- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Zuhud, Bukan Alergi Dunia


TS
an.naml
Zuhud, Bukan Alergi Dunia
Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Newbie hanya ingin berbagi tentang apa yang Newbie baca, terima kasih sebelumnya kali aj bermanfaat buat yang membaca.. langsung aj yuk om

Spoiler for Zuhud, Bukan Alergi Dunia:
Zuhud merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh setiap Muslim. Sifat ini merupakan bagian penting dari keyakinan adanya hari pembalasan (yaumul jazaa). Tanpa sifat zuhud, mustahil seseorang rela melakukan tadhhiyah(pengorbanan) yang prima untuk kepentingan Islam dan umatnya.
Zuhud adalah memutuskan keterikatan hati dengan kesenangan dunia dan hanya mempertautkannya dengan kehidupan akhirat. Zuhud tidaklah identik dengan pakaian compang-camping, makan seketemunya, rumah reyot serta kotor dst. Zuhud bukanlah kebalikan dari banyak harta, rumah indah, berpakaian keren dengan makanan dengan gizi memadai.
Pemahaman mentah terhadap arti zuhud seperti diatas telah menjadi wacana yang dilematis bagi umat Islam dan sekaligus melahirkan asumsi-asumsi negatif yang kurang menguntungkan bagi perkembangan Islam sekarang ini. Para orentialis Barat menuduh doktrin-doktrin Islam, termasuk Zuhud, sebagai penghambat kemajuan zaman, bahkan ada asumsi seolah Islam hanya agama akhirat yang tidak memiliki pemikiran komprehensif atas berbagai perkembangan riil duniawi.
Di dalam Islam, Zuhud dimaksudkan untuk tazkiyatun nafsidan menjaganya dari berbagai penyakit-penyakit hati yang bermula dari persoalan-persoalan duniawi. Zuhud bukan alergi dunia yang anti segala bentuk materi, seolah manusia hanya diajak untuk merenungi nasib akhirat tanpa ada porsi ikhtiar duniawi.
"Orang yang kaya-raya adalah zaahid(orang yang zuhud) apabila hatinya tidak terikat dengan harta yang ia miliki. Dengan ringan hati ia keluarkan uangnya untuk sabilillah. Dunia baginya hanyalah ladang akhirat. Sebaliknya, tidaklah disebut zaahid orang yang miskin apabila hatinya terbelenggu dengan harta, cita-citanya tidak lebih dari ingin menikmati dunia sepuas-puasnya.
Pernah seorang ulama Memperbandingkan Umar bin Abdul Aziz RA yang terkenal sebagai kalifah yang kaya-raya pada waktu itu dengan seseorang yang terkenal zaahid, yang memang tidak punya peluang untuk menjadi orang kaya. Katanya, "Umarlah yang lebih zaahid. Sebab dunia telah berada didalam genggaman tangannya, namun tidak ia simpan di lubuk hatinya."(Ihya IV/212).
Dengan demikian, belum tentu orang yang tidak berharta disebut zuhud orang yang bergelimang harta lalu dianggap tidak zuhud. Sebab bisa jadi orang yang tak berharta namun hatinya gila harta dan orang kaya tetapi hatinya tidak terperdaya oleh harta.
Makan makanan yang enak, berpakaian bagus, mempunyai tempat tinggal di real estate dan memiliki mobil mewah bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Islam. Bahkan hal itu sesuatu yang dianjurkan jika kita ada kemampuan untuk itu. Rasulullah SAW pernah menegur seorang sahabat yang berpakaian lusuh padahal diketahuinya orang itu berkemampuan untuk membeli pakaian yang bagus, seraya bersabda; "Sesungguhnya Allah SWT senang melihat bukti karunia-Nya pada hamba-Nya." Yang dilarang adalah menjadikan itu semua sebagai bahan kebanggaan dan kesombongan serta sebagai tujuan hidup.
Dikalangan para sahabat, tersebutlah beberapa orang yang terkenal hartawan, antara lain: Abu Bakar, Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf, radhiyallahu ta'ala'anhum. Dan Rasulullah SAW tidaklah menyebut hal itu sebagai suatu penyimpangan dari Islam, karena memang terbukti bahwa pemilikan mereka terhadap harta tidaklah menyebabkan mereka terikat dan terpedaya olehnya.
Abdurrahman bin Auf RA misalnya, ketika disuguhkan kepadanya hidangan yang lezat, ia menangis. Ketika ditanya tentang sebabnya beliau mengatakan, "Orang-orang yang jauh lebih baik dariku telah banyak yang gugur dalam mempertahankan Islam sebelum mereka berhasil memetik buah perjuangannya. Dan Mush'ab bin Umair pun telah syahid dalam keadaan memilukan, yaitu: tidak ada kain kafan penutup jasadnya selain kain namirab, yang apabila ditarik menutup kepala, kakinya terbuka dan apabila ditarik ke kaki, kepalanya tidak tertutup. Lalu ditariklah kain itu ke kepalanya dan kakinya ditutup dengan rumput idzkbir. Saya khawatir bahwa balasan dari apa yang saya lakukan selama ini tidak lebih dari apa yang ada dihadapan saya ini."
Puluhan kali Al-Qur'an menyebut-nyebut tentang alhayaatud-dunya(kehidupan dunia), namun tak satu ayat pun yang melarang umat Islam untuk menikmatinya. Yang ada adalah pelurusan persepsi umat manusia tentang posisi kesenangan dunia dalam kehidupan. Pelurusan persepsi ini berkisar pada: Bahwa kehidupan dunia bukanlah kehidupan yang hakiki, yang hakiki adalah kehidupan akhirat, kehidupan dunia tidaklah abadi, yang abadi adalah kehidupan akhirat dan peringatan agar manusia tidak tertipu oleh kehidupan dunia. Beberapa ayat berikut menjelaskan hal tersebut.
Al Qur'an justru memerintahkan agar kita memanfaatkan fasilitas dunia untuk mencapai kehidupan bahagia di akhirat. Allah SWT menegaskan:
Sehubungan dengan ayat diatas, Al Mufassir Ibnu Katsir RA menulis, "Gunakanlah harta dan kenikmatan yang melimpah ruah yang telah Allah berikan itu dalam rangka tobat dan taqarrub kepada-Nya, dengan aneka macam bentuk taqarrub untuk memperoleh pahala didunia dan akhirat." (Tafsir Ibnu Katsir III: 484).
Rasulullah SAW banyak mengingatkan umatnya agar tidak terjebak dengan kemilau dunia dan agar mereka hanya memiliki keterkaitan hati kepada Allah SWT dan keridhaan-Nya. Rasulullah SAW bersabda:
Rasulullah SAW mengingatkan bahwa dunia ini hanya titipan dari Allah sebagai ujian untuk menilai siapa yang paling baik amalnya.
Dalam kesempatan lain Rasulullah SAW memberikan perumpamaan tentang kehidupan dunia.
Dengan beberapa sabda beliau diatas, Rasulullah SAW ingin menggambarkan bahwa kehidupan akhirat itu bagaikan air di lautan dan kehidupan dunia ini bagaikan air yang menempel pada telunjuk orang yang memasukkannya ke dalam lautan itu. Sungguh tidak sebanding.
Zuhud adalah memutuskan keterikatan hati dengan kesenangan dunia dan hanya mempertautkannya dengan kehidupan akhirat. Zuhud tidaklah identik dengan pakaian compang-camping, makan seketemunya, rumah reyot serta kotor dst. Zuhud bukanlah kebalikan dari banyak harta, rumah indah, berpakaian keren dengan makanan dengan gizi memadai.
Pemahaman mentah terhadap arti zuhud seperti diatas telah menjadi wacana yang dilematis bagi umat Islam dan sekaligus melahirkan asumsi-asumsi negatif yang kurang menguntungkan bagi perkembangan Islam sekarang ini. Para orentialis Barat menuduh doktrin-doktrin Islam, termasuk Zuhud, sebagai penghambat kemajuan zaman, bahkan ada asumsi seolah Islam hanya agama akhirat yang tidak memiliki pemikiran komprehensif atas berbagai perkembangan riil duniawi.
Di dalam Islam, Zuhud dimaksudkan untuk tazkiyatun nafsidan menjaganya dari berbagai penyakit-penyakit hati yang bermula dari persoalan-persoalan duniawi. Zuhud bukan alergi dunia yang anti segala bentuk materi, seolah manusia hanya diajak untuk merenungi nasib akhirat tanpa ada porsi ikhtiar duniawi.
"Orang yang kaya-raya adalah zaahid(orang yang zuhud) apabila hatinya tidak terikat dengan harta yang ia miliki. Dengan ringan hati ia keluarkan uangnya untuk sabilillah. Dunia baginya hanyalah ladang akhirat. Sebaliknya, tidaklah disebut zaahid orang yang miskin apabila hatinya terbelenggu dengan harta, cita-citanya tidak lebih dari ingin menikmati dunia sepuas-puasnya.
Pernah seorang ulama Memperbandingkan Umar bin Abdul Aziz RA yang terkenal sebagai kalifah yang kaya-raya pada waktu itu dengan seseorang yang terkenal zaahid, yang memang tidak punya peluang untuk menjadi orang kaya. Katanya, "Umarlah yang lebih zaahid. Sebab dunia telah berada didalam genggaman tangannya, namun tidak ia simpan di lubuk hatinya."(Ihya IV/212).
Dengan demikian, belum tentu orang yang tidak berharta disebut zuhud orang yang bergelimang harta lalu dianggap tidak zuhud. Sebab bisa jadi orang yang tak berharta namun hatinya gila harta dan orang kaya tetapi hatinya tidak terperdaya oleh harta.
Makan makanan yang enak, berpakaian bagus, mempunyai tempat tinggal di real estate dan memiliki mobil mewah bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Islam. Bahkan hal itu sesuatu yang dianjurkan jika kita ada kemampuan untuk itu. Rasulullah SAW pernah menegur seorang sahabat yang berpakaian lusuh padahal diketahuinya orang itu berkemampuan untuk membeli pakaian yang bagus, seraya bersabda; "Sesungguhnya Allah SWT senang melihat bukti karunia-Nya pada hamba-Nya." Yang dilarang adalah menjadikan itu semua sebagai bahan kebanggaan dan kesombongan serta sebagai tujuan hidup.
Dikalangan para sahabat, tersebutlah beberapa orang yang terkenal hartawan, antara lain: Abu Bakar, Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf, radhiyallahu ta'ala'anhum. Dan Rasulullah SAW tidaklah menyebut hal itu sebagai suatu penyimpangan dari Islam, karena memang terbukti bahwa pemilikan mereka terhadap harta tidaklah menyebabkan mereka terikat dan terpedaya olehnya.
Abdurrahman bin Auf RA misalnya, ketika disuguhkan kepadanya hidangan yang lezat, ia menangis. Ketika ditanya tentang sebabnya beliau mengatakan, "Orang-orang yang jauh lebih baik dariku telah banyak yang gugur dalam mempertahankan Islam sebelum mereka berhasil memetik buah perjuangannya. Dan Mush'ab bin Umair pun telah syahid dalam keadaan memilukan, yaitu: tidak ada kain kafan penutup jasadnya selain kain namirab, yang apabila ditarik menutup kepala, kakinya terbuka dan apabila ditarik ke kaki, kepalanya tidak tertutup. Lalu ditariklah kain itu ke kepalanya dan kakinya ditutup dengan rumput idzkbir. Saya khawatir bahwa balasan dari apa yang saya lakukan selama ini tidak lebih dari apa yang ada dihadapan saya ini."
Puluhan kali Al-Qur'an menyebut-nyebut tentang alhayaatud-dunya(kehidupan dunia), namun tak satu ayat pun yang melarang umat Islam untuk menikmatinya. Yang ada adalah pelurusan persepsi umat manusia tentang posisi kesenangan dunia dalam kehidupan. Pelurusan persepsi ini berkisar pada: Bahwa kehidupan dunia bukanlah kehidupan yang hakiki, yang hakiki adalah kehidupan akhirat, kehidupan dunia tidaklah abadi, yang abadi adalah kehidupan akhirat dan peringatan agar manusia tidak tertipu oleh kehidupan dunia. Beberapa ayat berikut menjelaskan hal tersebut.
Spoiler for buka:
Quote:
"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). Katakanlah: 'Inginkah Aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?' Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal didalamnya dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya." (QS.Ali Imran:14-15)
Quote:
"Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang(pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah." (QS. Luqman:33)
Fieman-Nya pula: "Tetapi kamu(orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal." (QS.Al A'la:16-17)
Fieman-Nya pula: "Tetapi kamu(orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal." (QS.Al A'la:16-17)
Al Qur'an justru memerintahkan agar kita memanfaatkan fasilitas dunia untuk mencapai kehidupan bahagia di akhirat. Allah SWT menegaskan:
Quote:
"Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan."(QS. Al Qashash:77)
Sehubungan dengan ayat diatas, Al Mufassir Ibnu Katsir RA menulis, "Gunakanlah harta dan kenikmatan yang melimpah ruah yang telah Allah berikan itu dalam rangka tobat dan taqarrub kepada-Nya, dengan aneka macam bentuk taqarrub untuk memperoleh pahala didunia dan akhirat." (Tafsir Ibnu Katsir III: 484).
Rasulullah SAW banyak mengingatkan umatnya agar tidak terjebak dengan kemilau dunia dan agar mereka hanya memiliki keterkaitan hati kepada Allah SWT dan keridhaan-Nya. Rasulullah SAW bersabda:
Quote:
"Sesungguhnya di antara yang paling aku takuti menimpa kalian sepeniggalku adalah jika keindahan dan hiasan dunia dibuka untuk kalian."(Muttafaq 'alayh).
Rasulullah SAW mengingatkan bahwa dunia ini hanya titipan dari Allah sebagai ujian untuk menilai siapa yang paling baik amalnya.
Quote:
"Sesungguhnya dunia ini manis dan indah. Dan sesungguhnya Allah SWT menjadikan kalian sebagai kalifah(pengemban amanah) diatas dunia ini. Maka bertakwalah kepada Allah dalam(menyikapi) dunia dan bertakwalah kepada Allah dalam (menyikapi) wanita." (HR. Muslim).
Dalam kesempatan lain Rasulullah SAW memberikan perumpamaan tentang kehidupan dunia.
Quote:
"Dunia dibandingkan akhirat tidak lain bagaikan ketika seseorang di antara kalian memasukkan jarinya kedalam lautan, coba lihat apa yang diperolehnya."(HR. Muslim).
Dengan beberapa sabda beliau diatas, Rasulullah SAW ingin menggambarkan bahwa kehidupan akhirat itu bagaikan air di lautan dan kehidupan dunia ini bagaikan air yang menempel pada telunjuk orang yang memasukkannya ke dalam lautan itu. Sungguh tidak sebanding.
Sumber
AHAM MAGAZINE
edisi 103
AHAM MAGAZINE
edisi 103
Quote:
Quote:
bantu
dengan
agan bisa berbagi 



Wassalamu'alaikum Wr.Wb.
Diubah oleh an.naml 14-03-2013 02:01


monkeydfarly memberi reputasi
1
1.5K
Kutip
5
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan