Kaskus

Story

tutorialhidupAvatar border
TS
tutorialhidup
Cinta Ditolak Dukun Bertindak
Cinta Ditolak Dukun Bertindak
“Silahkan masuk!” salah seorang askun (asisten dukun) menggiring kami berdua memasuki ruangan yang redup dan dipenuhi bau asap kemenyan.

Sebenarnya, aku tidak mau berurusan dengan hal mistis seperti ini kalau bukan karena terpaksa. Ya, Mas Joko menolak cintaku berkali-kali. Dia teman kecilku. Bermain, makan, mandi, tidur pun kita sering sama-sama. Karena rumah kita berdekatan. Sejak bau kencur aku sudah mengaguminya. Hingga kini, usiaku hampir menginjak tiga dasawarsa pun tetap teguh mencintainya. Tapi, dia selalu kekeh menolakku. Malah memilih menikah dengan Sulastri, bunga desa sebelah yang keganjenan. Jangan ditanya betapa sakit hati ini, bagai diiris-iris belati lalu diblender, hancur.

Tak kuat menahan cinta dan hasrat, seorang teman menyarankanku menemui Mbah Bongkot, dukun termasyhur di kota kami. Rumahnya di tepian hutan yang sunyi. Hanya terdengar berisik suara burung serta gesekan dedaunan yang tertiup angin.

“Jadi, Mbah akan menancapkan 3 jarum pengasih ini ke tubuhmu. Saat ritual dijalankan, kamu tidak boleh teriak, harus diam sambil memejamkan mata dan fokus mengingat wajah pria yang ingin kau pelet. Jelas?” tanya laki-laki tua berjanggut putih tersebut. Kujawab dengan sekali anggukan.

Mengikuti aba-aba, kubaringkan tubuhku di atas bayang (ranjang tidur terbuat dari bambu).

“Jarum pertama akan kutusukkan ke wajahmu agar di mata pria pujaanmu, wajahmu akan selalu nampak bersinar, semakin cantik dan menarik. Jarum kedua kutusukkan di dadamu, biar dia selalu berdebar-debar saat ketemu denganmu. Tumbuh cinta dan rindu.” Mbah Bongkot memulai ritual.

“Jarum yang ketiga ditusukkan ke mana, Mbah?” tanyaku penasaran karena Mbah Bongkot sedikit lama berhenti tak segera menusukkan jarum terakhir.

“Maaf, untuk jarum yang ketiga, aku mau menusukkannya di situ, biar pria pujaanmu semakin meningkat libidonya saat melihatmu. Tapi, apa kamu tidak keberatan?”

Aku berpikir sejenak. Cinta tanpa nafsu, buat apa. Sedangkan aku sendiri sangat ingin tidur dengannya. Tak peduli dia sudah beranak istri. Aku harus bisa menakhlukkan dan mendapatkan Mas Joko. Sudah cukup lama hidupku menderita dibuatnya. Apalagi wanita itu seolah menertawakanku setiap hari. Tunggu pembalasanku! Kau akan menangis darah saat tiba saatnya nanti suamimu jatuh di pelukanku.

“Iya, Mbah, saya bersedia,” jawabku setelah cukup lama berpikir.

“Tapi, ini harus dilakukan tanpa kehadiran orang lain. Silahkan temanmu suruh keluar dulu!”

Entah kenapa, tiba-tiba aku merasa sedikit risih. Kenapa temanku disuruh keluar. Melakukannya tanpa didampingi orang ketiga, berasa mau dirudapaksa aja akunya. Tiba-tiba bulu kudukku merinding.

“Rere, aku tunggu di luar ya! Kalau ada apa-apa kamu panggil aku aja!” pesan si Mey.

“I-iya, Mey,” jawabku kikuk.

“Oh iya, aku lupa tadi ngasih tahu, ritual ini selain harus dilakukan dua orang saja di dalam ruangan tertutup, juga kamu harus melepaskan seluruh pakaianmu. Jika tidak, ritual akan gagal tanpa hasil. Bagaimana? Apa kamu keberatan?”

“Apa-apa tidak bisa dilakukan dengan cara lain, Mbah?”

“Kenapa? Kamu menolak? Ya, sudah pulang saja sana! Aku tidak memaksa. Dan jangan pernah datang lagi ke sini!” tanyanya sedikit emosi.

“Ba-baiklah Mbah”.

Akhirnya kuturuti juga kemauannya. Pertama, mulai kulepas satu-persatu kancing bajuku. Mata Mbah Bongkot semakin melotot saat melihat dadaku yang mulus dan menonjol. Cinta memang butuh pengorbanan. Dan saat ini aku harus rela mengorbankan diriku untuk dinikmati si dukun tua bangka ini. Demi Mas Joko, apa pun akan kulakukan.

“Sudah, Mbah,” kataku masih dalam kondisi tiduran di atas bayang dengan posisi setengah telanjang.

“Apa maksudmu? Aku harus menusukkan jarum ini ke itumu. Sebaiknya cepat lepaskan rokmu sekarang juga! Atau aku akan segera mengusirmu keluar. Cepatlah, cantik, aku sudah tak tahan dari tadi menahan. Bukan apa-apa, aku hanya ingin ritual ini cepat selesai. Dan kau segera bisa mendapatkan laki-laki pujaan hatimu. Cepatlah, Sayang! Dan biar semakin ampuh, kita lakukan saja sekali,” pinta Mbah Bongkot dengan napas sedikit tersengal layaknya orang sedang engas.

“Maksudnya melakukan sekali itu melakukan apa, Mbah?” tanyaku memastikan.

“Yaa, itu, layaknya hubungan dua orang dewasa, ok?”

“Ba-baiklah, Mbah.”

Aku menyerah dan pasrah saat Mbah Bongkot mulai menarik rokku ke bawah. Senyumnya menyeringai. Dan, dia terhenti saat mulai membuka CD ku. Matanya sedikit membelalak seolah kaget.

“Kenapa, Mbah?” tanyaku yang sudah siap menjadi tumbalnya.

“Maaf, Mbah baru ingat kalau ayam-ayam Embah belum tak kasih makan. Oke, kalian pergilah dulu, kapan-kapan bisa kembali lagi ke sini. Syukur-syukur kalau kalian tak usah kembali”. Mbah Bongkot segera merapikan kembali pakaian dan celananya langsung ngeloyor pergi.

Aku bangkit dan segera merapikan juga pakaianku, lalu keluar bilik menemui Mey, sahabatku.

“Sudah selesai ya ritualnya tadi, Rahmat? Eh Rere. Maaf keceplosan,” tanya si Mey yang kadang suka ngasal omongnya.

Brengsek tuh anak. Minta kujedotin pintu kali, ya. Rahmat itu cuma nama kecilku kali. Sekarang, aku lebih suka dipanggil Rere. Sudah cantik dan rajin perawatan gini juga. Ya sudah, lain kali aku ke sini lagi nerusin ritual yang sempat tertunda.
Diubah oleh tutorialhidup 17-08-2020 17:40
nandekoAvatar border
banditos69Avatar border
sempakkendorrAvatar border
sempakkendorr dan 3 lainnya memberi reputasi
4
1.7K
6
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan