- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
[18+] CINTA PUTIH ABU-ABU KELABU


TS
hasanudin39
[18+] CINTA PUTIH ABU-ABU KELABU
![[18+] CINTA PUTIH ABU-ABU KELABU](https://s.kaskus.id/images/2020/08/19/10718875_20200819023103.png)
Quote:
Datanglah seorang wanita, berwajah cantik dan rambut sedikit pirang. Ini tahun ajaran baru, banyak siswa baru yang akan menempati sekolahku. Namaku Arsten, anak kelas XI yang mengambil sekolah terfavorite di Jakarta. Aku sengaja mengambil IPS. Karena nanti, jika ada rezeki, akan melanjutkan ke perguruan tinggi. Di sebelahku, ada salah satu temanku yang dulu juga satu sekolah denganku di Sekolah Menengah Pertama. Kami sama-sama masuk ke sekolah ini karena sama-sama mempunyai daya tarik untuk melanjutkannya di perguruan tinggi, nanti.
"Wey, ngelamun" Sahut Rizal, temanku.
"Ngantuk gue Jal" Kataku sambil menengoknya dengan malas.
"Ngantuk mah ke kelas" Kata Rizal. Ya, kami sering tidur di kelas.
"Bete Jal, gapunya cewek, gak ada semangatnya gua" Kataku ke Rizal.
"Cari lah, satu sekolah juga udeh kenal sama lo. Jangan kaku-kaku banget" Kata Rizal sambil menepukku.
"Ah, males, ke kantin yok" Kataku.
Rizal bangun bersamaku dari tempat duduk di depan kelas. Kegiatan sekolah masih terbilang longgar, karena semuanya masih sibuk mendidik dan menasehati peserta ajaran baru. Sebenarnya tidak terlalu mendidik, kalau kubilang malah seperti dendam para senior ke anak yang baru. Karena akupun juga dahulu diperlakukan seperti itu, dijadikan ajang tertawaan, mungkin.
"Lu aja yang mesen deh" Kataku sambil mengeluarkan uang 10 ribuan, dan duduk duluan supaya tidak keduluan orang.
Sekolahku memiliki aura yang berbeda, ditambah gaya-gaya Belanda masih ada di dalamnya. Jadi wajar, bila banyak orang yang tertarik untuk masuk kedalamnya dan menjadi bagian keluarga besar.
"Tumben lu ngopi jam segini" Kataku ke Rizal yang membawakan 1 gelas kopi hitam dan beberapa cemilan.
"Katanya lo ngantuk" Kata Rizal sembari duduk.
"Iyaa sih" Kataku sambil meniup kopi yang masih sedikit panas.
Tiba-tiba pandanganku tertarik lagi oleh salah satu wanita yang memasuki kantin. Tumben, anak baru memasuki kantin. Karena dulu, teman-temanku sewaktu kelas 1, tidak ada yang mau memasuki kantin. Entah, aku hanya diberitahu kalau kantin hanya untuk kelas XI & XII, senioritasnya agak kerasa. Ya wajar, namanya juga SMA, terlebih punya nama yang besar.
"Itu anak baru kok masuk kantin?" Tanyaku.
"Cewek bro, siapa juga yang mau godain" Kata Rizal.
"Karena dia cewek, pasti digodain, gimana sih lu" Kataku.
"Tapi lumayan Ten, cantik" Kata Rizal.
Rizal belum tau, kalau itu wanita yang tadi membuatku melamun.
"Lu mau?" Tanyaku.
"Enggak, gue udah punya cewek, buat lo aja" Kata Rizal ada benarnya juga.
"Bener yeh?" Kataku, meyakinkannya.
"Iyaa, lo mau?" Tanya Rizal.
"Itu cewek yang tadi gue liatin. Pas lo dateng, tiba-tiba die ngilang" Kataku.
"Berarti lo ngelamunin die, bukan ngantuk, sialan" Kata Rizal menepak kepalaku.
Aku hanya tersenyum kecil, dan bangun menghampiri wanita tersebut yang sedang membeli es teh manis.
"Mau kemane lo" Teriak Rizal ketika aku menghampiri wanita tersebut.
"Berisik" Kataku.
Sekarang aku ada di sampingnya. Tinggi badannya tidak terlalu jauh berbeda denganku. Pas, kalau aku ingin mengajaknya makan di luar, hehe.
"Es A?" Tanya penjual es yang sudah kenal denganku.
"Enggak A, lagi jagain adik kelas, hehe" Kataku ke penjual es.
"Eh, lu kok kelas 1 masuk kantin sih?" Kataku.
"Ehmm.. Emangnya enggak boleh ya kak?" Tanya Wanita itu, mukanya terlihat takut ketika aku berada di sampingnya.
"Enggak, gapapa kok. Tapi dulu gua waktu kelas 1 jarang ke kantin. Biasanya bawa bekel malah" Kataku.
"Emangnya kakak mau perang? Bawa bekel?" Kata wanita itu sambil menutup mulutnya yang tertawa.
"Enggak dong, gak gitu dong haha" Kataku sambil tertawa.
"Hehe, maaf kak" Kata wanita itu.
"Eh, nanti pulang sama siapa?" Tanyaku. Mulailah keluar jurus seribu usaha, haha.
"Gue sama mamah gue kak, kenapa?" Katanya.
"Gapapa kok" Kataku. Huft, harapanku sirna (Dalam hati)
"Oke kak, gue ke kelas dulu ya kak" Katanya, berpamitan denganku.
Wanita itu melewatiku, aku masih melihatinya dari sini. Seperti ada yang kurang. Ohh iya, kenapa aku gak kenalan dengannya, astaga.
"Aa tau nama cewek itu gak?" Tanyaku ke aa penjual es.
"Pricila Pricila gitu a, kalo diliat dari namtagnya" Kata aa penjual es.
"Oke" Kataku.
Lalu, kutemui lagi Rizal yang sedang memainkan handphonenya. Terdengar, suara wanita dari handphonennya Rizal, ternyata dia sedang vidiocallan dengan pacarnya yang juga satu sekolah denganku.
"Gue mau ke kelas pacar gue, mau ikuf gak?" Tawar Rizal.
"Jadi nyamuk gua" Kataku.
"Mau gak?" Tanya Rizal yang kedua kalinya.
"Sepi gak kelasnya? Gua numpang tidur di sonoh deh" Kataku.
"Gak terlalu rame, ayok" Ajak Rizal.
Aku dan Rizal pergi mendatangi kelas pacarnya. Hanya berbeda beberapa kelas dari kelasku yang baru, dan untungnya aku juga tidak terlalu ansos, jadi masih ada yang mengenalku walau tidak terlalu banyak.
Pintu di buka, dan hanya beberapa orang di dalamnya. Ada yang menyusun bangku, tidur diatas meja, ada juga yang langsung tidur diatas lantai, hebat!
"Hallo Ten" Kata Sarah, pacarnya Rizal.
"Iyaa Sar" Kataku sambil tersenyum.
"Lo mau ngecas handphone? Nih, gue bawa casan" Kata Sarah menawariku.
"Iyaa, sini minjem, daripada casan lu jadi nyamuk" Kataku.
"Yee bisa aje" Kata Sarah yang mengerti maksudku apa.
Aku izin untuk ke kelas sebentar, mengambil tas yang isinya hanya 2 buku dan jaket yang aku kenakan, lalu balik lagi ke kelasnya Sarah. Aku sebenarnya bisa saja tidur di kelasku, tetapi tidak enak karena Rizal yang mengajakku. Lagipun, hari ini aku tidak membawa kendaraan, sedangkan Rizal membawanya. Biasanya aku bawa motor, tetapi hari ini seperti ada rasa malas yang menghantui, dan aku ikut menaiki bus patas yang biasa mengangkut anak-anak sekolahku dengan beramai-ramai.
Setelah masuk ke kelasnya Sarah, aku sudah tidak memperdulikan Rizal yang sedang asik mengobrol dan berpacaran. Aku hanya langsung tiduran dengan tas yang dijadikan bantal, dan sesekali memainkan handphone yang tidak ada notifikasi.
Seperti manusia yang tidak punya pacar pada umumnya, aku hanya sibuk melihat-lihat isi dari akun sosial mediaku yang followernya masih 900an itu. Like-like photo, buka-buka vidio, bukan vidio porno! Karena aku memakai WiFi sekolah, hehe. Sepertinya aku baru ingat, salah satu temanku ada yang masuk kedalam jajaran Siswa Intra Sekolah atau yang biasa kita sebut OSIS. Namanya Ara, dia teman wanita yang cukup akrab denganku, karena aku juga tidak menutup diri untuk berteman. Karena aku hanya mau berteman kepada orang yang kau berteman denganku. Karena Ara mendapatkan tugas mengawasi peserta didik baru, aku ingin menanyakan satu hal, yaitu anak yang tadi kutemui di kantin dan lupa menanyakan namanya.
"Ra" Send.
"Woy, jelek" Send.
"Tau yang namanya Pricila gak?" Send.
Kutunggu beberapa menit, tapi tidak ada jawaban dari Ara. Mungkin, dia sedang sibuk mengawasi adik kelasnya yang baru itu. Aku bosan, lebih baik menyetel lagu, dan mendengarkannya lewat earphone yang baru ku beli.
"Ten, bangun, pulang gak" Itu suara Rizal yang membangunkanku.
"Hah? Pulang?" Kataku, masih setengah sadar. Kayanya tadi tidur sebentar doang.
"Ayok, tunggu sini, gue ambil tas" Kata Rizal yang meninggalkanku.
Aku masih celingak celinguk seperti orang tidak jelas karena keheranan.
"Kok gua gak mimpi apa-apa tadi" Gumamku
Tiba-tiba Sarah menghampiriku, dia sudah menggendong tasnya, seperti sudah siap sekali untuk pulang.
"Pules Ten tidurnya?" Kata Sarah.
"Emang gua tidur ya?" Tanyaku.
"Lo pules anjir, haha" Kata Sarah tertawa.
"Masa sih?" Kataku.
"Haha, yaudah, gue pulang duluan ya, gaenak ditungguin" Kata Sarah yang mengajakku bersalaman.
"Eh tunggu, lu pulang sama siapa?" Tanyaku, karena setahuku Rizal mengajakku pulang bersama.
"Sama temen gue, lo sama Rizal kan? Gapapa Ten" Kata Sarah.
"Okedeh, hati-hati lu" Kataku sambil tos kepadanya.
Aku berdiri, dan di kelas ini hanya tersisa aku sendiri yang masih menunggu Rizal yang belum datang kembali. Aku membuka handphone, ternyata Ara belum juga membalasnya, yaudahlah. Rizal belum juga datang, aku memakai jaket bertuliskan sekolahku. Karena kesal si Rizal belum datang, aku menelponnya.
"Lu dimana sih?" Kataku.
"Di tangga, sama anak timur" Kata Rizal.
Sudah ditungguin lama-lama, ternyata malah asik ngobrol, aduh, teman.
Aku keluar dari kelasnya Sarah, menuju tangga sekolah karena si Rizal berada di sana. Ternyata benar, dia sedang ngobrol dengan 3 teman yang seangkatan denganku.
"Weh, dari mana aja pak" Kata salah satu dari mereka, nama panggilannya Ical, anak Timur.
Mereka semua yang di sini adalah orang-orang yang tinggalnya di Jakarta timur. Berbeda denganku yang berada di pusat.
"Nunggu si Rizal, sue, gua ketiduran" Kataku.
"Gaenak ninggalin si Ical sama yang laen Ten" Kata Rizal, pembelaan.
"Balik bareng nih? Gak sama yang laen?" Tanya Ical.
"Tadi pagi gua sama yang laen. Biasa, naek patas" Kataku.
"Ketemu jodoh?" Tanya Ical.
Yang dimaksud Ical adalah musuh sekolahku. Ya, tinggal di Jakarta membuatku harus berdamai dengan kekerasan, apalagi ini hari pertama ajaran baru dimulai, pasti banyak sekolah yang unjuk gigi untuk membesarkan namanya.
"Aman Cal" Kataku.
"Syukur deh, jangan sampe lecet tuh ilmu" Kata Ical sambil tertawa, dan akupun juga.
Ical pamitan denganku dan Rizal, begitupun dengan yang lainnya. Sedangkan aku mengabari temanku yang berada di sekolah sebelah, Sekolah Menengah Kejuruan yang berdekatan dengan sekolahku, Daniel namanya.
Aku turun kebawah dan menuju gerbang menunggu Rizal yang mengeluarkan motornya. Sementara itu Daniel sudah ku kabari, katanya dia sudah bersama Yoga, anak SMK yang satu sekolah dengan Daniel dan rumahnya satu daerah denganku.
Kami berempat ini satu daerah, hanya berbeda tempat tinggal, tetapi tetap pada 1 wilayah yang sama. Ada salah satu kakak kelasku yang menegurku ketika aku masih menunggu Rizal keluar.
"Pulang sama siapa Ten" Kata kakak kelasku itu.
"Biasa bang, lu sama yang laen?" Tanyaku.
"Iyaa, banyak anak kelas 1 juga" Katanya.
"Gua besok-besok aja ya bang? Mata gua sepet bet ini" Kataku.
"Muka lo muka bantal sialan, haha" Katanya sambil meledekku.
"Begadang gua tadi malem haha" Kataku.
"Gue duluan yeh sama yang laen, nanti nongkrong di daerah aja" Katanya sambil mengajakku tosan.
"Okee" Kataku.
Rizal datang tepat di belakangku, entah apa yang membuatnya lama, intinya aku tidak mau banyak tanya.
"Dimane si Daniel" Tanya Rizal ketika aku baru saja duduk di motornya.
"Masjid, biasa" Kataku.
Rizal langsung meluncur ke tempat biasa, di sana sudah ada Daniel dan Yoga yang menunggu. Tidak terlalu jauh dari sekolahku, hanya beberapa meter. Benar saja apa yang aku beritahukan, Daniel dan Yoga sudah menanti sambil meminum es yang mereka pesan ke pedang di pinggir jalan dekat area masjid.
"Mau langsung?" Tanya Daniel yang memakai jaket hitam milik sekolah kami.
"Nunggu siapa lagi?" Tanya Yoga.
"Gas" Kata Rizal.
Daniel yang membawa motor, Yoga yang di belakangnya. Begitupun aku, karena ini motor Rizal, aku yang harus menyetirnya atas rasa kerja sama.
Aku jalankan perlahan-lahan, sambil sesekali menengoki para pengendara. Aku juga terkadang melihat jalan yang dulu pernah aku lewati, seperti waktu masih berpacaran semasa SMP, haha. Dulu, kalau boleh ku nilai diriku sendiri, aku termasuk cowok yang banyak digemari, tidak percaya? Haha.
Seperti sore hari yang biasa terjadi dikala aktivitas mulai kembali, macet mulai terlihat dimana-mana, yang mengharuskan aku untuk bersabar menahan panas hawa perjalanan. Tetapi perjalan sedikit lagi akan sampai, hanya tinggal putar balik, lalu masuk ke dalam gapura yang menandakan rumahku ada didalam daerah tersebut.
"Itu anak sekolah mana?" Tanya Yoga dan Daniel yang tiba-tiba memberhentikan laju motornya, dan meminggirkannya.
"Ketemu jodoh nih" Kata Daniel yang langsung membuka isi motornya. Ternyata didalamnya ada senjata untuk membela diri yang lumayan panjang dan tajam.
Hanya ada 2 pilihan. Kita lari, atau mereka yang lari.
Kami sedikit berdiskusi tentang persediaan melawan mereka, karena kami hanya punya 2 buah senjata dan jumlah mereka sekitar 6 orang. Tetapi tiba-tiba Rizal mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sekarang jumlahnya ada 3, dan kurasa itu cukup karena ini daerah kami, kemungkinan menang pasti akan datang.
Motor dititipkan di salah satu apotek yang berada di sekitar sini, tidak lupa juga di kunci stangnya, karena kami tidak mau kalah 2x kalau nanti terjadi.
Ternyata salah satu dari mereka ada yang melihat kami dan orang itu langsung meneriakan nama sekolahnya. Sontak, kami langsung menyebrang jalan. Rizal mempercayakannya kepadaku, sedangkan dia hanya memegang sebuah balok yang lumayan juga bagiku.
Kami berempat menyebrang jalan, meneriakan nama sekolah yang kami pertahankan namanya. Aku dan Yoga maju didepan, sedangkan Rizal dan Daniel berada di sampingnya, menjaga supaya tidak ada yang main ninja/colongan.
"Maju sinih maju" Kata Yoga sambil memainkan sajamnya.
"Sinih-sinih" Kata Daniel sambil menenteng senjatanya.
Mereka tidak mau maju terlebih dahulu, padahal jumlah banyakan mereka, tetapi senjata kami lebih diunggulkan.
Salah satu dari mereka ada yang maju menghadangku. Lalu lintas terhenti sementara. Aku langsung ikut mengadukan mental kepada lawan, dan ternyata orang itu jatuh karena di kagetkan oleh Rizal yang membawa kayu balok.
Kami tidak melukainya, hanya menendangnya, tidak ada niatan membunuhnya karena temannya tidak ada yang menolongnya. Karena dirasa belum puas, kami mengejar anak-anak sekolahan itu sampai masuk kedalam perkampungan kami sendiri. Kami berlari, kami mengejar, kami meneriaki nama sekolah kami dengan bangga, dan berhenti ketika hendak sampai ke perkampunganku.
"Payah" Kata Rizal sambil ngos-ngosan, nafas kami juga terengah-engah.
"Itu anak gang sebelah kayanya" Kata Yoga sambil ngos-ngosan.
Akhirnya kami memutuskan nongkrong di depan warung tempat biasa aku merokok atau mengobrol bersama teman-temanku di sini. Aku jongkok bersama yang lainnya setelah membeli jajanan di warung, tetapi ada temanku yang memberitahuku kalau ada seseorang yang mencari anak-anak yang habis terlibat tauran. Untungnya aku punya ide, aku meminta tolong kepada bang Iwan, tukang sampah sekaligus hansip yang berjaga di daerahku untuk sedikit menutup mulut orang yang mencariku.
"Itu yang nyari anak tauran, bang Iwan?" Tanyaku menghampirinya.
"Iyaa" Katanya.
"Itu ane bang, bisa umpetin gak?" Kataku.
"Biasa-biasa aje, biar bang Iwan yang ngalihin" Katanya.
Aku sedikit lega, dan langsung meminta uang kepada teman-temanku untuk membeli rokok sebagai penutup mulutnya.
Tiba-tiba terlihat abang kelasku dan beberapa yang lainnya datang menghampiriku, berjumlah 8 orang kira-kira.
"Motor lo di depan Jal" Tanya abang kelasku.
"Keringetan sama sebelah" Kata Rizal yang berdiri lalu membakar rokoknya.
"Pantes, menang?" Tanya abang kelasku, dan dialah satu-satunya anak kelas 3 yang tersisa.
"Gak di apa-apain sama si Arsten, ditendangin doang" Kata Yoga.
"Jangan sampe cacat, nanti malah sama warga urusannya" Kata abang kelasku.
Bang Iwan menghampiriku kembali, dan aku langsung berdiri menemuinya. Dia bilang, orang itu adalah pak RW sebelah, dia mencari anak yang tauran karena keponakannya terlihat luka-luka. Hmm, mungkin itu anak yang ku tendangi tadi.
Setelah mendapatkan informasi, aku memberi sedikit balas budi, dan bang Iwan berterima kasih. Aku baru ingat, setelah tadi abang kelasku berkata, motor Daniel dan Rizal masih berada di apotek depan, dan aku malas mengambilnya kedepan, haha.
"Anak kelas 1 lo mana Nil" Tanya abang kelasku.
"Paling sama si Jepri bang" Kata Daniel.
"Nih, anak kelas 1 kita, gimana?" Tanya Rizal.
-
Malam telah tiba, aku baru terbangun dari aktivitas sebelumnya. Kelelahan setelah mengalami kemenangan memang menyenangkan, walau terkadang hati sedikit parnoan, apalagi nanti kalau sampai orang tau mendengarkannya. Bahwa anaknya sudah sedikit melatih diri untuk menginjak siapapun yang berdiri diatas kaki ini. Aku juga tidak mau melakukan seperti itu, tetapi keadaan memaksaku untuk tetap melakukannya. Aku ini lelaki, wajar jika membela diri. Aku ini pria, yang harus melawan para penindas. Ya, begitulah, masih muda.
Perutku berbunyi, memang sedari tadi belum terisi. Aku langsung turun kebawah, mencari makanan yang ada. Ternyata sudah tersedia, dan ada mamah ku juga di sana. Dia melihat anaknya, dan langsung menyuruhku makan.
"Kebiasaan, jam segini bangun, paginya gak tidur" Kata mamahku sambil membereskan piring kotor bekas adik-adikku makan.
Aku hanya diam, tidak menjawab nasihatnya.
"Ayah belom pulang" Tanyaku.
"Baru mau pulang" Kata mamahku.
Ayahku adalah seorang yang pekerja keras, berangkatnya sehabis subuh, pulang tak menentu. Tetapi itu semua tidak menjadikanku anak yang kurang perhatian. Terkadang, ketika aku sedang main atau nongkrong di depan, ayahku menelponku, biasanya menanyakan sudah makan atau belum, mau dibawakan makanan atau tidak. Ya, begitulah, karenanya aku termotivasi untuk tidak mengecewakan hasil.
"Mamah, buatin ade tugas bahasa Indonesia" Teriak adikku yang sedang mengerjakan tugas sehabis makan.
"Sama Aa mu lah" Kata mamahku sambil membersihkan rumah.
"Tugas apa" Tanyaku sambil mengelus rambutnya.
Aku 3 bersaudara. Kakakku sudah kuliah dan mengambil kejuruan Psikologi, dan adikku masih menduduki bangku kelas 5 Sekolah Dasar.
"Bikinin puisi tentang guru, aku mau ikut lomba baca puisi"
"Tugasnya dikumpulin kapan?" Tanyaku.
"Nanti, 3 hari lagi" Kata adikku.
"Yaudah, nanti aa buatin" Kataku.
Aku sebenanrnya tidak cukup mahir dalam berkata-kata, hanya mengerti tepatnya.
Aku lupa belum membuka ponselku kembali, dan menanyakan kepada Ara soal anak murid yang namanya masih kupertanyakan.
Aku beranjak keatas, menutup pintu kamar, lalu mencari ponsel yang ku taruh dimana saja, hehe. Itu memang kebiasaanku, apalagi ketika benar-benar sudah lelah, malas menaruhnya untuk sekedar diisi baterainya.
Ketemu. Ternyata ada dibawah bantal, dan langsung ku buka. Ternyata banyak pesan di dalamnya, yang lain dan tidak bukan adalah grup sekolah dan grup lain-lainnya. Ada pesan dari Ara yang langsung ku buka karena penasaran.
"Hah? Pricila?" Read
"Gak ada yang namanya Pricila" Read
"Adanya Cindy Aulia" Read
Kok jauh sekali? Dari Pricila ke Cindy Aulia. Apa jangan-jangan Aa penjual es teh salah melihatnya?
"Coba liat photonya" Balasku.
Dan tidak lama Ara membalasnya.
Ara mengirim sebuah gambar anak-anak baru yang ada di kelasnya, dan aku temuka salah satu wanita yang tadi bersamping-sampingan denganku di kantin membeli es teh tadi.
"Itu Ra, yang di belakang, bangku deretan 2" Balasku.
"ITU NAMANYA CINDY AULIA, BUKAN PRICIA, ARSTEN" Balas Ara dengan penuh capslook.
"Hehe, salamin ya, dari gua" Balasku.
"Suka lu ya?" Balas Ara.
"Apaansih, mau tau aja" Balasku
Aku tiba-tiba senang sendirian. Memang benar, cinta datang dengan semaunya. Pergi, hilang sesukanya. Rasa ingin memiliki terasa nyata. Aku bisa bahagia karena dia telah tercipta. Datang dengan cita-cita yang membawanya masuk ke SMA.
Lalu aku turun kembali ke bawah, membaca buku novel yang kemarin ku pinjam punya Rizal. Ceritanya tentang wanita pecinta kopi dan senja. Wah, pasti menarik sekali ceritanya. Aku mulai membacanya.
"Arsten maen yok" Itu suara Yoga yang memanggilku. Sekali lagi, harus ku tunda untuk kegiatan membaca novel ini.
"Oy" Sahutku.
Aku membuka pintu, ternyata Yoga sudah menunggu ku didepan sana. Malam ini entah akan kemana, padahal niatku hanya ingin berdiam diri dirumah. Entahlah, aku hanya tidak ingin mengecewakan orang. Karena itu, aku iyakan ajakannya.
"Mau kemana kita?" Tanyaku.
"Laper gw Ten, makan aje" Ajak Yoga.
"Kerumah si Angga aja, main PES sekalian" Kataku.
Angga adalah temanku sewaktu SD dan SMP, dan kami masih berteman sampai sekarang. Yoga juga temanku dari SD, tetapi kami berpisah ketika mengeyam pendidikan Sekolah Menengah Pertama.
"Wey, ngelamun" Sahut Rizal, temanku.
"Ngantuk gue Jal" Kataku sambil menengoknya dengan malas.
"Ngantuk mah ke kelas" Kata Rizal. Ya, kami sering tidur di kelas.
"Bete Jal, gapunya cewek, gak ada semangatnya gua" Kataku ke Rizal.
"Cari lah, satu sekolah juga udeh kenal sama lo. Jangan kaku-kaku banget" Kata Rizal sambil menepukku.
"Ah, males, ke kantin yok" Kataku.
Rizal bangun bersamaku dari tempat duduk di depan kelas. Kegiatan sekolah masih terbilang longgar, karena semuanya masih sibuk mendidik dan menasehati peserta ajaran baru. Sebenarnya tidak terlalu mendidik, kalau kubilang malah seperti dendam para senior ke anak yang baru. Karena akupun juga dahulu diperlakukan seperti itu, dijadikan ajang tertawaan, mungkin.
"Lu aja yang mesen deh" Kataku sambil mengeluarkan uang 10 ribuan, dan duduk duluan supaya tidak keduluan orang.
Sekolahku memiliki aura yang berbeda, ditambah gaya-gaya Belanda masih ada di dalamnya. Jadi wajar, bila banyak orang yang tertarik untuk masuk kedalamnya dan menjadi bagian keluarga besar.
"Tumben lu ngopi jam segini" Kataku ke Rizal yang membawakan 1 gelas kopi hitam dan beberapa cemilan.
"Katanya lo ngantuk" Kata Rizal sembari duduk.
"Iyaa sih" Kataku sambil meniup kopi yang masih sedikit panas.
Tiba-tiba pandanganku tertarik lagi oleh salah satu wanita yang memasuki kantin. Tumben, anak baru memasuki kantin. Karena dulu, teman-temanku sewaktu kelas 1, tidak ada yang mau memasuki kantin. Entah, aku hanya diberitahu kalau kantin hanya untuk kelas XI & XII, senioritasnya agak kerasa. Ya wajar, namanya juga SMA, terlebih punya nama yang besar.
"Itu anak baru kok masuk kantin?" Tanyaku.
"Cewek bro, siapa juga yang mau godain" Kata Rizal.
"Karena dia cewek, pasti digodain, gimana sih lu" Kataku.
"Tapi lumayan Ten, cantik" Kata Rizal.
Rizal belum tau, kalau itu wanita yang tadi membuatku melamun.
"Lu mau?" Tanyaku.
"Enggak, gue udah punya cewek, buat lo aja" Kata Rizal ada benarnya juga.
"Bener yeh?" Kataku, meyakinkannya.
"Iyaa, lo mau?" Tanya Rizal.
"Itu cewek yang tadi gue liatin. Pas lo dateng, tiba-tiba die ngilang" Kataku.
"Berarti lo ngelamunin die, bukan ngantuk, sialan" Kata Rizal menepak kepalaku.
Aku hanya tersenyum kecil, dan bangun menghampiri wanita tersebut yang sedang membeli es teh manis.
"Mau kemane lo" Teriak Rizal ketika aku menghampiri wanita tersebut.
"Berisik" Kataku.
Sekarang aku ada di sampingnya. Tinggi badannya tidak terlalu jauh berbeda denganku. Pas, kalau aku ingin mengajaknya makan di luar, hehe.
"Es A?" Tanya penjual es yang sudah kenal denganku.
"Enggak A, lagi jagain adik kelas, hehe" Kataku ke penjual es.
"Eh, lu kok kelas 1 masuk kantin sih?" Kataku.
"Ehmm.. Emangnya enggak boleh ya kak?" Tanya Wanita itu, mukanya terlihat takut ketika aku berada di sampingnya.
"Enggak, gapapa kok. Tapi dulu gua waktu kelas 1 jarang ke kantin. Biasanya bawa bekel malah" Kataku.
"Emangnya kakak mau perang? Bawa bekel?" Kata wanita itu sambil menutup mulutnya yang tertawa.
"Enggak dong, gak gitu dong haha" Kataku sambil tertawa.
"Hehe, maaf kak" Kata wanita itu.
"Eh, nanti pulang sama siapa?" Tanyaku. Mulailah keluar jurus seribu usaha, haha.
"Gue sama mamah gue kak, kenapa?" Katanya.
"Gapapa kok" Kataku. Huft, harapanku sirna (Dalam hati)
"Oke kak, gue ke kelas dulu ya kak" Katanya, berpamitan denganku.
Wanita itu melewatiku, aku masih melihatinya dari sini. Seperti ada yang kurang. Ohh iya, kenapa aku gak kenalan dengannya, astaga.
"Aa tau nama cewek itu gak?" Tanyaku ke aa penjual es.
"Pricila Pricila gitu a, kalo diliat dari namtagnya" Kata aa penjual es.
"Oke" Kataku.
Lalu, kutemui lagi Rizal yang sedang memainkan handphonenya. Terdengar, suara wanita dari handphonennya Rizal, ternyata dia sedang vidiocallan dengan pacarnya yang juga satu sekolah denganku.
"Gue mau ke kelas pacar gue, mau ikuf gak?" Tawar Rizal.
"Jadi nyamuk gua" Kataku.
"Mau gak?" Tanya Rizal yang kedua kalinya.
"Sepi gak kelasnya? Gua numpang tidur di sonoh deh" Kataku.
"Gak terlalu rame, ayok" Ajak Rizal.
Aku dan Rizal pergi mendatangi kelas pacarnya. Hanya berbeda beberapa kelas dari kelasku yang baru, dan untungnya aku juga tidak terlalu ansos, jadi masih ada yang mengenalku walau tidak terlalu banyak.
Pintu di buka, dan hanya beberapa orang di dalamnya. Ada yang menyusun bangku, tidur diatas meja, ada juga yang langsung tidur diatas lantai, hebat!
"Hallo Ten" Kata Sarah, pacarnya Rizal.
"Iyaa Sar" Kataku sambil tersenyum.
"Lo mau ngecas handphone? Nih, gue bawa casan" Kata Sarah menawariku.
"Iyaa, sini minjem, daripada casan lu jadi nyamuk" Kataku.
"Yee bisa aje" Kata Sarah yang mengerti maksudku apa.
Aku izin untuk ke kelas sebentar, mengambil tas yang isinya hanya 2 buku dan jaket yang aku kenakan, lalu balik lagi ke kelasnya Sarah. Aku sebenarnya bisa saja tidur di kelasku, tetapi tidak enak karena Rizal yang mengajakku. Lagipun, hari ini aku tidak membawa kendaraan, sedangkan Rizal membawanya. Biasanya aku bawa motor, tetapi hari ini seperti ada rasa malas yang menghantui, dan aku ikut menaiki bus patas yang biasa mengangkut anak-anak sekolahku dengan beramai-ramai.
Setelah masuk ke kelasnya Sarah, aku sudah tidak memperdulikan Rizal yang sedang asik mengobrol dan berpacaran. Aku hanya langsung tiduran dengan tas yang dijadikan bantal, dan sesekali memainkan handphone yang tidak ada notifikasi.
Seperti manusia yang tidak punya pacar pada umumnya, aku hanya sibuk melihat-lihat isi dari akun sosial mediaku yang followernya masih 900an itu. Like-like photo, buka-buka vidio, bukan vidio porno! Karena aku memakai WiFi sekolah, hehe. Sepertinya aku baru ingat, salah satu temanku ada yang masuk kedalam jajaran Siswa Intra Sekolah atau yang biasa kita sebut OSIS. Namanya Ara, dia teman wanita yang cukup akrab denganku, karena aku juga tidak menutup diri untuk berteman. Karena aku hanya mau berteman kepada orang yang kau berteman denganku. Karena Ara mendapatkan tugas mengawasi peserta didik baru, aku ingin menanyakan satu hal, yaitu anak yang tadi kutemui di kantin dan lupa menanyakan namanya.
"Ra" Send.
"Woy, jelek" Send.
"Tau yang namanya Pricila gak?" Send.
Kutunggu beberapa menit, tapi tidak ada jawaban dari Ara. Mungkin, dia sedang sibuk mengawasi adik kelasnya yang baru itu. Aku bosan, lebih baik menyetel lagu, dan mendengarkannya lewat earphone yang baru ku beli.
"Ten, bangun, pulang gak" Itu suara Rizal yang membangunkanku.
"Hah? Pulang?" Kataku, masih setengah sadar. Kayanya tadi tidur sebentar doang.
"Ayok, tunggu sini, gue ambil tas" Kata Rizal yang meninggalkanku.
Aku masih celingak celinguk seperti orang tidak jelas karena keheranan.
"Kok gua gak mimpi apa-apa tadi" Gumamku
Tiba-tiba Sarah menghampiriku, dia sudah menggendong tasnya, seperti sudah siap sekali untuk pulang.
"Pules Ten tidurnya?" Kata Sarah.
"Emang gua tidur ya?" Tanyaku.
"Lo pules anjir, haha" Kata Sarah tertawa.
"Masa sih?" Kataku.
"Haha, yaudah, gue pulang duluan ya, gaenak ditungguin" Kata Sarah yang mengajakku bersalaman.
"Eh tunggu, lu pulang sama siapa?" Tanyaku, karena setahuku Rizal mengajakku pulang bersama.
"Sama temen gue, lo sama Rizal kan? Gapapa Ten" Kata Sarah.
"Okedeh, hati-hati lu" Kataku sambil tos kepadanya.
Aku berdiri, dan di kelas ini hanya tersisa aku sendiri yang masih menunggu Rizal yang belum datang kembali. Aku membuka handphone, ternyata Ara belum juga membalasnya, yaudahlah. Rizal belum juga datang, aku memakai jaket bertuliskan sekolahku. Karena kesal si Rizal belum datang, aku menelponnya.
"Lu dimana sih?" Kataku.
"Di tangga, sama anak timur" Kata Rizal.
Sudah ditungguin lama-lama, ternyata malah asik ngobrol, aduh, teman.
Aku keluar dari kelasnya Sarah, menuju tangga sekolah karena si Rizal berada di sana. Ternyata benar, dia sedang ngobrol dengan 3 teman yang seangkatan denganku.
"Weh, dari mana aja pak" Kata salah satu dari mereka, nama panggilannya Ical, anak Timur.
Mereka semua yang di sini adalah orang-orang yang tinggalnya di Jakarta timur. Berbeda denganku yang berada di pusat.
"Nunggu si Rizal, sue, gua ketiduran" Kataku.
"Gaenak ninggalin si Ical sama yang laen Ten" Kata Rizal, pembelaan.
"Balik bareng nih? Gak sama yang laen?" Tanya Ical.
"Tadi pagi gua sama yang laen. Biasa, naek patas" Kataku.
"Ketemu jodoh?" Tanya Ical.
Yang dimaksud Ical adalah musuh sekolahku. Ya, tinggal di Jakarta membuatku harus berdamai dengan kekerasan, apalagi ini hari pertama ajaran baru dimulai, pasti banyak sekolah yang unjuk gigi untuk membesarkan namanya.
"Aman Cal" Kataku.
"Syukur deh, jangan sampe lecet tuh ilmu" Kata Ical sambil tertawa, dan akupun juga.
Ical pamitan denganku dan Rizal, begitupun dengan yang lainnya. Sedangkan aku mengabari temanku yang berada di sekolah sebelah, Sekolah Menengah Kejuruan yang berdekatan dengan sekolahku, Daniel namanya.
Aku turun kebawah dan menuju gerbang menunggu Rizal yang mengeluarkan motornya. Sementara itu Daniel sudah ku kabari, katanya dia sudah bersama Yoga, anak SMK yang satu sekolah dengan Daniel dan rumahnya satu daerah denganku.
Kami berempat ini satu daerah, hanya berbeda tempat tinggal, tetapi tetap pada 1 wilayah yang sama. Ada salah satu kakak kelasku yang menegurku ketika aku masih menunggu Rizal keluar.
"Pulang sama siapa Ten" Kata kakak kelasku itu.
"Biasa bang, lu sama yang laen?" Tanyaku.
"Iyaa, banyak anak kelas 1 juga" Katanya.
"Gua besok-besok aja ya bang? Mata gua sepet bet ini" Kataku.
"Muka lo muka bantal sialan, haha" Katanya sambil meledekku.
"Begadang gua tadi malem haha" Kataku.
"Gue duluan yeh sama yang laen, nanti nongkrong di daerah aja" Katanya sambil mengajakku tosan.
"Okee" Kataku.
Rizal datang tepat di belakangku, entah apa yang membuatnya lama, intinya aku tidak mau banyak tanya.
"Dimane si Daniel" Tanya Rizal ketika aku baru saja duduk di motornya.
"Masjid, biasa" Kataku.
Rizal langsung meluncur ke tempat biasa, di sana sudah ada Daniel dan Yoga yang menunggu. Tidak terlalu jauh dari sekolahku, hanya beberapa meter. Benar saja apa yang aku beritahukan, Daniel dan Yoga sudah menanti sambil meminum es yang mereka pesan ke pedang di pinggir jalan dekat area masjid.
"Mau langsung?" Tanya Daniel yang memakai jaket hitam milik sekolah kami.
"Nunggu siapa lagi?" Tanya Yoga.
"Gas" Kata Rizal.
Daniel yang membawa motor, Yoga yang di belakangnya. Begitupun aku, karena ini motor Rizal, aku yang harus menyetirnya atas rasa kerja sama.
Aku jalankan perlahan-lahan, sambil sesekali menengoki para pengendara. Aku juga terkadang melihat jalan yang dulu pernah aku lewati, seperti waktu masih berpacaran semasa SMP, haha. Dulu, kalau boleh ku nilai diriku sendiri, aku termasuk cowok yang banyak digemari, tidak percaya? Haha.
Seperti sore hari yang biasa terjadi dikala aktivitas mulai kembali, macet mulai terlihat dimana-mana, yang mengharuskan aku untuk bersabar menahan panas hawa perjalanan. Tetapi perjalan sedikit lagi akan sampai, hanya tinggal putar balik, lalu masuk ke dalam gapura yang menandakan rumahku ada didalam daerah tersebut.
"Itu anak sekolah mana?" Tanya Yoga dan Daniel yang tiba-tiba memberhentikan laju motornya, dan meminggirkannya.
"Ketemu jodoh nih" Kata Daniel yang langsung membuka isi motornya. Ternyata didalamnya ada senjata untuk membela diri yang lumayan panjang dan tajam.
Hanya ada 2 pilihan. Kita lari, atau mereka yang lari.
Kami sedikit berdiskusi tentang persediaan melawan mereka, karena kami hanya punya 2 buah senjata dan jumlah mereka sekitar 6 orang. Tetapi tiba-tiba Rizal mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sekarang jumlahnya ada 3, dan kurasa itu cukup karena ini daerah kami, kemungkinan menang pasti akan datang.
Motor dititipkan di salah satu apotek yang berada di sekitar sini, tidak lupa juga di kunci stangnya, karena kami tidak mau kalah 2x kalau nanti terjadi.
Ternyata salah satu dari mereka ada yang melihat kami dan orang itu langsung meneriakan nama sekolahnya. Sontak, kami langsung menyebrang jalan. Rizal mempercayakannya kepadaku, sedangkan dia hanya memegang sebuah balok yang lumayan juga bagiku.
Kami berempat menyebrang jalan, meneriakan nama sekolah yang kami pertahankan namanya. Aku dan Yoga maju didepan, sedangkan Rizal dan Daniel berada di sampingnya, menjaga supaya tidak ada yang main ninja/colongan.
"Maju sinih maju" Kata Yoga sambil memainkan sajamnya.
"Sinih-sinih" Kata Daniel sambil menenteng senjatanya.
Mereka tidak mau maju terlebih dahulu, padahal jumlah banyakan mereka, tetapi senjata kami lebih diunggulkan.
Salah satu dari mereka ada yang maju menghadangku. Lalu lintas terhenti sementara. Aku langsung ikut mengadukan mental kepada lawan, dan ternyata orang itu jatuh karena di kagetkan oleh Rizal yang membawa kayu balok.
Kami tidak melukainya, hanya menendangnya, tidak ada niatan membunuhnya karena temannya tidak ada yang menolongnya. Karena dirasa belum puas, kami mengejar anak-anak sekolahan itu sampai masuk kedalam perkampungan kami sendiri. Kami berlari, kami mengejar, kami meneriaki nama sekolah kami dengan bangga, dan berhenti ketika hendak sampai ke perkampunganku.
"Payah" Kata Rizal sambil ngos-ngosan, nafas kami juga terengah-engah.
"Itu anak gang sebelah kayanya" Kata Yoga sambil ngos-ngosan.
Akhirnya kami memutuskan nongkrong di depan warung tempat biasa aku merokok atau mengobrol bersama teman-temanku di sini. Aku jongkok bersama yang lainnya setelah membeli jajanan di warung, tetapi ada temanku yang memberitahuku kalau ada seseorang yang mencari anak-anak yang habis terlibat tauran. Untungnya aku punya ide, aku meminta tolong kepada bang Iwan, tukang sampah sekaligus hansip yang berjaga di daerahku untuk sedikit menutup mulut orang yang mencariku.
"Itu yang nyari anak tauran, bang Iwan?" Tanyaku menghampirinya.
"Iyaa" Katanya.
"Itu ane bang, bisa umpetin gak?" Kataku.
"Biasa-biasa aje, biar bang Iwan yang ngalihin" Katanya.
Aku sedikit lega, dan langsung meminta uang kepada teman-temanku untuk membeli rokok sebagai penutup mulutnya.
Tiba-tiba terlihat abang kelasku dan beberapa yang lainnya datang menghampiriku, berjumlah 8 orang kira-kira.
"Motor lo di depan Jal" Tanya abang kelasku.
"Keringetan sama sebelah" Kata Rizal yang berdiri lalu membakar rokoknya.
"Pantes, menang?" Tanya abang kelasku, dan dialah satu-satunya anak kelas 3 yang tersisa.
"Gak di apa-apain sama si Arsten, ditendangin doang" Kata Yoga.
"Jangan sampe cacat, nanti malah sama warga urusannya" Kata abang kelasku.
Bang Iwan menghampiriku kembali, dan aku langsung berdiri menemuinya. Dia bilang, orang itu adalah pak RW sebelah, dia mencari anak yang tauran karena keponakannya terlihat luka-luka. Hmm, mungkin itu anak yang ku tendangi tadi.
Setelah mendapatkan informasi, aku memberi sedikit balas budi, dan bang Iwan berterima kasih. Aku baru ingat, setelah tadi abang kelasku berkata, motor Daniel dan Rizal masih berada di apotek depan, dan aku malas mengambilnya kedepan, haha.
"Anak kelas 1 lo mana Nil" Tanya abang kelasku.
"Paling sama si Jepri bang" Kata Daniel.
"Nih, anak kelas 1 kita, gimana?" Tanya Rizal.
-
Malam telah tiba, aku baru terbangun dari aktivitas sebelumnya. Kelelahan setelah mengalami kemenangan memang menyenangkan, walau terkadang hati sedikit parnoan, apalagi nanti kalau sampai orang tau mendengarkannya. Bahwa anaknya sudah sedikit melatih diri untuk menginjak siapapun yang berdiri diatas kaki ini. Aku juga tidak mau melakukan seperti itu, tetapi keadaan memaksaku untuk tetap melakukannya. Aku ini lelaki, wajar jika membela diri. Aku ini pria, yang harus melawan para penindas. Ya, begitulah, masih muda.
Perutku berbunyi, memang sedari tadi belum terisi. Aku langsung turun kebawah, mencari makanan yang ada. Ternyata sudah tersedia, dan ada mamah ku juga di sana. Dia melihat anaknya, dan langsung menyuruhku makan.
"Kebiasaan, jam segini bangun, paginya gak tidur" Kata mamahku sambil membereskan piring kotor bekas adik-adikku makan.
Aku hanya diam, tidak menjawab nasihatnya.
"Ayah belom pulang" Tanyaku.
"Baru mau pulang" Kata mamahku.
Ayahku adalah seorang yang pekerja keras, berangkatnya sehabis subuh, pulang tak menentu. Tetapi itu semua tidak menjadikanku anak yang kurang perhatian. Terkadang, ketika aku sedang main atau nongkrong di depan, ayahku menelponku, biasanya menanyakan sudah makan atau belum, mau dibawakan makanan atau tidak. Ya, begitulah, karenanya aku termotivasi untuk tidak mengecewakan hasil.
"Mamah, buatin ade tugas bahasa Indonesia" Teriak adikku yang sedang mengerjakan tugas sehabis makan.
"Sama Aa mu lah" Kata mamahku sambil membersihkan rumah.
"Tugas apa" Tanyaku sambil mengelus rambutnya.
Aku 3 bersaudara. Kakakku sudah kuliah dan mengambil kejuruan Psikologi, dan adikku masih menduduki bangku kelas 5 Sekolah Dasar.
"Bikinin puisi tentang guru, aku mau ikut lomba baca puisi"
"Tugasnya dikumpulin kapan?" Tanyaku.
"Nanti, 3 hari lagi" Kata adikku.
"Yaudah, nanti aa buatin" Kataku.
Aku sebenanrnya tidak cukup mahir dalam berkata-kata, hanya mengerti tepatnya.
Aku lupa belum membuka ponselku kembali, dan menanyakan kepada Ara soal anak murid yang namanya masih kupertanyakan.
Aku beranjak keatas, menutup pintu kamar, lalu mencari ponsel yang ku taruh dimana saja, hehe. Itu memang kebiasaanku, apalagi ketika benar-benar sudah lelah, malas menaruhnya untuk sekedar diisi baterainya.
Ketemu. Ternyata ada dibawah bantal, dan langsung ku buka. Ternyata banyak pesan di dalamnya, yang lain dan tidak bukan adalah grup sekolah dan grup lain-lainnya. Ada pesan dari Ara yang langsung ku buka karena penasaran.
"Hah? Pricila?" Read
"Gak ada yang namanya Pricila" Read
"Adanya Cindy Aulia" Read
Kok jauh sekali? Dari Pricila ke Cindy Aulia. Apa jangan-jangan Aa penjual es teh salah melihatnya?
"Coba liat photonya" Balasku.
Dan tidak lama Ara membalasnya.
Ara mengirim sebuah gambar anak-anak baru yang ada di kelasnya, dan aku temuka salah satu wanita yang tadi bersamping-sampingan denganku di kantin membeli es teh tadi.
"Itu Ra, yang di belakang, bangku deretan 2" Balasku.
"ITU NAMANYA CINDY AULIA, BUKAN PRICIA, ARSTEN" Balas Ara dengan penuh capslook.
"Hehe, salamin ya, dari gua" Balasku.
"Suka lu ya?" Balas Ara.
"Apaansih, mau tau aja" Balasku
Aku tiba-tiba senang sendirian. Memang benar, cinta datang dengan semaunya. Pergi, hilang sesukanya. Rasa ingin memiliki terasa nyata. Aku bisa bahagia karena dia telah tercipta. Datang dengan cita-cita yang membawanya masuk ke SMA.
Lalu aku turun kembali ke bawah, membaca buku novel yang kemarin ku pinjam punya Rizal. Ceritanya tentang wanita pecinta kopi dan senja. Wah, pasti menarik sekali ceritanya. Aku mulai membacanya.
"Arsten maen yok" Itu suara Yoga yang memanggilku. Sekali lagi, harus ku tunda untuk kegiatan membaca novel ini.
"Oy" Sahutku.
Aku membuka pintu, ternyata Yoga sudah menunggu ku didepan sana. Malam ini entah akan kemana, padahal niatku hanya ingin berdiam diri dirumah. Entahlah, aku hanya tidak ingin mengecewakan orang. Karena itu, aku iyakan ajakannya.
"Mau kemana kita?" Tanyaku.
"Laper gw Ten, makan aje" Ajak Yoga.
"Kerumah si Angga aja, main PES sekalian" Kataku.
Angga adalah temanku sewaktu SD dan SMP, dan kami masih berteman sampai sekarang. Yoga juga temanku dari SD, tetapi kami berpisah ketika mengeyam pendidikan Sekolah Menengah Pertama.
Diubah oleh hasanudin39 19-08-2020 07:32






oktavp dan 22 lainnya memberi reputasi
23
9.9K
Kutip
92
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan