain mengurus rumah sambil menunggu ayahku pensiun. Bulan demi bulan dilalui dengan relatif lancar tapi menginjak bulan ke enam, hambatan itu muncul. Dimanapun selalu ada orang² tolol dan iri akan kemunculan pesaing baru, itupun yg di rasakan ibuku. Perlahan toko milik ibuku sepi pengunjung dan permintaan. Ibuku mencoba berfikiran positif menghadapi itu, toh yg namanya usaha tak ada yg naik terus, jatuh bangun harus tetap dilalui dan dihadapi.
Tapi ayah yg memiliki signal lebih kuat dari kami dirumah yg merasakan hal yg tak beres. Dimulai dari suatu hari saat ibuku akan memisahkan beras yg harga tinggi, sedang dan rendah dan akan dibersihkan, mengeluarkan beras dari karung, saat di letakkan ke tampah beras tersebut berwarna merah darah disertai bau anyir yg menusuk hidung. Ibuku yg terheran-heran melihat itu langsung menelfon ayahku, kata ayahku biarkan saja beras yg berwarna merah tsb jangan di jual dulu. Sepulang ayahku bekerja pada sore hari, ia penasaran dgn beras yg diceritakan ibuku siang tadi. Saat ibuku akan menunjukkan ke ayahku karungan yg sudah disendirikan tsb beras itupun kembali berwarna putih. Ayahku terdiam melihat fenomena itu, ia tersadar akan beberapa hari ini ada beberapa keriskoleksinya bergetar saat malam hari, tak ku ketahui asal keris tsb dan namanya tapi menurut pengakuan ayahku keris itu akan seperti mengirim signal jika keluargaku dalam atau akan mengalami kesusahan entah lewat mimpi ataupun bergetar secara fisik.
Lalu malamnya ayahku memutuskan berdiam diri di kamar belakang/kamar tamu. Kamar tsb adalah kamar favorit ayahku karena memang di kamar tsb sedikit kedap suara jika pintu ditutup, Tak ada ventilasi sedikitpun selain pintu karena memang bersebelahan dengan musholla dan kamar mandi belakang. Lampunya juga redup, saat ibuku meminta agar mengganti lampu dengan watt yg agak besar, "Jarno, enak ngene, tamune langsung turu.." (Biarkan, enak begini, tamunya langsung tidur).
Sering ayahku sekedar merenung dan bersemedi di kamar belakang sampai pagi tak ku ketahui apa maksudnya, mungkin karena sifatku yg terlalu acuh dan tak begitu berminat bertanya. Sering juga tamu-tamu entah dari keluarga ataupun teman ayahku menginap dan tidur di kamar belakang mengaku tak bisa tidur dengan nyenyak karena merasa ada yg mengawasi ketika lampu padam, ketika pagi bercerita ke ayahku ia hanya tertawa, memang pembawaanya suka iseng.
Singkatnya ayahku akhirnya malamnya bersemedi di kamar belakang sampai pagi, menurut pengakuannya ia didatangi oleh guru spritualnya dulu saat di trenggalek MBAH UCENG yg sudah bertahun² meninggal dunia. Kata beliau *Mbah Uceng*, ayah sudah tak waspada lagi dan terlalu memikirkan duniawi hingga pagar ghaibnya masih bisa tertembus oleh orang lain yg ilmunya di bawah ayah sekalipun. Tapi beliau juga memberi jalan keluar, ayahku diperintahkan datang ke kakak seperguruannya dulu untuk mensucikan diri dan berdialog tentang ilmu kebathinannya (lagi). Sebagaimana yg sudah ku ceritakan sebelumnya (atau mungkin belum), murid mbah uceng ada 3 orang, mereka adalah Mbah Bikan, Mbah Kasirun dan murid terakhir adalah ayahku. Kedua kakak seperguruan ayahku membuka praktek di rumahnya masing² di ponorogo, hanya ayahku yg belum mau membuka praktek.
Ayah lalu memilih berkunjung ke rumah kakak pertamanya terlebih dahulu untuk sekedar bersilaturahmi dan berdiskusi, lalu dilanjutkan ke rumah kakak seperguruan nomor dua yg agak jauh rumahnya dari kakak pertama. Singkatnya menurut ayah, ayah banyak ditertawakan oleh kakak² seperguruannya karena 'orang pintar' yg di pergunakan jasa nya oleh kompetitor ibuku ini anak kemarin sore yg baru 'bisa', ayahku pun diberi wejangan oleh kakak² seperguruannya dan diberi masing² ilmu oleh kakak² seperguruannya. Entah ilmu apa karena ayahku tak mau membocorkannya padaku, intinya kakak pertamanya memberinya empat ilmu yg belum pernah di enyam ayahku dan satu keris kujang dan kakak keduanya memberinya dua ilmu dan sebilah pedang dengan penuh ukiran naga di balik mata pedangnya. Dengan bermodal ke-enam ilmu baru dan senjata baru ayahku bernafsu melawan bocah 'kemarin sore' ini karena mengkoyak pagar ghaib ayahku.
Sesampai dirumah, ayah bergegas mandi dan langsung masuk kamar belakang hingga pagi hari, sempat ku dengar saat malam sekitar pukul 22:00 ada suara ledakan tepat didepan rumahku tapi saat ku intip dari jendela tak ada apapun yg terjadi. Keesokan harinya aku tak ingin bertanya apa² hanya saja ayah keluar dari kamar dengan muka berseri² dan tersenyum puas, sampai detik ini pun tak cerita apapun perihal perlawanannya dengan dukun 'kemarin sore' tsb. Tetapi, hal yg nyata dirasakan oleh ibuku ketika tokonya perlahan pulih dari kesepian.
Dalam banyak hal, ayahku sering menasehatiku tentang cara hidup orang jawa dan falsafah hidup orang jawa yg harus tetap dibudayakan selagi masih hidup dan menginjak tanah jawa. Jangan mencampur adukkan agama dan budaya jika tak ingin bertindak-tanduk seperti orang gila yg sekarang sering dipertontonkan oleh pemuka agama yg hanya menghafal Al-Qur'an terjemahan kata ayahku. Mereka, lanjut ayahku, hanya membaca bukan mengkaji lebih dalam intisari dari kitab suci yg jadi pedoman hidupnya. Jadinya, sibuk dengan memuji dirinya sendiri dan kelompoknya dan merendahkan orang lain. Apapun yg dilakukan orang lain selalu salah di mata mereka karena tak sesuai dengan ajaran guru mereka.
Ada kejadian lucu ketika saudara dari ibuku yg sedang 'demam agama' berkunjung ke rumahku. Mula² perbincangan terjadi biasa saja hingga saudaraku membahas tentang suatu fenomena sosial saat itu dan menyebutnya dengan kalimat bid'ah dan kafir.
Quote:
Saudaraku : Orang sekarang itu tak sadar, sudah termakan hasutan orang kafir.
Ayahku : Maksudmu?
Saudaraku : Baca Al-Qur'an lewat handphone, cuma karena ringkas dan bisa dibawa kemana². Lagian itu produk nya orang kafir. Dan juga orang sudah mati di tahlili seperti doanya sampai aja, orang mati kan putus semua amalannya kecuali 3 perkara. Tentunya mas jo sudah tau apa ketiga perkara itu. Lagian itu kan memberatkan keluarga yg berduka harus keluar uang banyak untuk tahlilan sampai 40 hari. Dan saya paling nggak terima kalau di film² dan sinetron² banyak artis yg non muslim tapi acting shalat lah, beri salam lah, baca hamdalah lah...kok istilah² dalam agamaku seperti obralan aja. Kalau ada masalah berbondong² ke dukun yg ber akting sebagai kyai. Apa itu...!
Ayahku : Emang kalau tahlilan kenapa to?
Saudaraku : Bid'ahitu, ndak dilakukan di jaman rosul!
Ayahku : Dulu Mbah Dahlan *KH Ahmad Dahlan* bilang ndak ush tahlilan sama warga kauman bukan karena bid'ah tapi ada warga kauman yg ndak mampu mengadakan tahlilan tapi di salah artikan sama penerus²nya dibilang ndak boleh. Pemuka agama dulu lebih menyejukkan hati kalau bilangi atau menjauhkan org dari tindakan munkar, tapi sekarang pemuka agama malah jadi biang adu domba.
Islam sekarang namanya jelek dan dimusuhi orang tu ya karena orang² kyk km. *tersenyum
Saudaraku : Lha kok bisa i lho!
Ayahku : *tersenyum*...Kamu kesini tadi naik apa?
Saudaraku : Mobil mas. Kenapa?
Ayahku : Itu juga bikinan kafir loh. Terus benda yg kamu pegang dari pertama kamu datang itu yg kamu bilang dibuat baca Qur'an itu juga kamu punya masio ndak kamu buat baca Qur'an.
Saudaraku : *terdiam
Ayahku : Berarti menurutmu doa nya orang² tahlilan itu ndak sampek?
Saudaraku : Keyakinanku bicara enggak mas.
Ayahku : Yasudah, tak doakan ibumu yg sudah mati 2 th yg lalu di palu kepalanya sama malaikat di akhirat sana sampek otaknya semburat *terurai.
Saudaraku : Lah kok mas jo doakan gitu!
Ayahku : Lah, emg nyapo? Katamu doa orang hidup ndak akan sampek ke org yg udh mati? Kalau km marah brrti yg sampek cuma doa jelek tok to, doa baik enggak? Lha kok aturan akherat standar ganda gitu???
Saudaraku : *Lagi-lagi terdiam
Ayahku : Soal keberatan atau ndak keluarga yg berduka mengadakan tahlilan, itu bukan urusanmu, toh budaya orang jawa dari dulu kan gotong royong. Tetangga kanan-kiri kan ya ngasih macem² to, ya gula ya beras ya minyak ya macem². Insyaallah kalau niatnya baik pasti dapetnya baik.
Soal banyak artis non muslim pakek istilah islam, ya ndak papa to. Kamu kan juga pasti tau kalau islam itu rahmatan 'lil 'alamin, jadi bukan buat orang muslim tok.
Saudaraku : Loh, tapi kenapa kok giliran kita yg muslim gunain istilah kafir ke mereka yg non muslim kok mereka marah?
Ayahku : Itu salah yg muslim, ngapain ngata²in kafir yg non muslim di depan mukanya non muslim, tapi juga yg non muslim ya lebe *lebay wong aku dikatain domba yg tersesat sama org nasrani ya g masalah kok, dikatain maitrah sama org hindu jg ndak marah, dikatain pakek istilah non budha apa itu namanya juga aku ndak naik darah kok, ngapain org non muslim dibilang kafir marah terus dibilang ndak toleran? Kan istilahnya masing², kan lakum dinukum waliyadin. *Sambil tersenyum.
Saudaraku : Terus pergi ke dukun yg bertampang kyai itu kan ndak boleh, shalatnya ndak diterima itu 40 hari.
Ayahku : Kalau kamu sama aku sekolah bareng², yg ngasi nilai kita siapa?
Saudaraku : Guru kita lah.
Ayahku : Boleh ndak kira² aku ngisi raport mu pas akhir semester?
Saudaraku : Ya ndak boleh lah mas, itu kan kerjaannya guru.
Ayahku : Kalau gurunya mau betulin yg salah atau nyalahin yg bener gimana?
Saudaraku : Maksudnya ujiannya?
Ayahku : Iya
Saudaraku : Ya kita protes lah.
Ayahku : Kalau aku pintar dalam akademis tapi aku sering bolos sekolah dan aku ndak naik kelas, tapi kamu ndak seberapa pintar tapi rajin sekolah dan kamu naik kelas gimana?
Saudaraku : Ya itu hak prerogatif guru mas mau naikin atau ninggal kelaskan muridnya.
Ayahku : Persis!
Saudaraku : Maksudnya?
Ayahku : Soal diterima ndaknya ibadah kita, masuk surga atau neraka nya kita itu bukan urusanmu manusia, kita itu sama² kawula sama² murid sama² anak didik. Hak prerogatif nya Tuhan ndak ush dicampuri apalagi dihakimi. Soal pergi ke dukun atau ndak aku ndak mau menghakimi org, aku cuma mau bilang kalau kita pergi perang dan musuh kita membawa pedang sedangkan kita cuma tangan kosong itu artinya kita siap mati konyol atau sedang misi bunuh diri dan kalau kamu ndak bisa manjat pohon tapi kamu pengen makan buah mangga yg ada di pohonmu sendiri itu artinya kamu butuh singgek *galah buat metik mangga. Wes itu aja.
Saudaraku : Apa maksute mas?
Ayahku : Pikiren sek itu. Orang beragama itu bukan soal otak/logika tok, gunakan hatimu juga baru diucapkan lewat mulut. Jangan dari kepala langsung dikeluarkan ke mulut malah jadinya kamu jadi manusia yg tak berperasaan.
Saudaraku : Mas jo masih nyimpen batu² dan keris² jadul to?
Ayahku : Masih, nyapo?
Saudaraku : Buangen mas, syirik itu.
Ayahku : Syirik itu kalau kamu percaya ini yg melakukan aku sendiri, contohnya gini lho *Mengibaskan tangan ke arah lampu ruang tamu dan ..lappp.. lampu pun padam*
Saudaraku : *Pamit Pulang*
Ayahku : Maksudmu?
Saudaraku : Baca Al-Qur'an lewat handphone, cuma karena ringkas dan bisa dibawa kemana². Lagian itu produk nya orang kafir. Dan juga orang sudah mati di tahlili seperti doanya sampai aja, orang mati kan putus semua amalannya kecuali 3 perkara. Tentunya mas jo sudah tau apa ketiga perkara itu. Lagian itu kan memberatkan keluarga yg berduka harus keluar uang banyak untuk tahlilan sampai 40 hari. Dan saya paling nggak terima kalau di film² dan sinetron² banyak artis yg non muslim tapi acting shalat lah, beri salam lah, baca hamdalah lah...kok istilah² dalam agamaku seperti obralan aja. Kalau ada masalah berbondong² ke dukun yg ber akting sebagai kyai. Apa itu...!
Ayahku : Emang kalau tahlilan kenapa to?
Saudaraku : Bid'ahitu, ndak dilakukan di jaman rosul!
Ayahku : Dulu Mbah Dahlan *KH Ahmad Dahlan* bilang ndak ush tahlilan sama warga kauman bukan karena bid'ah tapi ada warga kauman yg ndak mampu mengadakan tahlilan tapi di salah artikan sama penerus²nya dibilang ndak boleh. Pemuka agama dulu lebih menyejukkan hati kalau bilangi atau menjauhkan org dari tindakan munkar, tapi sekarang pemuka agama malah jadi biang adu domba.
Islam sekarang namanya jelek dan dimusuhi orang tu ya karena orang² kyk km. *tersenyum
Saudaraku : Lha kok bisa i lho!
Ayahku : *tersenyum*...Kamu kesini tadi naik apa?
Saudaraku : Mobil mas. Kenapa?
Ayahku : Itu juga bikinan kafir loh. Terus benda yg kamu pegang dari pertama kamu datang itu yg kamu bilang dibuat baca Qur'an itu juga kamu punya masio ndak kamu buat baca Qur'an.
Saudaraku : *terdiam
Ayahku : Berarti menurutmu doa nya orang² tahlilan itu ndak sampek?
Saudaraku : Keyakinanku bicara enggak mas.
Ayahku : Yasudah, tak doakan ibumu yg sudah mati 2 th yg lalu di palu kepalanya sama malaikat di akhirat sana sampek otaknya semburat *terurai.
Saudaraku : Lah kok mas jo doakan gitu!
Ayahku : Lah, emg nyapo? Katamu doa orang hidup ndak akan sampek ke org yg udh mati? Kalau km marah brrti yg sampek cuma doa jelek tok to, doa baik enggak? Lha kok aturan akherat standar ganda gitu???
Saudaraku : *Lagi-lagi terdiam
Ayahku : Soal keberatan atau ndak keluarga yg berduka mengadakan tahlilan, itu bukan urusanmu, toh budaya orang jawa dari dulu kan gotong royong. Tetangga kanan-kiri kan ya ngasih macem² to, ya gula ya beras ya minyak ya macem². Insyaallah kalau niatnya baik pasti dapetnya baik.
Soal banyak artis non muslim pakek istilah islam, ya ndak papa to. Kamu kan juga pasti tau kalau islam itu rahmatan 'lil 'alamin, jadi bukan buat orang muslim tok.
Saudaraku : Loh, tapi kenapa kok giliran kita yg muslim gunain istilah kafir ke mereka yg non muslim kok mereka marah?
Ayahku : Itu salah yg muslim, ngapain ngata²in kafir yg non muslim di depan mukanya non muslim, tapi juga yg non muslim ya lebe *lebay wong aku dikatain domba yg tersesat sama org nasrani ya g masalah kok, dikatain maitrah sama org hindu jg ndak marah, dikatain pakek istilah non budha apa itu namanya juga aku ndak naik darah kok, ngapain org non muslim dibilang kafir marah terus dibilang ndak toleran? Kan istilahnya masing², kan lakum dinukum waliyadin. *Sambil tersenyum.
Saudaraku : Terus pergi ke dukun yg bertampang kyai itu kan ndak boleh, shalatnya ndak diterima itu 40 hari.
Ayahku : Kalau kamu sama aku sekolah bareng², yg ngasi nilai kita siapa?
Saudaraku : Guru kita lah.
Ayahku : Boleh ndak kira² aku ngisi raport mu pas akhir semester?
Saudaraku : Ya ndak boleh lah mas, itu kan kerjaannya guru.
Ayahku : Kalau gurunya mau betulin yg salah atau nyalahin yg bener gimana?
Saudaraku : Maksudnya ujiannya?
Ayahku : Iya
Saudaraku : Ya kita protes lah.
Ayahku : Kalau aku pintar dalam akademis tapi aku sering bolos sekolah dan aku ndak naik kelas, tapi kamu ndak seberapa pintar tapi rajin sekolah dan kamu naik kelas gimana?
Saudaraku : Ya itu hak prerogatif guru mas mau naikin atau ninggal kelaskan muridnya.
Ayahku : Persis!
Saudaraku : Maksudnya?
Ayahku : Soal diterima ndaknya ibadah kita, masuk surga atau neraka nya kita itu bukan urusanmu manusia, kita itu sama² kawula sama² murid sama² anak didik. Hak prerogatif nya Tuhan ndak ush dicampuri apalagi dihakimi. Soal pergi ke dukun atau ndak aku ndak mau menghakimi org, aku cuma mau bilang kalau kita pergi perang dan musuh kita membawa pedang sedangkan kita cuma tangan kosong itu artinya kita siap mati konyol atau sedang misi bunuh diri dan kalau kamu ndak bisa manjat pohon tapi kamu pengen makan buah mangga yg ada di pohonmu sendiri itu artinya kamu butuh singgek *galah buat metik mangga. Wes itu aja.
Saudaraku : Apa maksute mas?
Ayahku : Pikiren sek itu. Orang beragama itu bukan soal otak/logika tok, gunakan hatimu juga baru diucapkan lewat mulut. Jangan dari kepala langsung dikeluarkan ke mulut malah jadinya kamu jadi manusia yg tak berperasaan.
Saudaraku : Mas jo masih nyimpen batu² dan keris² jadul to?
Ayahku : Masih, nyapo?
Saudaraku : Buangen mas, syirik itu.
Ayahku : Syirik itu kalau kamu percaya ini yg melakukan aku sendiri, contohnya gini lho *Mengibaskan tangan ke arah lampu ruang tamu dan ..lappp.. lampu pun padam*
Saudaraku : *Pamit Pulang*
"Pindah Ke Tanah Angker"
END
END
Diubah oleh anggarido 17-08-2020 20:07
bohemianflaneur dan 7 lainnya memberi reputasi
8
2.2K
Kutip
10
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan