- Beranda
- Komunitas
- Buat Latihan Posting
Rembulan Atau Mentari (cerbung)


TS
mocho66
Rembulan Atau Mentari (cerbung)
Salam literasi ....
Sebetulnya kurang yakin mau bikin tbread apaan. Akhirnya mutusin buat post cerbung di sini. Kritik dan saran pasti ditampung.
Rembulan atau Mentari
Part 1
Oleh: Muhammad Choirul Anam
"Sial, gue belum ngerjain tugas, ah, alamat dikasih tugas tambahan ini," umpatku.
"Tugas dari Pak Riski? Tenang sudah kuclearkan, kamu tinggal copas."
"Wih mantap, jarang-jarang kau cerdas. Dasar si Riski fucek fucek hahaha."
Emang Pak Riski guru paling gak asik. Dikit-dikit tugas dikit-dikit tugas. Bahkan beliau dapat julukan Guru legend oleh anak-anak. Bagaimana tidak selain hobi memberi tugas juga gemar sekali dia menghukum. Entahlah ini ghibah atau tidak.
"Gitu-gitu dia juga gurumu Bambank."
"Nama gua Ahmad bukan Bambank."
Kadang-kadang dia teman yang menguntungkan. Cuma kadang-kadang. 40 persen menguntungkan sisanya merugikan.
Tapi susah senang Ihsan yang menemaniku. Sahabat mungkin julukan lebih tepatnya.
Suara bel berbunyi nyaring di dengar. Suara paling mengesalkan, bel pertanda akan memasuki dunia penuh dengan kerumitan. Ah, biarlah, toh mendengar itu tinggal menghitung bulan. Setelah itu aku terbebas dari belenggu sekolah abu-abu ini.
***
Masih dengan suara bel yang sama. Tapi ini terdengar seperti melepas semua beban pelajaran yang melelahkan. Iya bel pulang. Bel paling ditunggu-tunggu tapi setelah terdengar malah ditinggal pulang. Maunya apa sih?
Pikiran masih penuh karena pelajaran. Membuat fokus jadi buyar. Kayak gini enaknya ngopi cari inspirasi. Dengan menghisap asap dari sebatang rokok. Wah mantap.
"Yuk ngopi!" ajakku pada Ihsan.
"Ngopi di mana, tempat biasa nongkrong?"
"Terserah lah, yang penting ada wifianya. Kamu taulah onlinku ketulung wifi hehe."
"Iya2 ahelah bacot."
"Sekalian bayarin, aku gabawa uang lebih."
"Kuota kaga punya, ngopi minta di traktir pula. Ya Allah temenku"
"Yaudah mau kagak ni bayarin kopiku ntar? Santai soal korek gua udah bawa."
"Yaudah iya2 ayok. Terus rokoknya?"
"Ya kamulah. Gak peka banget sih jadi temen."
Sahabat itu sekali-kali dimanfaatin. Meski dia juga sering manfaatin. Okelah saling memanfaatkan. Daripada hanya manfaatin.
Angkutan kota perlahan menepi ke pinggir jalan. Kali ini angkutan serasa ada yang berbeda. Filing good like i should ….
Nampak sosok gadis cantik jelita, elok nan manis rupanya dengan kerudung penutup mahkota. Menghias angkot yang pengap menjadi indah bak taman surga.
Aku menyadari sesuatu. Ternyata bidadari turun dari surga itu bukanlah fiksi semata. Ah, binar matanya, tak kuasa kulewatkan hal seindah ini.
Dia duduk berdua dengan temannya. Mungkin sudah ditakdirkan untuk berpasangan. Jatahku dan kawanku.
Baru kali ini aku merasa grogi berhadapan dengan perempuan. Padahal kenal pun tidak. Ah, hilang sudah wibawaku.
"Mbak, mau kemana?" tanya Ihsan, memulai pembicaraan.
"Dari belakang mau ke depan." jawabnya jutek.
Eh, ini jutek apa mau ngelawak. Kalau dari samping mau ke samping namanya kepiting bambank.
Tiba-tiba ....
Angkot berhenti mendadak. Waktu berjalan serasa melambat. Ketika sadar aku sudah jatuh tersungkur.
Tanganku kenapa terasa sangat nyaman. Empuk, lembut, dan elastis apa ini? Perlahan kubuka mataku.
Di mana gadis tadi? Perasaan tadi dia di depanku.
Astaga ....
Memang wajah yang cantik. Tepat di depan mataku. Indah purnama seakan datang padaku.
"Aaa ...." dia tiba-tiba berteriak.
"Astagfirullah ... Pak kiri pak!" pintaku pada sopir angkot.
"Jangan pak. Lurus aja terus pak!" sanggah Ihsan.
"Matamuuu," hardikku. "Udah kiri pak kiri!"
"Masih jauh bodoh. Lo mau jalan kaki sampe tongkrongan?"
"Iya mas ini angkot terakhir," saut sopir.
Ah, ini sopir ikut2 aja. Wes pie iki? Wes mbuh.
Suasana berubah canggung seketika. Ah bagaimana caraku minta maaf?
"Ngapunten mbak, salahno sopir e mbak, ngerem dadak!" eh, ojo-ojo! Terdengar mendiskriminasi.
"Maaf mbak, tadi anumu kepegang!" eh ndasmu anu-anu apa?
Ah, entahlah ….
Apa sebaiknya kucairkan suasana dulu? Tapi gimana caranya?
Oh iya ajak kenalan. Eh susana kayak gini mau ajak kenalan.
"Mbak, namanya siapa? Aku Ihsan salam kenal!" tiba-tiba ihsan angkat suara.
Gila orang ini bisa baca pikiran. Tapi apa bisa suasana secanggung ini? Yah meskipun kami terkenal sebagai idola di sekolah hehe. Tapi tetap sajalah.
"Salam kenal-salam kenal. Enak banget lo. Lo gak inget tadi temen lo ngapain?" wah benar saja. Temannya tadi yang sok judes menyemburkan bisa.
Makanya baca suasana dong. Sangat tidak cerdas.
Ihsan menggerak-gerakan bahunya. Memberi isyarat untuk bicara.
Akhirnya juga aku lagi yang kena. Ah, sudahlah memang ketidaksengajaan.
"Ma-maaf mbak,' kataku tersendat-sendat. "tadi tidak sengaja. Tiba-tiba supirnya ngerem mendadak terus anu …." ah, apa yang kubicarakan.
"Salah e tangan arek tibo ae kok pilih2 nggon," bisik Ihsan.
"Ndasmu …."
"Minta maaf malah bisik-bisik." kena semprot lagi. Hadeh ….
Ah, sudahlah ….
Saatnya jatuh dalam sunyi. Sudah tak tau lagi apa yang harus kukatakan. Ah, biarlah ….
Suraya menyengat dengan panasnya tapi sebaliknya aku malah kedinginan. Masih terngiang kejadian yang tak pernah kulupakan.
Gemletuk suara kerikil terlindas ban angkot. Terdengar cukup keras. Seperti meneman sepi di tengah ramai.
Perlahan suara mesin memelan. Bahkan suara ihsan meremang hampir tak terdengar di telinga. Disibukan dengan menatap telapak penuh syahwat.
Termenung menyelam dalam palung penyesalan. Menggapai sunyi ditengah riuh ihsan. Menelungkup lemah pasrah pada rangkul Tuhan.
Tanganku ditarik paksa saat masih lelap dalam lamunan.
Sampai gerakan tangan vertikal di depan mataku menyadarkanku.
"Woi sadar woi." Ihsan mnggoyang-goyangkan pundakku. "Nglamun apaan sih? Udahlah gak usah dipikir terlalu. Jadi ngopi nggak?"
Tanpa menjawabnya aku langsung menuju tempat yang biasa nongkrong dan memesan kopi. Tak lupa dengan pasword wifi tentunya.
Asap kopi memudar bersatu dengan angin. Aroma nikmat merayu tuk mencicip. Nikmat yang khas candu membuat sekejap lupa dengan masalah lampau.
Kunyalakan benda persegi. Nyalanya redup kalah dengan terik surya.
Seperti biasa membaca manga, cerbung, dan nonton anime adalah tempatku mengunduh imajinasi.
Otaku? Biarlah kau mau menyebutku apa. Penting aku terhibur.
"Hei budak misquen, gimana hubungan lo sama si rina?" tanya si ihsan.
Bersambung ….
Magetan, 28 Maret 2020
Sebetulnya kurang yakin mau bikin tbread apaan. Akhirnya mutusin buat post cerbung di sini. Kritik dan saran pasti ditampung.
Rembulan atau Mentari
Part 1
Oleh: Muhammad Choirul Anam
"Sial, gue belum ngerjain tugas, ah, alamat dikasih tugas tambahan ini," umpatku.
"Tugas dari Pak Riski? Tenang sudah kuclearkan, kamu tinggal copas."
"Wih mantap, jarang-jarang kau cerdas. Dasar si Riski fucek fucek hahaha."
Emang Pak Riski guru paling gak asik. Dikit-dikit tugas dikit-dikit tugas. Bahkan beliau dapat julukan Guru legend oleh anak-anak. Bagaimana tidak selain hobi memberi tugas juga gemar sekali dia menghukum. Entahlah ini ghibah atau tidak.
"Gitu-gitu dia juga gurumu Bambank."
"Nama gua Ahmad bukan Bambank."
Kadang-kadang dia teman yang menguntungkan. Cuma kadang-kadang. 40 persen menguntungkan sisanya merugikan.
Tapi susah senang Ihsan yang menemaniku. Sahabat mungkin julukan lebih tepatnya.
Suara bel berbunyi nyaring di dengar. Suara paling mengesalkan, bel pertanda akan memasuki dunia penuh dengan kerumitan. Ah, biarlah, toh mendengar itu tinggal menghitung bulan. Setelah itu aku terbebas dari belenggu sekolah abu-abu ini.
***
Masih dengan suara bel yang sama. Tapi ini terdengar seperti melepas semua beban pelajaran yang melelahkan. Iya bel pulang. Bel paling ditunggu-tunggu tapi setelah terdengar malah ditinggal pulang. Maunya apa sih?
Pikiran masih penuh karena pelajaran. Membuat fokus jadi buyar. Kayak gini enaknya ngopi cari inspirasi. Dengan menghisap asap dari sebatang rokok. Wah mantap.
"Yuk ngopi!" ajakku pada Ihsan.
"Ngopi di mana, tempat biasa nongkrong?"
"Terserah lah, yang penting ada wifianya. Kamu taulah onlinku ketulung wifi hehe."
"Iya2 ahelah bacot."
"Sekalian bayarin, aku gabawa uang lebih."
"Kuota kaga punya, ngopi minta di traktir pula. Ya Allah temenku"
"Yaudah mau kagak ni bayarin kopiku ntar? Santai soal korek gua udah bawa."
"Yaudah iya2 ayok. Terus rokoknya?"
"Ya kamulah. Gak peka banget sih jadi temen."
Sahabat itu sekali-kali dimanfaatin. Meski dia juga sering manfaatin. Okelah saling memanfaatkan. Daripada hanya manfaatin.
Angkutan kota perlahan menepi ke pinggir jalan. Kali ini angkutan serasa ada yang berbeda. Filing good like i should ….
Nampak sosok gadis cantik jelita, elok nan manis rupanya dengan kerudung penutup mahkota. Menghias angkot yang pengap menjadi indah bak taman surga.
Aku menyadari sesuatu. Ternyata bidadari turun dari surga itu bukanlah fiksi semata. Ah, binar matanya, tak kuasa kulewatkan hal seindah ini.
Dia duduk berdua dengan temannya. Mungkin sudah ditakdirkan untuk berpasangan. Jatahku dan kawanku.
Baru kali ini aku merasa grogi berhadapan dengan perempuan. Padahal kenal pun tidak. Ah, hilang sudah wibawaku.
"Mbak, mau kemana?" tanya Ihsan, memulai pembicaraan.
"Dari belakang mau ke depan." jawabnya jutek.
Eh, ini jutek apa mau ngelawak. Kalau dari samping mau ke samping namanya kepiting bambank.
Tiba-tiba ....
Angkot berhenti mendadak. Waktu berjalan serasa melambat. Ketika sadar aku sudah jatuh tersungkur.
Tanganku kenapa terasa sangat nyaman. Empuk, lembut, dan elastis apa ini? Perlahan kubuka mataku.
Di mana gadis tadi? Perasaan tadi dia di depanku.
Astaga ....
Memang wajah yang cantik. Tepat di depan mataku. Indah purnama seakan datang padaku.
"Aaa ...." dia tiba-tiba berteriak.
"Astagfirullah ... Pak kiri pak!" pintaku pada sopir angkot.
"Jangan pak. Lurus aja terus pak!" sanggah Ihsan.
"Matamuuu," hardikku. "Udah kiri pak kiri!"
"Masih jauh bodoh. Lo mau jalan kaki sampe tongkrongan?"
"Iya mas ini angkot terakhir," saut sopir.
Ah, ini sopir ikut2 aja. Wes pie iki? Wes mbuh.
Suasana berubah canggung seketika. Ah bagaimana caraku minta maaf?
"Ngapunten mbak, salahno sopir e mbak, ngerem dadak!" eh, ojo-ojo! Terdengar mendiskriminasi.
"Maaf mbak, tadi anumu kepegang!" eh ndasmu anu-anu apa?
Ah, entahlah ….
Apa sebaiknya kucairkan suasana dulu? Tapi gimana caranya?
Oh iya ajak kenalan. Eh susana kayak gini mau ajak kenalan.
"Mbak, namanya siapa? Aku Ihsan salam kenal!" tiba-tiba ihsan angkat suara.
Gila orang ini bisa baca pikiran. Tapi apa bisa suasana secanggung ini? Yah meskipun kami terkenal sebagai idola di sekolah hehe. Tapi tetap sajalah.
"Salam kenal-salam kenal. Enak banget lo. Lo gak inget tadi temen lo ngapain?" wah benar saja. Temannya tadi yang sok judes menyemburkan bisa.
Makanya baca suasana dong. Sangat tidak cerdas.
Ihsan menggerak-gerakan bahunya. Memberi isyarat untuk bicara.
Akhirnya juga aku lagi yang kena. Ah, sudahlah memang ketidaksengajaan.
"Ma-maaf mbak,' kataku tersendat-sendat. "tadi tidak sengaja. Tiba-tiba supirnya ngerem mendadak terus anu …." ah, apa yang kubicarakan.
"Salah e tangan arek tibo ae kok pilih2 nggon," bisik Ihsan.
"Ndasmu …."
"Minta maaf malah bisik-bisik." kena semprot lagi. Hadeh ….
Ah, sudahlah ….
Saatnya jatuh dalam sunyi. Sudah tak tau lagi apa yang harus kukatakan. Ah, biarlah ….
Suraya menyengat dengan panasnya tapi sebaliknya aku malah kedinginan. Masih terngiang kejadian yang tak pernah kulupakan.
Gemletuk suara kerikil terlindas ban angkot. Terdengar cukup keras. Seperti meneman sepi di tengah ramai.
Perlahan suara mesin memelan. Bahkan suara ihsan meremang hampir tak terdengar di telinga. Disibukan dengan menatap telapak penuh syahwat.
Termenung menyelam dalam palung penyesalan. Menggapai sunyi ditengah riuh ihsan. Menelungkup lemah pasrah pada rangkul Tuhan.
Tanganku ditarik paksa saat masih lelap dalam lamunan.
Sampai gerakan tangan vertikal di depan mataku menyadarkanku.
"Woi sadar woi." Ihsan mnggoyang-goyangkan pundakku. "Nglamun apaan sih? Udahlah gak usah dipikir terlalu. Jadi ngopi nggak?"
Tanpa menjawabnya aku langsung menuju tempat yang biasa nongkrong dan memesan kopi. Tak lupa dengan pasword wifi tentunya.
Asap kopi memudar bersatu dengan angin. Aroma nikmat merayu tuk mencicip. Nikmat yang khas candu membuat sekejap lupa dengan masalah lampau.
Kunyalakan benda persegi. Nyalanya redup kalah dengan terik surya.
Seperti biasa membaca manga, cerbung, dan nonton anime adalah tempatku mengunduh imajinasi.
Otaku? Biarlah kau mau menyebutku apa. Penting aku terhibur.
"Hei budak misquen, gimana hubungan lo sama si rina?" tanya si ihsan.
Bersambung ….
Magetan, 28 Maret 2020




syerrilelizhafa dan mentarisfr memberi reputasi
2
107
4


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan