

TS
lintangaksa16
Lewat Indra Lintas Aksara

Quote:
Nama : Lintang Aksa Bagaskara
Judul : Tentang Kau yang Memuja Penantian
Tak terhitung langkahku yang menyeru namamu
Meski sakit dan tertatih
Atas kata cinta lewati kedipnya angkasa
Mungkin kausedang mengajarkanku tentang cara membaur waktu
Membiarkan hati terkikis dari balik topeng kebahagian yang terpasang
Sedu sedan bukanlah arti
Bagimu, hanya sepicik dari luasnya semesta
Senantiasa menari di atas luka
Katamu ini bukan apa-apa
Sebuah penantian akan berbuah indah
Mungkin juga ada topeng rindu yang sedang tertutupi
Tapi kaumembawanya pada dimensi yang sebelumnya hanya ilusi
Kau dan aku berbeda tetapi, punya intensi yang sama
Sama-sama bangkit dari peliknya hidup
Mencari arah waktu yang lebih baik
Terkadang … waktu seperti tidak adil
Mentertawakan takdir dan membuat nyali ciut
Tapi, hebatnya kaumasih saja ingin berjuang
Menunggu masa itu datang menghadang
Walau kausendiri tak tahu apakah hari itu akan terjadi
Aku menjerit di balik cermin kehidupan
Berkali-kali mengumpat pada masa lalu yang menyakitkan
Tapi apa guna katamu, yang lalu hanyalah hiasan
Yang di depan adalah impian
Yang dinanti adalah harapan
Berjuang di tengah pekatnya jalan
Meniti satu persatu penghubung kenangan
Terpiar raksa yang menghitam kelam
Hingga untuk menjajari aku harus berlari
Tak peduli dengan sosok yang terus menghantui
Kisah baru kaujuga mengajarkan menyulam benang
Dari potongan kisah di puncak awan
Semua hanya jalinan tanpa jarum yang kacau bila dipandang
Tanpa adanya perantara
Semua hanya hayalan belaka
Sama seperti kertas usang diterpa angin malam
Terhuyung tak punya pegangan
Mengikuti arah coretan tangan
Tanpa menimang kapan singgah itu datang
Penantian hanyalah sebuah ikatan
Lubai, 13 Juni 2020
Judul : Tentang Kau yang Memuja Penantian
Tak terhitung langkahku yang menyeru namamu
Meski sakit dan tertatih
Atas kata cinta lewati kedipnya angkasa
Mungkin kausedang mengajarkanku tentang cara membaur waktu
Membiarkan hati terkikis dari balik topeng kebahagian yang terpasang
Sedu sedan bukanlah arti
Bagimu, hanya sepicik dari luasnya semesta
Senantiasa menari di atas luka
Katamu ini bukan apa-apa
Sebuah penantian akan berbuah indah
Mungkin juga ada topeng rindu yang sedang tertutupi
Tapi kaumembawanya pada dimensi yang sebelumnya hanya ilusi
Kau dan aku berbeda tetapi, punya intensi yang sama
Sama-sama bangkit dari peliknya hidup
Mencari arah waktu yang lebih baik
Terkadang … waktu seperti tidak adil
Mentertawakan takdir dan membuat nyali ciut
Tapi, hebatnya kaumasih saja ingin berjuang
Menunggu masa itu datang menghadang
Walau kausendiri tak tahu apakah hari itu akan terjadi
Aku menjerit di balik cermin kehidupan
Berkali-kali mengumpat pada masa lalu yang menyakitkan
Tapi apa guna katamu, yang lalu hanyalah hiasan
Yang di depan adalah impian
Yang dinanti adalah harapan
Berjuang di tengah pekatnya jalan
Meniti satu persatu penghubung kenangan
Terpiar raksa yang menghitam kelam
Hingga untuk menjajari aku harus berlari
Tak peduli dengan sosok yang terus menghantui
Kisah baru kaujuga mengajarkan menyulam benang
Dari potongan kisah di puncak awan
Semua hanya jalinan tanpa jarum yang kacau bila dipandang
Tanpa adanya perantara
Semua hanya hayalan belaka
Sama seperti kertas usang diterpa angin malam
Terhuyung tak punya pegangan
Mengikuti arah coretan tangan
Tanpa menimang kapan singgah itu datang
Penantian hanyalah sebuah ikatan
Lubai, 13 Juni 2020
Quote:
Judul : Obat Hati
Karya : Lintang Aksa Bagaskara
Rintihan dari jejak kaki yang terhenti
Sesaat, rasa sesak itu membuat hidup seolah mati
Keluh perih tentang sebuah rasa yang disebut rindu kini menepi
Ada goresan yang terpatri dalam diri
Tak hanya itu … banyak yang berduka dibalik sekat yang tak terlihat
Rinai peluh membasahi setiap daksa yang terduduk lemas penuh cemas
Dalam diam itu, kembali sakit menerpa dahaga tanpa lelah melekat
Ada sebutir tangis yang terjeda dari setiap sudut kota
Tak bisa pulang katanya, idul fitri sepi tanpa rasa bahagia
Tak bisa memberikan penghormatan terakhir pada keluarganya
Tak bisa jalan-jalan mengunjungi tempat wisata
Tak bisa jumpa-pisah untuk terakhir kali sebelum kata lulus menggema
Jerit lain dirasakan karena dampaknya
Menjadi tumbal karena satu tangan jahil manusia
Perlahan tapi pasti, hati ini ternodai dan bumi tertatih
Peradaban negeri pada ujung belati
Lubai, 09 Juni 2020
Karya : Lintang Aksa Bagaskara
Rintihan dari jejak kaki yang terhenti
Sesaat, rasa sesak itu membuat hidup seolah mati
Keluh perih tentang sebuah rasa yang disebut rindu kini menepi
Ada goresan yang terpatri dalam diri
Tak hanya itu … banyak yang berduka dibalik sekat yang tak terlihat
Rinai peluh membasahi setiap daksa yang terduduk lemas penuh cemas
Dalam diam itu, kembali sakit menerpa dahaga tanpa lelah melekat
Ada sebutir tangis yang terjeda dari setiap sudut kota
Tak bisa pulang katanya, idul fitri sepi tanpa rasa bahagia
Tak bisa memberikan penghormatan terakhir pada keluarganya
Tak bisa jalan-jalan mengunjungi tempat wisata
Tak bisa jumpa-pisah untuk terakhir kali sebelum kata lulus menggema
Jerit lain dirasakan karena dampaknya
Menjadi tumbal karena satu tangan jahil manusia
Perlahan tapi pasti, hati ini ternodai dan bumi tertatih
Peradaban negeri pada ujung belati
Lubai, 09 Juni 2020
Quote:
Judul : Tinggalkan Jejak
Karya : Lintang Aksa Bagaskara
Kutuliskan langkah kaki yang meninggalkan jejak di bumi
Tunjukan mimpi untuk peradaban negeri esok hari
Melawan resah yang membuat percaya diri musnah
Dan mencoba membuat rintangan menjadi citta yang mudah
Mungkin ini sulit
Karena ekspetasi terkadang tidak sesuai dengan mimpi
Menjejak membawa kaki untuk terus berlari
Namun harus gagal karena egoisme yang tinggi
Inilah kisah bumi
Di mana harsa jadi rebutan untuk dicari
Mimpi dijadikan sebagai perwujudan harsa yang suci
Meski tempat tinggal yang abadi bukanlah di buana fana ini
Terkadang atma ini mencoba menjaga mimpi
Dari gairah hati yang ingin abadi
Apatis dalam egois yang tinggi
Bertahan dalam kegelapan yang mencekam
Palembang, 22 maret 2019
Karya : Lintang Aksa Bagaskara
Kutuliskan langkah kaki yang meninggalkan jejak di bumi
Tunjukan mimpi untuk peradaban negeri esok hari
Melawan resah yang membuat percaya diri musnah
Dan mencoba membuat rintangan menjadi citta yang mudah
Mungkin ini sulit
Karena ekspetasi terkadang tidak sesuai dengan mimpi
Menjejak membawa kaki untuk terus berlari
Namun harus gagal karena egoisme yang tinggi
Inilah kisah bumi
Di mana harsa jadi rebutan untuk dicari
Mimpi dijadikan sebagai perwujudan harsa yang suci
Meski tempat tinggal yang abadi bukanlah di buana fana ini
Terkadang atma ini mencoba menjaga mimpi
Dari gairah hati yang ingin abadi
Apatis dalam egois yang tinggi
Bertahan dalam kegelapan yang mencekam
Palembang, 22 maret 2019
Quote:
Judul :Jerit Roda Malam
Karya : Lintang Aksa Bagaskara
Rintihan jangkrik tertahan
Puing ranting menopang daun kering
Terkungkung bisu pada ratri yang merindu
Aksara waktu pada negeri buaya putih singa metu
Bunyi denyit yang memilukan
Tepi besi adalah ancaman
Zamrud khatulistiwa menjadi saksi peradaban
Rumput gelang aksi kebisuan
Panggah rahsa hilang
Hiasan keabadian roda
Kereta besi kencana jingga
Menari-nari di atas zamrud khatulistiwa
Palembang, 06 Mei 2019
Karya : Lintang Aksa Bagaskara
Rintihan jangkrik tertahan
Puing ranting menopang daun kering
Terkungkung bisu pada ratri yang merindu
Aksara waktu pada negeri buaya putih singa metu
Bunyi denyit yang memilukan
Tepi besi adalah ancaman
Zamrud khatulistiwa menjadi saksi peradaban
Rumput gelang aksi kebisuan
Panggah rahsa hilang
Hiasan keabadian roda
Kereta besi kencana jingga
Menari-nari di atas zamrud khatulistiwa
Palembang, 06 Mei 2019
Quote:
Polusi Kelabu
Oleh : Lintang Aksa Bagaskara
Debu-debu itu dan dedaunan lapuk
Menari ketika embusan angin menerpa
Sejenak sempat membuat sesak
Mendapati peluh akan hiruk pikuk derita
Lembah yang belum sempurna menapak
Memberikan ikatan jarak
Desakan polutan menghiasi peradaban
Bak renjana menusuk benua antartika
Palembang, 14 Mei 2019
Oleh : Lintang Aksa Bagaskara
Debu-debu itu dan dedaunan lapuk
Menari ketika embusan angin menerpa
Sejenak sempat membuat sesak
Mendapati peluh akan hiruk pikuk derita
Lembah yang belum sempurna menapak
Memberikan ikatan jarak
Desakan polutan menghiasi peradaban
Bak renjana menusuk benua antartika
Palembang, 14 Mei 2019
Quote:
Judul : Hujan
Oleh : lintang aksa bagaskara
Kala rinaimu membasahi bumi, sadarkah kamu?
Bahwa rintikmu pernah membuat linang air mata
Membuat anjungan kokoh itu berlari, dan memaksa menapak dengan tepat
Ya, bila dibandingkan dengan gelebah
Kau tentu lebih indah
Menyemai galaksi rahsa dan menetap dalam arogan cinta
Rinaimu mengenai raga
Memberikan goresan lara yang tak berdarah, membuat seluruh atmaku tergenang seperti rawa.
Hai, aku harus apa? Lemah, dalam gelap dan hidup di antara populitas bintang
Lubai, 23 Mei 2019
Oleh : lintang aksa bagaskara
Kala rinaimu membasahi bumi, sadarkah kamu?
Bahwa rintikmu pernah membuat linang air mata
Membuat anjungan kokoh itu berlari, dan memaksa menapak dengan tepat
Ya, bila dibandingkan dengan gelebah
Kau tentu lebih indah
Menyemai galaksi rahsa dan menetap dalam arogan cinta
Rinaimu mengenai raga
Memberikan goresan lara yang tak berdarah, membuat seluruh atmaku tergenang seperti rawa.
Hai, aku harus apa? Lemah, dalam gelap dan hidup di antara populitas bintang
Lubai, 23 Mei 2019
Quote:
Judul : Yang Suci Segera Pergi
Oleh: Lintang Aksa Bagaskara
Setelah ini ….
Tak akan ada lagi tempat bersua untuk bersama
Beriringan, baris rapi mengikuti imam
Melangkah menju rumah-Nya dengan satu tujuan
Lantunan merdu tiap petang, fajar akan menghilang
Nyanyian rindu-Nya hanya akan terdengar setelah adzan
Kualitas ibadahnya akan berguncang,mengikuti revolusi alam
Tetapi, tidak ada alasan untuk saling melemahkan
Apalagi untuk melupa, hanya karena hukum buana lebih mencekam setelah kepergian ramadhan
Mengaji malam menghilang, silsilah silaturahmi akan segera dilupakan
Semua akan disibukkan oleh peradaban
Saling menjelma menjadi siluman semesta
Hingga gubuk milik Tuhan hanya diam pasrah
Menunggu tahun depan kala bisa bersua
Air asam, 04 Juni 2019
Oleh: Lintang Aksa Bagaskara
Setelah ini ….
Tak akan ada lagi tempat bersua untuk bersama
Beriringan, baris rapi mengikuti imam
Melangkah menju rumah-Nya dengan satu tujuan
Lantunan merdu tiap petang, fajar akan menghilang
Nyanyian rindu-Nya hanya akan terdengar setelah adzan
Kualitas ibadahnya akan berguncang,mengikuti revolusi alam
Tetapi, tidak ada alasan untuk saling melemahkan
Apalagi untuk melupa, hanya karena hukum buana lebih mencekam setelah kepergian ramadhan
Mengaji malam menghilang, silsilah silaturahmi akan segera dilupakan
Semua akan disibukkan oleh peradaban
Saling menjelma menjadi siluman semesta
Hingga gubuk milik Tuhan hanya diam pasrah
Menunggu tahun depan kala bisa bersua
Air asam, 04 Juni 2019
Quote:
Diubah oleh lintangaksa16 15-07-2020 13:55






caatfa dan 16 lainnya memberi reputasi
15
1.5K
Kutip
29
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan