- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Bertahan Demi Anak "Haruskah"???


TS
tutorialhidup
Bertahan Demi Anak "Haruskah"???

Quote:
Pernikahan kami digelar dengan sederhana, tak banyak tamu yang diundang. Namun, hal itu tak mengurangi sedikitpun rasa sukurku, senyumku mengembang sempurna.
Tak berselang lama, aku hamil. Hal yang kukira akan membuat suamiku bahagia, ternyata ia tampak biasa saja saat kusodorkan sebuah tespek dengan dua garis biru di atasnya.
"Mas, kamu enggak seneng?"
"Sayang, kamu kan tahu aku enggak punya pekerjaan tetap? Biaya untuk ini pasti mahal!" ujarnya sembari mengembalikan tespek itu ke tanganku.
Ya, suamiku memang tak punya pekerjaan tetap. Ia adalah seorang marketing perumahan. Selama ini, aku lah yang menanggung biaya hidup kami untuk bayar kontrakan serta makan. Mungkin, memang rezeki keluarga kami ini diberi Tuhan melalui pekerjaan tetapku.
Kalian tahu sebuah mitos? Kabarnya ... cobaan wanita hamil adalah suaminya akan bermain serong, dan itu terjadi padaku.
Awal mulanya, sifat suamiku memang berubah di trimester awal kehamilan. Ia tak lagi memberiku perhatian, tiap malam ia pergi keluar entah kemana. Yang berujung pada pertengkaran yang sangat sering terjadi di rumah tangga kami.
Saat kandunganku semakin membesar, aku pun mencoba berfikir jernih. Malam itu, kuajak suamiku bicara dari hati ke hati. Hasil yang kudapat kala itu adalah berupa biru lebam di tubuh, ia memukul dan menendang.
HPL atau Hari Perkiraan Lahir anakku semakin dekat, kuputuskan untuk pindah kontrakan dekat dengan orang tuaku, agar ada yang membantuku mengurus bayi.
Saat kami pindah kontrakan, suamiku belum jua memiliki pekerjaan. Akhirnya, aku sendiri yang menanggung biaya persalinanku.
Keajaiban mulai terjadi, setelah bayi laki-laki yang sangat tampan lahir dari rahimku. Suamiku mendapatkan pekerjaan, dan sifatnya sedikit membaik. Ah, memang lah ... setiap anak membawa rezekinya sendiri.
Pernah dengar kalimat ini?
'Wanita diuji saat lelakinya tak punya banyak harta, lantas lelaki diuji saat ia memiliki banyak harta.'
Karir suamiku melejit, akan tetapi sifat manisnya menurun drastis. Kebiasaannya yang dulu kumat, ia sering pulang pagi. Bahkan, ia tak lagi memberiku nafkah. Tiap kutanya, katanya tak punya uang. Apabila kutanya kemana gajinya, ia akan marah.
Dalam kegelisahan, aku berdoa siang dan malam. Memohon petunjuk-Nya. Berharap badai rumah tangga ini usai, aku lelah.
Kurasa doa dan tangisku didengar, sehingga satu per satu bukti perselingkuhan suamiku terkuak. Dengan sabar, kutanyakan suamiku soal perselingkuhannya. Namun, lagi-lagi aku hanya dijawab dengan pukulan dan tendangan. Lalu, berakhir dengan ia pergi meninggalkan rumah.
Bagai disambar petir di siang bolong, seorang wanita muda berusia 19 tahun menghubungiku, mengatakan bahwa ia sedang berada di sebuah hotel bersama suamiku.
Tak ingin gegabah, aku mencoba meredam emosi kuat-kuat. Kupinta wanita itu mengirimkan bukti-bukti. Semua itu akan kusimpan, dan kuungkap pada suamiku di pengadilan.
Tak kusangka, semakin kuulur waktu, bukti perselingkuhan suamiku semakin banyak. Ia ternyata selingkuh dengan beberapa wanita sekaligus. Hatiku remuk, aku tak tahan lagi.
Lelah hati membuatku meminta cerai pada suamiku. Dan, ia tampak senang. Kami pun pisah rumah. Selang satu bulan, ia sudah mendapatkan wanita penggantiku.
Namun, hal yang tak kusangka terjadi. Entah apa yang ia fikirkan, suamiku mendatangi keluargaku tuk meminta maaf atas segala kekhilafannya, ia meminta rujuk. Padahal, keluargaku tak tahu apapun soal kelakuannya.
Tak ada orang tua yang ingin anaknya menjadi janda di usia kepala dua. Mereka pun membujuk agar aku memaafkan suami. Toh, lelaki itu sudah bersumpah tuk berubah.
Mereka juga memintaku bertahan demi anak. Kupegang dadaku yang mendadak begitu sesak.
Bersambung....






ummuza dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.1K
Kutip
10
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan