Bedah buku dan seminar bagi penulis pemula di kabupaten Sijunjung, dibuka secara resmi oleh Wakil Ketua DPRD Sijunjung dan dihadiri anggota DPRD.[/CENTER]
Acara yang diselenggarakan oleh organisasi Ikatan Pemuda Muslimin Peduli Sijunjung ini diapresiasi oleh legislator kabupaten Sijunjung.
Acara yang dihadiri mahasiswa, umum dan pelajar ini menjadi acara perdana bedah buku Desi Kirana Aza di ranah lansek manih tersebut.
[/CENTER]
Quote:
Kami sangat mengapresiasi ada kalangan milenial yang membangkitkan motivasi membaca bagi putra-putri daerah ini. Setidaknya dengan munculnya seorang penulis dari generasi muda, cukup mengharumkan nama daerah, dan kami akan mensuport.
Kata Syofian Hendri, S.Pd,I. 19 Juli 2020 di Aula PU Kabupaten Sijunjung kemarin sore saat membuka secara resmi acara tersebut.
[CENTER]
Quote:

Pada acara bedah buku ini, hadir sebagai pembedahnya seorang penikmat sastra dan wartawan senior yang sekarang menjabat ketua KPU kabupaten Sijunjung, Lindo Karsyah.
Dengan pisaunya yang tajam, Bang Lindo, begitu beliau disapa. Membantai karya Desi Kirana Aza yang berjudul tidak malu.
Peserta sangat antusias menyaksikan acara yang dimoderatori oleh Repi Risaldi, S.Ag. ini.
Quote:
[CENTER]

Dalam acara ini juga hadir, Ustadz Hendri Susanto, LC. Yang menyampaikan kisah motivasi dan sekaligus memberikan hadiah dari kantongnya sendiri dan juga menyerahkan door prize bagi peserta yang menjawab quiz yang ia berikan.
"Sangat luar biasa, baru kali ini kami menyaksikan ada acara bedah buku seperti ini di Kabupaten Sijunjung," puji beliau di sela-sela kata sambutannya sebagai anggota DPRD Kabupaten Sijunjung.
Quote:
Kata pengantar novel kenapa harus malu.
KATA PENGANTAR
Novel Sahabat Terbaik agaknya adalah sebuah kisah terjahit rapi dengan kehidupan kemiskinan yang tidak tergadai. Betapa kepedihan hidup bergelayut pada sang tokoh, namun ada kemuliaan yang melekat pada diri. Keseharian boleh akrab dengan rasa lapar, akan tetapi meminta-minta bukan sebuah jalan yang ditempuh. Lebih dari itu, rasa kasihan orang, bukan momentum yang dimanfaatkan. Rasa iba teman dekat dan keluargany tidak dijadikan komoditi untuk mendapatkan bantuan.
Kesan di atas muncul saat membaca novel yang dibidani oleh Penulis yang betah hidup di pedesaan ini. Kemiskinan dijadikan gagasan karya, tetapi tidak mengumpan banjir air mata. Kesengsaraan demi kesengsaraan hidup dirangkai layaknya orang yang tidak beruntung secara ekonomi. Laksana pahitnya hidup tokoh mendapatkan sepasang sepatu baru, tapi toh dia adalah remaja yang bisa tersenyum pada semua orang kendati alas kakinya sudah mengangga.
Dialog dan keheningan percakapan diramu sedemikian rupa. Akhirnya, kita tahu kemiskinan bukan untuk diratapi dan ditangisi, tetapi sebuah keadaan yang mesti dijalani secara bermartabat.
Lindo Karsyah
Ketua KPU Kabupaten Sijunjung.