Kaskus

News

Lockdown666Avatar border
TS
Lockdown666
Wah, Benarkah Emas Kini Lebih Berharga dari Dolar AS?
Wah, Benarkah Emas Kini Lebih Berharga dari Dolar AS?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia menjadi headline di pekan ini setelah mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah awal pekan kemarin. Tak berhenti sampai di situ, emas ngegas lagi pada Selasa (28/7/2020), hingga mendekati level US$ 2.000/troy ons.

Berdasarkan data Refinitiv, emas pagi ini melesat nyaris 2% ke US$ 1.980,56/troy ons pagi tadi yang kini menjadi rekor tertinggi sepanjang masa, jauh di atas rekor kemarin US$ 1.945,16/troy ons, dan rekor yang bertahan nyaris selama 1 dekade US$ 1.920,3/troy ons yang dicatat pada 6 September 2011.

Di saat emas sedang berkilau cemerlang, dolar Amerika Serikat (AS) justru sedang nyungsep. Hal itu terlihat dari indeks dolar AS yang pagi tadi berada di kisaran 93,493. Level tersebut merupakan yang terendah dalam 2 tahun terakhir atau sejak sejak Juni 2018.

Indeks ini dibentuk dari 6 mata uang, euro, yen, poundsterling, dolar Kanada, franc Swiss, dan krona Swedia, tetapi juga menjadi indikator kekuatan dolar AS terhadap mata uang lainnya. Sehingga ketika indeks dolar AS menurun, mata uang lainnya, seperti rupiah misalnya, berpeluang akan menguat.

Mata Uang Garuda pada hari ini sempat melesat 0,48% sebelum berakhir menguat tipis 0,07%. Meski tipis, rupiah mampu mencatat penguatan 6 hari beruntun. Di saat yang sama, jika kita melihat indeks dolar AS, hingga Senin kemarin malah sudah menurun dalam 7 hari beruntun.

Melihat kinclongnya harga emas dan nyungsepnya dolar AS, akan terlihat jika emas menjadi lebih berharga ketimbang dolar AS saat ini. Tetapi benarkah demikian?
Emas dan dolar AS merupakan 2 aset yang unik, keduanya adalah "teman" sekaligus menjadi "lawan".

"Teman" karena keduanya sama-sama menyandang status aset aman (safe haven). Saat kondisi perekonomian global menurun atau terjadi gejolak di pasar finansial maupun dari sisi geopolitik, keduanya akan menjadi target investasi sehingga nilainya sama-sama menguat.
"Lawan", dalam hal ini karena emas dunia dibanderol dengan dolar AS. Ketika dolar AS sedang murah atau sedang nyungsep, maka harga emas dunia akan lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, sehingga permintaan berpotensi meningkat, harganya pun melesat. Dengan kata lain, pergerakan emas dunia dan dolar AS akan berlawanan arah.

Faktanya, di balik penguatan emas dunia hingga mencapai rekor tertinggi memang dipicu oleh ambrolnya indeks dolar AS. Isu resesi, stimulus moneter bank sentral dunia, begitu juga stimulus fiskal dari pemerintah di berbagai negara menjadi "bensin" bagi emas untuk menanjak di tahun ini.
Tetapi hingga 2 pekan lalu, ramalan emas mencapai rekor baru masih cukup lama, rata-rata para analis memprediksi di akhir tahun ini. Tetapi nyatanya, sejak pekan lalu emas terus melesat naik, dan jika diperhatikan indeks dolar AS terus nyungsep.


Wah, Benarkah Emas Kini Lebih Berharga dari Dolar AS?

Grafik di atas menunjukkan pergerakan emas (garis oranye) dan indeks dolar AS (garis ungu) yang berlawan arah. Terlihat jelas hari ini, pagi tadi emas menguat sementara indeks dolar AS melemah, tetapi di sore hari pada pukul 16:00 WIB, emas berbalik melemah 0,48% ke US$ 1.933,33/troy ons, sementara indeks dolar menguat 0,23% ke 93,885.

Kondisi, jika dilihat dari sisi perekonomian dan kebijakan moneter sangat mirip dengan tahun 2008 ketika terjadi krisis finansial global. Pergerakan yang sama juga terjadi, meski fluktuasi harga emas saat itu lebih smooth, hingga akhirnya mencetak rekor tertinggi pada September 2011.

Pasca 2011, kejayaan emas runtuh, dolar AS perlahan bangkit. Harga emas bahkan sempat ambrol, menyentuh level US$ 1.045,85/troy ons pada 3 Desember 2015. Level tersebut merupakan yang terendah sejak Februari 2010. Di saat yang sama indeks dolar nyaris mencapai level 100, yang merupakan level tertinggi sejak Februari 2002.


Wah, Benarkah Emas Kini Lebih Berharga dari Dolar AS?

Berkaca dari 2008 dan di tahun ini, emas akan lebih berharga kala dunia dihantam resesi, dan bank sentral dunia menggelontorkan stimulus moneter. Tetapi saat kondisi perekonomian mulai normal, dan tanpa stimulus dari bank sentral, atau malah yang dilakukan pengetatan moneter, dolar AS menjadi lebih unggul ketimbang emas.

Jadi, mana sebenarnya yang lebih berharga, emas atau dolar AS? 

John Mauldin, dari Presiden dari Mauldin Economics, mengatakan emas lebih berharga ketimbang uang tunai seperti dolar AS.

"Menyimpan uang tunai tidak akan membuatmu semakin kaya" kata Mauldin, sebagaimana dikutip US Money Reserve, pertengahan 2016 lalu. Alasanya sederhana, bank sentral sewaktu-waktu dapat mendevaluasi nilai tukar mata uang. Selain itu, nilai mata uang juga bisa menurun akibat inflasi, di sisi lain emas merupakan aset yang memiliki status lindung nilai terhadap inflasi.   

 Pada tahun 2019 lalu, aksi "buang" dolar atau dedolarisasi oleh China menjadi perhatian pelaku pasar. Hal tersebut dilakukan dengan mengurangi porsi obligasi (Treasury) AS yang dimiliki. Aksi yang sama kembali muncul di tahun ini akibat memanasnya hubungan AS dengan China.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan AS, pada akhir April 2020, nilai obligasi pemerintah AS yang dimiliki China sebesar US$ 1,07 triliun atau sekitar Rp 14.400 triliun (kurs Rp 14.400/US$), atau sekitar 15,8%. Nilai tersebut juga setara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Namun jika dilihat ke belakangan, kepemilikan China terus menurun, pada April 2019 nilainya sebesar US$ 1,11 triliun, artinya berkurang sekitar US$ 40 miliar (Rp 576 triliun) dalam tempo 1 tahun.


Dedolarisasi juga dilakukan oleh Rusia, bahkan lebih agresif lagi. Pada 2018 lalu, pada periode Maret sampai Mei atau dalam tempo tiga bulan saja, Rusia 'buang dolar' dengan melepas obligasi pemerintah AS sebesar US$ 81 miliar (Rp 1.166,4 triliun) atau sekitar 84% dari total kepemilikan kala itu. 

Akibat kebijakan tersebut, pada bulan Mei 2018 yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun melesat naik ke atas 3% untuk kali pertama sejak Januari 2014. Bank sentral Rusia kala itu menyatakan kebijakan tersebut dilakukan untuk diversifikasi dan beralih ke emas.

Kebijakan dedolarisasi tersebut tentunya berisiko membuat dolar AS melemah. Di sisi lain, seperti bank sentral Rusia, bank sentral di dunia lainnya juga "memborong" emas.
Hasil survei World Gold Council yang dirilis pada Juli 2019 lalu menunjukkan pada tahun 2018, sebanyak 12% dari 155 bank sentral baik negara berkembang dan maju melakukan pembelian emas. Di tahun tersebut, permintaan emas oleh bank sentral naik menjadi 651 ton, dikatakan menjadi yang tertinggi dalam sistem moneter internasional saat ini.

Hasil survei tersebut juga menunjukkan sebanyak 11% dari bank sentral masih akan terus membeli emas dalam periode 12 bulan setelahnya. Rencana pembelian tersebut dikatakan akibat tingginya risiko ekonomi di mata uang sebagai cadangan devisa. Dalam jangka menengah, bank sentral melihat adanya perubahan dalam sistem moneter internasional, dimana yuan China dan emas diprediksi akan memiliki peran yang lebih besar, sehingga relevan terhadap aksi "borong" emas yang mereka lakukan.
Pandemi penyakit virus corona (Covid-19) yang terjadi di tahun ini membuat bank sentral kembali berencana menaikkan pembelian emas. Jika tahun lalu sebanyak 11% bank sentral yang disurvei menyatakan akan membeli emas, kini hasil survei terbaru menunjukkan 20% yang akan "memborong" emas. Risiko terjadinya krisis finansial akibat pandemi Covid-19 menjadi salah satu alasan pembelian emas oleh bank sentral tersebut.


sumur

https://www.cnbcindonesia.com/market...-dari-dolar-as
nomoreliesAvatar border
nomorelies memberi reputasi
1
719
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan