Upacara Adat Kepri
Kepulauan Riau adalah provinsi yang mencakup antara Kota Tanjungpinang, Kota Batam, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupaten Lingga. Kepulauan Riau ini berdiri melalui hasil pemekaran dari pulau Riau.
Sama dengan provinsi-provinsi yang ada di Indonesia, kepulauan Riau juga memiliki banyak kekayaan adat, seni dan budaya. Di antara semua adat di kepulauan Riau yang menarik bagiku adalah adat yang berasal dari kabupaten
Lingga. Yakni, salah satu kabupaten yang ibu kotanya bernama
Daik.
Daerah Daik-Lingga ini memiliki upacara adat yang begitu menarik, yaitu upacara
Basuh Lantai. Upacara ini biasanya dilakukan atau digelar setelah bersalin.
Quote:
Upacara adat Basuh Lantaiini tidak lepas dari kepercayaan masyarakat akan hal-hal mistis yang mereka percayai berada di sekitar mereka. Dari situlah masyarakat Daik-Lingga percaya bahwa ada makhluk mistis yang menghuni lantai rumah mereka. Jadi, jika di rumah tersebut ada yang melahirkan maka lantai rumah tersebut harus segera dibersihkan dari percikan darahnya. Konon, jika si pemilik rumah tidak segera membersihkan percikan darah di lantai rumah tersebut maka makhluk mistis yang menghuni lantai tersebut akan berulah. Seperti mengganggu si bayi dan ibunya (si bayi akan sakit-sakitan dan sering menangis), juga bisa mengganggu orang yang membantu persalinannya (Mak dukun atau Mak Bidan).
Dari itulah mungkin nama Basuh Lantai ini tercipta, mengingat arti dari kata Basuh adalah "mencuci atau membersihkan" sedangkan Lantai adalah "alas rumah atau biasa disebut lantai". Bila diartikan secara gampang adalah membersihkan lantai.
Upacara adat Basuh Lantai ini biasanya diadakan di hari Jum'at karena menurut kepercayaan masyarakat di sana hari Jum'at itu adalah hari yang dirahmati oleh Tuhan. Dan acara tersebut dilakukan ketika si bayi sudah berusia 44 hari. Jadi, selama 44 hari ini si ibu dan bayinya tidak boleh keluar rumah, juga si bayi tidak boleh diturunkan ke tanah. Si ibu boleh keluar rumah jika ada yang mendesak, tapi dengan syarat harus membawa Kacip ( alat yang dipergunakan untuk membelah sirih-pinang) atau pisau atau paku yang ujungnya dikasih bawang merah. Di samping si bayi pun harus disediakan pisau, paku atau besi (berbentuk apa saja) dengan tujuan agar si bayi terhindar dari gangguan mahluk halus.
Upacara adat Basuh Lantai ini biasanya dilaksanakan di pagi hari dan siang hari setelah sholat Jum'at akan dilanjutkan dengan acara Kenduri
Adapun perlengkapan yang dibutuhkan dalam upacara adat Basuh Lantai ini adalah:
1. Seekor ayam (jenisnya harus berlawanan dengan jenis kelamin si bayi. Jika si bayi laki-laki, maka harus disediakan ayam betina, begitu pun sebaliknya.)
2. Sepiring nasi atau pulut kuning (beras ketan yang diwarnai memakai kunyit) dengan lauk berupa serabi dan ikan berkuah.
3. Satu buah kelapa atau nyiur yang sudah dibersihkan kulit luar dan dalamnya.
4. Cermin
6. Sisir
7. 2 buah lilin
8. Sebuah benang tungkal berwarna putih dengan panjang sekitar 7 (tujuh) meter.
9. Sepiring beras putih beserta dengan sepiring padi yang belum dikupas.
10. Jeruk nipis.
11. celak (pensil mata).
12. Semangkuk atau secawan uang logam atau koin.
13. Semangkuk atau secawan bubur merah.
14. Semangkuk atau secawan kecil buah Asam.
15. Semangkuk atau secawan kecil minyak atau bedak langi.
Minyak langi itu adalah minyak yang terbuat dari campuran Gambir, buah Asam, kapur sirih, dan Jeruk Limau. kemudian seluruh bahan tersebut ditumbuk secara bersamaan sampai menghasilkan minyak.
16. Air yang ditempatkan dalam sebuah Tempayan, yaitu tempat berupa wadah yang bahannya terbuat dari tanah liat.
Semua perlengkapan itu nantinya akan dibawa ke tempat upacara (kamar si bayi dan ibunya).
