Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

arganovAvatar border
TS
arganov
Hari Pertama Bersama Kembali
Ibu, Aku Ingin Pulang 6


Dhita sepertinya cukup tahu bagaimana kondisi hubunganku dengan Ibu. Ia tidak bertanya kenapa aku begitu dingin dan tidak berusaha mengajari juga. Kami berdua duduk di ruang tunggu rumah sakit, ia sudah selesai bekerja dan akan pulang sebentar lagi.

"Aku kaget waktu Ibumu pingsan di rumah Kak Tania." Ia memulai pembicaraan.

Aku tidak menjawab. Semua hal tentang Ibu itu menyakitkan.

"Harus jaga baik-baik ibumu, Mel."

"Mana suami ibuku?" tanyaku. Aku tak sudi memanggilnya Ayah. Setelah upayanya berbuat tidak senonoh padaku.

"Setelah kamu berangkat ke kota, suami ayahmu itu mengadaikan rumah lalu kabur mambawa uangnya. Ia menjatuhkan talak pada ibumu setelah itu. Setahuku ibumu banting tulang untuk membayar rumah itu. Katanya nanti jika kamu pulang tidak ada tempat yang dituju."

Perkataan Ditha seperti sebuah pedang yang langsung menancap tepat di sasaran. Aku tidak pernah pulang dan menganggap rumah itu sudah tidak ada. apakah aku bersalah karena itu? Ibu yang menggusirku. "Kamu tidak tahu apa-apa?" Kemarahan merayap sedikit demi sedikit di dada dan membuat sesak.

"Mungkin, kamu yang tidak berusaha untuk tahu apa yang ada dalam pikiran ibumu."
Ditha seperti paham betul apa yang sudah dirasakan Ibu dan dengan perkataan yang lembut sedang menyalahkanku.

aku lekas berdiri sebelum berteriak dan menangis. Perasaan yang mendesak lebih cepat dari yang aku rencanakan ini sangat kukenali. "Aku akan beli makanan," pamitku dan pergi. Terserah apa yang Ditha katakan. Dalam hal ini aku sama sekali tak bersalah.

***

Mataku terbuka lebar. Ada suara piring pecah dari arah dapur. Aku meraih telepon genggam yang sebelum tidur malam kemarin ku taruh di atas bantal, pukul setengah lima pagi. Dari kejauhan tidak terdengar suara orang mengaji dari masjid, surau atau langgar terdekat. Maling? Pertanyaan itu segara muncul di kepalaku.

Lekas aku menendang selimut, terbuka dan terjatuh di kaki ranjang. Berjinjit sambi menahan napas, kuperiksa seluruh kamar, kalau-kalau ada yang bisa dijadikan senjata. Kutemukan sebatang kayu di bawah tempat tidur, tangkai dari cangkul, cukup kuat dan ringan. Aku menahan napas saat pintu berderit saat ditarik terbuka. Sedikit saja akhirnya, cukup supaya tubuhku lolos keluar.

Kutajamkan pendengaran. Mungkin saja maling itu sudah berpindah tempat. Asal jangan hantu saja yang harus kulawan, begitu ujarku di dalam hati. Terdengar suara lagi kini, kali ini bukan piring tetapi seperti sapu yang sedang digunakan. Apa mungkin maling membereskan kekacauan yang diperbuat? Maling jenis apa itu sekarang?

Aku menyibak pintu dapur. Bukan maling melainkan Ibu tengah membersihkan piring. Aku membuang napas keras. "Biar aku saja." Aku merebut sapu dari tangan Ibu segera. Percuma juga membiarkan Ibu membereskan semua, tidak akan bersih. Penglihatan Ibu terganggu karena penyakitnya. "Ini kenapa lampu di rumah nggak diidupin? Malah pakai lampu tempel?" Aku mencari kantong d dekat rak piring dan menemukan kantung berserakan di dekat tong sampah. Semua kaca piring yang ada dalam serokan sampah, pindah tempat.

"Sudah tiga bulan nunggak. Belum ada uang bayarnya." Ibu menunduk sebentar. "Kamu mau makan apa Mel, biar Ibu masakan." Kali ini suara Ibu terdengar riang.

"Nggak usah. Mel nggak lapar." Aku meninggalkan Ibu yang masih berdiri di dapur. Aku masih belum terima sikap baik Ibu yang tiba-tiba.
fitrijunita
muyasy
muyasy dan fitrijunita memberi reputasi
2
559
3
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan