Seringkali ketika akhir pekan, ayah dan ibuku mengajakku ke kota Madiun hanya untuk menyenangkan anak semata wayangnya. Lumayan, gumamku jika dibandingkan dengan 2 kabupaten dan kota terakhir. Paling tidak disini ada hiburan meski saat itu madiun tak seramai sekarang jika kita bicara mengenai hiburan perkotaan. Ku pertimbangkan lagi soal kemungkinanku untuk kembali ke kampung halamanku, tapi ku rasa tak mungkin.
Sedikit demi sedikit ku mulai memahami bahwa tak mungkin lagi keluargaku pindah kesana karena ayahku bekerja disini dan tak mungkin ditarik lagi ke kantor lamanya bersamaan dengan pengukuhan jabatan dan legalisasi staff di perusahaan terbaru tempat ayahku bekerja dan sejak saat itu juga secara resmi dan penuh ayahku mengabdi kepada perusahaan terbarunya ini. Ah, makin tak mungkin aku bermukim di kampung halamanku lagi, tapi jikapun aku tak bisa kembali kesana, aku ingin tinggal di kota ini daripada harus tinggal di ponorogo ataupun ngawi selasar fikirku. Ku pinta kan keinginanku pada ayah ibuku, dan mereka mengiyakan tanda setuju, singkat cerita kami pun pindah ke kota brem ini. Kami tinggal di salah satu komplek perumahan tak jauh dari pusat kota.
Rumah kami sesuai ukuran standar perumahan pada umumnya ya bisa dibilang kecil lah. Tapi cukup pas bila hanya terisi 3 kepala.
Denah Rumahku
Ditahun-tahun pertama, tak kurasakan hawa yg sekedar membuat bulu kudukku berdiri, yg ada hanya senang dan di fikiranku hanyalah memikirkan rencana kegiatan akhir pekan karena kami selalu bepergian ketika akhir pekan. Awal ku pindah ke kota ini aku menyambung setelah kenaikan ke kelas 5, karena riwayat nomaden kecilku aku tak kesulitan mengenal dan sekedar akrab dengan teman2 sekolahku yg baru. Mengasyikkan, itu yg kurasa disini..beberapa bulan saja aku sudah sangatlah dekat dengan kawan² kelasku maupun kelas lain.
Bangunan sekolahku disini adalah bangunan tua seperti bekas peninggalan belanda dan benar saja, ku tak sengaja mendengar kusak-kusuk berita bahwa ini adalah bangunan rumah sakit zaman belanda awalnya. Dan yg menjadi perpustakaan sekarang ini adalah ruang jenazah dulunya. Seram? Ah, tak seberapa jika dibandingkan pengalamanku sendiri. Sebagaimana layaknya anak-anak sekolah dasar yg suka bergumul dan saling bercerita maka aku dan sekelompok kawananku juga melakukan demikian, dan yg menjadi topik hangat nan seru setiap harinya adalah cerita misteri/horor. Ya, kala itu kami tak mengenal gadget, TV pun acaranya tak semenarik sekarang. Sebutkan saja permainan anak-anak zaman dulu, semua adalah permainanku dengan kawan²ku. Jikapun hiburan yg paling fenomenal saat itu adalah mendengarkan radio karena kami sering menelfon dan saling menitip salam ke kawan² kami atau bahkan taksiran kami, kalaupun ada teman²ku yg dewasa sebelum umurnya, mereka biasa menelfon kawan specialnya melalui
WARTEL*Warung Telekomunikasi* ber-jam² hanya untuk sekedar mendengar hembusan nafas dan beberapa penggal kata yg membuat mereka tak bisa tidur katanya, ah..aku belum berminat ke hal² seperti itu gumamku, meski sering ada yg menyelipkan surat di tas sekolahku dari beberapa teman perempuanku di sekolah dan pun yg menemukan dan membaca adalah ibuku bukan aku, sambil tertawa..tak ku hiraukan hal2 tak penting seperti itu.
Salah satu topik ataupun materi yg sering kami dengarkan di radio setiap kamis tengah malam saat itu adalah
KISMIS (Kisah Misteri) yg isi content nya berdasarkan kisah nyata dari para pendengar di sekitar kota yg sudi menceritakan pengalaman² horornya dan tentu saja,.sudah dibumbui intrik oleh penyiarnya agar terkesan seram dan menakutkan. Setiap hari jumat, kami selalu
review tentang kismis yg kami dengar tadi malam secara bergerombol dan menurut kami, itulah moment² terseru dibandingkan mendengar celotehan guru tentang ilmu alam ataupun ilmu hitung. Banyak pula dari teman²ku yg bercerita tentang pengalamannya sendiri ataupun keluarganya saat berkumpul lebih agar cerita tetap bersambung dan tak kehabisan obrolan, aku tak tau apakah itu karangan mereka, khayalan mereka atau terjadi benar.
Dengan mendengar cerita dari kismis itu pula lah aku banyak mengetahui bahwa banyak tempat di kota madiun ini yg dianggap angker karena dulunya bekas pembuangan mayat2
operasi petrus di zaman orde baru ataupun pembuangan mayat2 eks
G30S/PKI & PKI '48. Seperti cerita beragam pada monumen keganasan PKI di desa kresek dungus kabupaten madiun yg menyimpan sejuta pilu dan menyisakan beragam misteri. Tempat dimana sekarang menjadi kawasan monumen, dulunya adalah suatu kampung yg penduduknya dibantai habis oleh orang2/simpatisan PKI dan rumah2 mereka dibakar.
Lokasinya memang agak jauh dari kota madiun karena memang di lereng pegunungan wilis, dan jalanan yg menanjak sebelum tiba disana. Tapi ketika kita sampai di lokasi tersebut kita akan disambut dengan hawa sejuk khas pegunungan dan gemericik air sungai yg berada tepat disamping monumen. Tapi sayang suasana seperti itu hanya berlaku pada siang hari, di malam hari..jangan harap menemukan orang yg lalu lalang disana.
Seperti cerita singkat dari temanku yg waktu SMP pernah kemah di depan monumen
*karena memang didepan lokasi monumen adalah tanah lapang yg difungsikan oleh pemerintah setempat sebagai bumi perkemahan* , malam pertama di tengah malam akunya, dia beserta teman²nya mendengar derap sepatu boot khas tentara yg sedang berbaris. Suara nya menandakan bahwa yg sedang berbaris lebih dari 1 pleton. Karena penasaran, mereka keluar tenda dan mencari sumber suara tersebut, di lapangan tak ada, toleh kanan kiri juga hampa tak menemukan apa2, ketika mereka beranjak menyeberang menuju lokasi monumen ternyata
'tentara' itu sedang berbaris di pendopo monumen
TANPA KEPALA.
Itu dari temanku, aku? Karena lokasinya yg memang nyaman, aku sering dulu ketika masih bekerja dan saat jam2 istirahat menyepi disana, sekedar tiduran di pendopo monumen yg memang setiap harinya relatif sepi pengunjung. Baru kupejamkan mata sejenak, kakiku digoyang² seorang perempuan dengan suara nya halus mendayu-dayu,
"Bangun mas, sudah sore..."..saat ku buka mata, yaa seperti yg sudah², tak kutemukan siapapun disana selain aku sendiri, semenjak saat itu tak pernah aku kesana lagi meski hanya sekedar menyepi.
Pintu masuk Monumen Kresek
Pendopo, tempatku menyepi
Tampak dari atas.
Patung di puncak monumen, yg menggambarkan anggota/simpatisan PKI menyembelih pemuka agama di desa tsb.
Banyak lagi tempat² yg madiun punya hanya untuk sekedar berkisah yg membuat bulu ini berdiri. Karena memang legendanya, perumusan kata madiun itu sendiri konon katanya berasal dari kata
medi/memedi/setan yg berayun-ayun yg disingkat
mediun/madiun. Otentikasinya masih ku pertanyakan, kau mau percaya? Itu urusanmu.
Acara yg sempat hits di
Trans 7 yg menampilkan tukul arwana yg membawa serta dukun yg konon katanya dapat melukis astral project dengan mata tertutup pun pernah singgah di kota ini guna mengkorek keberadaan makhluk halus di sekitar pabrik gula terbesar di karisidenan madiun yaitu
Pabrik Gula Redjoagung. Ayahku pernah berkata bahwa
Quote:
"Redjoagung iku diubengi ulo sing ndas e karo buntute petuk e nang saiki digae lambang redjoagung"
"Redjoagung itu dikelilingi ular yg kepala dan ekornya bertemu di tempat yg sekarang menjadi lambang redjoagung".
Banyak yg beranggapan bahwa monumen kereta gula tsb adalah tempat kepala ular yg seluruh badannya mengelilingi pabrik
Bangunan belakang pabrik
Ada pula sebuah jembatan yg bernama
Jembatan Sadikem, terdengar seperti nama orang kah?, Pernah terjadi kecelakaan tragis yg merenggut rombongan keluarga pengantin, jalan yg harusnya lurus tampak di pandangan supir adalah jalan berkelok dan akhirnya bus yg mereka tumpangi masuk ke sungai dan rombongan pun tewas secara mengenaskan. Korelasitas dengan nama jembatan itu? Nama pengantin tersebut adalah
sadikem. Semenjak saat itu, jembatan tersebut dikenal warga sekitar sebagai lokasi yg angker karena banyak sekali yg sering diganggu yg konon katanya adalah arwah sadikem. Kebenarannya? Mana ku tahu, aku pernah tanya ayahku saat kami lewat di jembatan tersebut karena akan berenang di akhir pekan..kata ayahku,
Quote:
"Jin karo setan kuwi senengane malih rupo, iso dadi sopo ae kecuali kanjeng rasul. Dadi misale enek sing membo2 wong sing wes mati iku termasuk keahliane.."
"Jin dan setan itu hobinya merubah bentuk dirinya, bisa jadi siapa saja kecuali Rasulullah SAW. Jadi misalkan ada yg menyerupai orang yg sudah meninggal itu termasuk keahliannya"
.
Lukisan Sadikem
Menceritakan tentang keangkeran kota ini membuat jariku kesemutan, dan tentu saja belum sepenuhnya ku ceritakan, rumahku dan lingkungan di sekitar ku pun hampir luput ku ceritakan.
Pindah ke rumah baru membuat kami payah karena memboyong semua perkakas rumah tangga kami, termasuk ayah yg sibuk dan bingung untuk meletakkan benda² yg katanya keramat karena memang rumah yg begitu kecil. Akhirnya sebagian diletakkan di laci lemari pakain ayahku dan sebagiannya di taruh di kotak kayu milik ayahku yg disimpan di dalam lemari pakaian ibuku.
Di rumah ini pula lah ayah mendapatkan lagi sebuah batu berwarna biru gelap berjumlah 2 buah, saat ku tanyakan darimana asalnya tak ia jawab. Yg jelas, pernah suatu ketika tanteku
*adik dari ibuku*datang kerumah dan mengeluh ke ayahku ketika tes kepala sekolah ia didera kantuk yg sangat hebat. Ayahku tertawa mendengarnya dan masuk ke kamarnya mengambil sesuatu di lemarinya, sepasang batu yg asalnya tak kuketahui tadi diberikan kepada tanteku sambil berpesan
Quote:
"Iki gowoen, delehen dompet, ojo sampe kelangkahan, yen mlebu jeding kudu mbok tinggal..mugo2 ngantukmu ilang lan dadi kepala sekolah sing wibowo.."
"Ini kamu bawa, taruh di dompet, jangan sampai terlangkahi, kalau masuk kamar mandi harus kamu tinggal, semoga kantukmu hilang dan menjadi kepala sekolah yg berwibawa.."
2 bulan setelahnnya, tanteku lolos dan menjadi kepala sekolah. Tentu saja bukan karena sepasang batu yg diberi ayahku tadi, semua kehendak dari Tuhan YME. Jikapun kau akan memetik buah mangga dan kau tak mampu memanjatnya, kau membutuhkan sebilah bambu untuk meraihnya..itu analogi yg pernah diwejang ayahku padaku suatu hari. Karena ketika ku dewasa, aku sempat berdebat panjang karena mempertentangkan ilmu² kejawen yg ayahku miliki.
Beda ku rasakan saat aku masih kecil dengan saat dimana aku menginjak usia remaja tentang sikap ayahku kepadaku jika aku tak sengaja
'ditampakkan'oleh mereka dan menceritakannya ke ayahku. Ayahku terkesan acuh terhadap ceritaku dan biasanya di akhir obrolan berkata,
Quote:
"Yo ben, biyen sek cilik yo tak usir ngono² iku lek wani ngeruhi kowe, tapi saiki kowe wes gedi yo dibiasakne nontok² ngono kuwi ben ra kaget yen memang awakdwe ki sebelahan karo ghaib..karone diluk engkas dadi bapak kok jireh"
"Ya biar, dulu masih kecil ya aku usir gitu2 itu kalau berani menampakkan diri di kamu, tapi sekarang kamu sudah besar ya dibiasakan lah melihat hal² seperti itu agar tidak kaget kalau memang kita itu hidup berdampingan dengan alam ghaib..lagian sebentar lagi jadi bapak kok penakut"