Upacara ini dilaksanakan dengan dipimpin oleh Mak dukun dan suaminya yang biasa disebut Pak Janta dan dihadiri oleh para kerabat juga para tetangga dekat.
Acara ini diawali dengan pembacaan surat-surat Al-Qur'an oleh Pak Janta dan doa-doa kebaikan untuk ibu dan bayi juga keluarganya. Posisi si bayi dan ibunya duduk di tempat tidur sedangkan Mak dukun dan Pak janta duduk di lantai.
Setelah itu Mak dukun akan mencuci lantai yang pernah digunakan untuk proses kelahiran dengan cara mengguyur dan menggosoknya. Setelah itu diolesi dengan pulut, serabi, jeruk nipis dan asam sembari dibacakan mantra. Setelah itu disiram dengan minyak langi dan terakhir disiram dengan air. Setelah bersih kemudian lantai akan digores dengan menggunakan sisir dan cermin.
Upacara diteruskan dengan pengguyuran atau pemandian. Yaitu, si bayi dimandikan sebanyak 3 kali dengan air yang sudah dicampuri perasan jeruk nipis. Sebelum dimandikan si Mak dukun terlebih dahulu meniup kedua telinga juga badan si bayi sebanyak 3 kali.
Setelah si bayi diserahkan ke neneknya, selanjutnya giliran si ibu yang dimandikan dengan posisi duduk di lantai dan menggunakan air yang juga dicampuri perasan jeruk nipis.
Setelah itu si ibu kembali duduk di tempat tidur dengan bayi dalam gendongannya dan beras di telapak tangannya.
Setelah itu Mak dukun akan mendekatkan seekor ayam ke bayi dan ibunya tersebut, jika si ayam mematuk berasnya itu artinya pertanda baik. Namun, jika Sebaliknya si ayam mematuk bayi maka itu pertanda tidak baik. Dari itulah si ibu harus menjulurkan tangannya ke arah si ayam agar ayam tidak mematuk bayinya.
Kemudian, upacara dilanjutkan dengan acara lompat tiung (benang) yang bertempat di luar kamar dan pemutaran buah kelapa yang di atasnya terdapat lilin yang menyala. Kemudian, dilanjutkan dengan pengolesan minyak langi pada ibu dan bayinya dengan tujuan membersihkan diri agar terhindar dari gangguan makhluk halus dan terhindar dari bala.
Setelah itu, acara dilanjutkan dengan pemutusan kalung benang dengan api. Makna yang terkandung dalam hal ini adalah agar si bayi di kemudian hari dapat hidup dengan selamat (dapat melalui berbagai rintangan dalam hidupnya).
Kemudian, bekas sumbu lilin yang terbakar akan diremas dan dioleskan pada alis ibu dan bayinya, dengan harapan agar kedepannya si ibu dan anak selalu diberi jalan terang, lurus dan menjalankan amal Ma'aruf nahi mungkar.
Tidak sampai disitu saja, acara kemudian dilanjutkan dengan pemotongan rambut ibu dan bayinya (dipotong ujungnya saja). Dengan tujuan membuang hal-hal yang tidak baik pada mereka (ibu dan bayinya). Dan pemotongan rambut itu juga sebagai tanda bahwa si bayi sudah boleh dibawa keluar rumah dan juga sudah boleh diturunkan ke tanah (menginjak tanah).
Acara kemudian berlanjut ke penumpahan beras ke badan bayi, pengguncangan buah kelapa ke telinga kanan dan kiri bayi. Tujuan dari penumpahan beras tersebut adalah agar di kemudian hari si bayi banyak rezekinya. Sedangkan untuk pengguncangan buah kelapa itu adalah agar si bayi selalu ingat bahwa hidup ini akan terus berjalan dan harus dijalani dengan hati-hati dan kewaspadaan. Buah kelapa adalah simbol bahwa hidup itu seperti tunas kelapa yang akan terus tumbuh menjulang hingga menghasilkan buah yang bermanfaat untuk orang banyak.
Sebelum diadakan upacara ini, di masa si ibu belum melahirkan tepatnya di masa kandungan berusia tujuh bulan, suami dari si ibu itu harus datang ke rumah dukun atau Mak dukun yang akan dipilih untuk membantu persalinan istrinya dengan membawa telur dan pulut (ketan) sebagai syarat. Tujuannya adalah memberi tahu dan meminta tolong atau biasa disebut menepah. Agar si Mak dukun bersedia membantu proses saat istrinya melahirkan nanti.
Mulai dari saat itu, pada setiap hari Jum'at si suami dan istrinya harus datang ke rumah Mak dukun dengan membawa sebotol air dan tiga buah limau. Air dan limau itu nantinya akan dimantrai atau dibacakan doa-doa khusus dan akan dikembalikan ke suami istri tersebut untuk dibuat mandi selama tiga hari berturut-turut. Jadi, Mak dukun tidak hanya berperan saat upacara Basuh Lantai saja, tapi dimulai dari si bayi yang masih dalam kandungan ibunya .
Acara selanjutnya kemudian berlanjut setelah sholat Jum'at, yaitu acara kenduri. Acara ini dihadiri oleh para kerabat dan para tetangga dan dipimpin oleh lebai (ulama setempat). Setelah semua prosesi acara selesai dan pembacaan doa-doa yang dipimpin oleh lebai juga selesai, maka acara ini diakhiri dengan makan bersama.
Adapun perlengkapan Kenduri itu di antaranya adalah:
-Sepiring ketupat yang lazimnya disediakan sebanyak 25 (dua puluh lima) ketupat.
-Sepiring gulai ayam.
-Sepiring sambal kacang.
-Sepiring Serundeng.
-Sepiring sambal kelapa.
Semua hidangan tersebut nantinya akan dihidangkan dalam 10 (sepuluh) buah nampan.
Perlengkapan ini nantinya akan dijadikan jamuan untuk para tamu yang hadir dalam upacara adat ini.
Perlu diketahui juga jumlah nampan itu tidak ditentukan, tapi melihat pada keadaan si punya hajat atau tuan rumah. Bila termasuk orang mampu maka bisa jadi nampannya berjumlah banyak, tapi bila termasuk orang menengah ke bawah maka tergantung kemampuannya. Dalam hal ini, jika yang punya hajat termasuk orang tidak mampu maka para kerabat atau tetangga akan membantu menyiapkan perlengkapan kendurinya. Baik berupa Uang atau berupa bahan mentah seperti Gula, Kelapa, Beras, dan sebagainya.
Acara Upacara adat ini dianggap selesai setelah semua para tamu sudah pulang dan si tuan rumah memberikan hantaran ke rumah Mak dukun. Hantaran tersebut berupa makanan beserta lauk-pauknya, seekor ayam, kain, dan sejumlah uang sebagai ungkapan terima kasih.
Ya, itulah sedikit ulasan tentang upacara adat Basuh Lantai ini, jika ada yang kurang tepat mohon dimaafkan dan diberi tahu yang lebih tepat.
Setiap hal-hal atau pengalaman yang kita lalui atau orang lain lalui itu tersimpan sebuah pelajaran yang harusnya bisa kita petik hikmahnya. Begitu juga dalam sebuah adat atau tradisi itu pasti terkandung sebuah pelajaran yang dapat kita petik dan renungkan.
Yang TS dapat dari upacara adat Basuh Lantai ini adalah sebuah nilai kebersamaan, gotong royong dan rasa syukur.
Terlepas dari kepercayaan masyarakat Daik-Lingga akan hal-hal mistis, upacara ini menurutku adalah sebuah ungkapan rasa syukur kepada Sang pencipta akan hadirnya anggota baru dalam keluarga. Dan juga ungkapan rasa terima kasih atas kesehatan dan keselamatan yang diberikan oleh Sang kuasa pada si ibu dan bayinya.
Tidak sampai disitu saja, upacara adat ini juga menyimpan nilai kepedulian tinggi terhadap sesama atau orang-orang sekitar. Terlihat dari bagaimana para kerabat dan tetangga yang ikut membantu dalam menyempurnakan acara ini tanpa memberatkan tuan rumah.
Gotong royong yang terlihat dari upacara adat membuktikan bahwa sesulit apapun masalah ataupun suatu pekerjaan bila dilakukan bersama-sama pasti terasa ringan. Sedangkan nilai dari kebersamaan (duduk bersama saat acara kenduri) dalam upacara adat ini menunjukkan bahwa di hadapan Tuhan kita semua sama. Tidak ada si kaya dan si miskin, tidak ada si jelita atau si rupawan, karena di hadapan Tuhan hanya ketaqwaan dan keimanan kita lah yang menjadi pembeda.
Seperti itulah yang saya pahami dari upacara adat Basuh Lantai ini, sekali lagi bila ada pemahaman TS yang keliru mohon bantuan penjelasannya. Tanpa debat, ya.
Terima kasih dan salam santun.
Referensi:
Kemdikbud