Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

robbolaAvatar border
TS
robbola
indahnya ramadhan
Cerpen

Judul : Indahnya Ramadhan
Penulis : Rhos Roshalindha

Namaku Fatimah Annisa, usia sembilan belas tahun. Aku melangkahkan kaki menuju masjid. Setiap sore, sebelum buka puasa aku selalu mengaji dan membaca sholawat di sana. Bukan hanya aku, tapi teman-temanku juga. Kami biasa berangkat jam empat sore, pulang jam setengah enam. Angin yang berhembus sedikit kencang membuatku merasa betah berlama-lama di sana. Aku duduk di teras masjid sembari menunggu dua temanku yang belum datang.

"Maaf ya nunggu lama," ujar kedua temanku yang baru tiba.

"Iya ... nggak apa-apa," balasku.

"Mau langsung baca sholawat atau mau ngaji dulu?" tanya Yani.

"Ngaji dulu deh, sholawatannya sebentar lagi aja," timpal Ayu.

Aku mengangguk pasti, lantas membuka Al-Quran dan mulai membacanya. Suara lantunan ayan suci Al-Quran keluar dari bibir kami bertiga. Di dalam masjid masih ada seorang pria yang tengah menunaikan shalat asar. Aku melihat sekilas ke dalam, pria itu tengah berjalan keluar. Sepertinya sudah selesai menunaikan shalat empat rakaatnya.

Senyum diperliharkan oleh pria yang berusia mungkin empat puluh tahun. Pria itu seorang anak ustadz di tempat kami tinggal. Dia juga yang selalu jadi imam shalat tarawih. Sebelum berlalu, dia manyapa kami. Aku, Yani dan Ayu hanya membalas dengan anggukan juga senyuman.
______

Setelah selesai berbuka dan shalat magrib, aku pergi menuju rumah Ayu untuk mengajaknya shalat tarawih. Saat di jalan, seorang pria mengejutkanku. Namanya Mas Hilmi. Usianya lima tahun lebih tua dariku.

"Mas, anterin ya, Dek," ucapnya.

"Nggak usah, Mas. Bisa sendiri kok," ujarku.

"Kamu tuh kenapa sih, Dek. Selalu aja ketus sama Mas. Mas ini serius loh suka sama adek," paparnya.

Tempo hari, Mas Hilmi mengatakan cinta padaku. Namun, aku tolak. Bukan tanpa alasan, Mas Hilmi dikenal sebagai pria yang sering gunta ganti perempuan dan juga tingkahnya sedikit nakal. Padahal dia terlahir dari keluarga baik-baik. Bisa dibilang keluarganya taat dalam agama. Namun, pria itu beda sendiri, bahkan tak jarang desas desus bahwa Mas Hilmi suka minum-minum yang berbau alkohol bersama teman-temannya.

"Mas Hilmi kan udah punya pacar, ngapain deketin aku."

"Yang kemarin bukan pacar, Dek. Kenapa? Kamu cemburu, yaa?" goda Pria yang di sampingku. Berjalan, mengimbangi langkah kakiku.

"Ngapain cemburu, nggak penting!" tukasku.

"Hmm! Kalau gitu mau ya jadi pacar, Mas," paparnya menatapku serius.

Aku memalingkan muka, napas Mas Hilmi tercium bau alkohol sehingga aku memalingkan muka. Tidak suka dengan bau minuman itu.

"Mas habis minum?"

"Iya. Sedikit ... diajak teman," balas Mas Hilmi.

"Bulan puasa kok minum-minum. Aku nggak suka loh sama orang yang suka minum. Apalagi di bulan ramadhan seperti sekarang," jelasku berjalan meninggakannya. Mas Hilmi berdiri mematung. Aku menoleh ke belakang matanya masih menatapku yang sudah berjalan jauh.

****

Pagi sudah menjelang, aku berjalan menuju rumah Mas Hilmi. Ibu menyuruhku untuk mengantarkan uang pada ibunya pria yang selalu mengatakan cinta padaku.

"Assalamu'allaikum."

"Waalaikum sallam. Ehh ... Fatimah, ayo masuk," ucap Ibu Wiwi. Ibunya Mas Hilmi.

"Makasih, Tente."

Aku berjalan mengikuti wanita itu, ia menyuruhku duduk. Kami pun duduk berhadapan. Lalu, aku mengutarakan maksud kedatanganku. Lantas memberikan uang titipan dari ibu. Aku tersenyum, dua manik mataku melihat sekeliling rumah yang lumayan besar ini. Indah, lukisan berjajar di sudut ruangan.

Sesekali, tante Wiwi mengajakku mengobrol. Sedangkan aku, hanya menjawab sekenannya saja. Ini kali pertamanya aku menginjakan kaki ke rumah Mas Hilmi. Ada sedikit rasa gugup saat ibu menyurhku datang ke rumah ini. Takut jika nanti bertemu dengan pria yang katanya mencintaiku. Benar saja, saat asyik mengobrol mataku menangkap seseorang yang tengah makan di meja makan. Kebetulan ruangan itu tidak ada penghalangnya.

"Mas Himli," gumamku.

"Anak tante itu susah sekali disuruh puasa. Padahal, ayahnya sering mengingatkan Hilmi untuk berpuasa. Namun, tidak pernah dihiraukannya," ucap tante Wiwi, seperti ada kesedihan di hatinya.

"Sabar ya, Tente."

"Terima kasih, Fatimah. Hilmi itu waktu kecil sampai sekolah SMP rajin banget puasa. Setelah beranjak dewasa dia jadi berubah, terlebih saat dia patah hati. Dulu ... Hilmi hampir menikah, namun sayang Allah berkehendak lain. Calon istri Hilmi meninggal, yang akhirnya membuat dia seperti ini," papar wanita paruh baya itu.

Rupanya Mas Hilmi seperti ini karena patah hati. Mungkin lukanya terlalu dalam dan sakit, hingga menjadikannya seperti sekarang. Hatiku merasa terenyuh, terlebih saat pria itu selalu mengatakan cinta. Aku merasa bersalah menolak cintanya. Apa pria itu sudah mumbuka hati untuk wanita lain? Sehingga ia selalu mendekatiku?

Aku turut perihatin dengan cerita ibunya Mas Hilmi. Setelah kembali mengobrol, aku berpamitan untuk pulang. Tiba-tiba saja tante Wiwi memanggil anaknya. Detak jantungku berpacu cepat, terlebih laki-laki itu hanya mengenakan celana pendek dan baju berlengan pendek. Pandangan Mas Hilmi menatapku sekilas, lantas aku memalingkan muka. Takut zina mata, bukan mahrom.

Aku terperangah saat Mas Hilmi diminta untuk mengantarkan pulang. Aku menolak, namun tante Wiwi bersikeras membiarkan anaknya mengantar aku pulang. Aku pun pasrah, menunggu pria itu berganti pakaian. Kemudian kami berdua pergi.
____

Suasana hening, kami tak saling bicara. Sesekali Mas Hilmi melihat ke arahku. Kembali rasa gugup menyelinap di dada. Untuk yang pertama kali, aku merasakan kegugupan seperti ini. Sekilas aku melihat senyum di bibir Mas Hilmi, entah apa arti dari senyuman itu.

"Terima kasih, Mas," ucapku saat turun dari motor.

"Sama-sama, Dek. Mas langsung pulang 'ya?"

"Nggak masuk dulu ke rumah," balasku.

"Nggak usah, Dek. Nanti aja masuknya sekalian bawa orang tua, Mas. Buat lamar kamu," paparnya dengan terkekeh.

Aku merona mendengar ucapannya. Entah kenapa dia bicara begitu? Benarkah dia mencintaiku.

"Mas pulang, ya. Assalamu'alaikum."

"Waalaikum sallam," balasku dengan senyuman kecil.
______

Setelah shalat tarawih, aku terkejut dengan kedatangan keluarga Mas Hilmi. Aku duduk di samping ibu dengan banyak pertanyaan di benak. Aku tersipu malu, ternyata keluarga mereka datang untuk melamarku. Rupanya pria itu benar-benar mencintaiku dia benar menempati janjinya yang akan membawa orang tuanya ke rumah.

Aku memang pernah menantang Mas Hilmi untuk datang melamarku. Dia berjanji, dan malam ini dia benar melamarku. Rona merah jambu terpancar di pipi, saat pria itu menyematkan cincin di jari manis. Semua orang yang hadir menyaksikan lamaran kami turut bahagia. Terutama kedua orang tuaku, mata mereka berkaca-kaca. Aku pun, begitu bahagia.

Mas Hilmi juga berjanji akan berubah menjadi pria yang lebih baik dari yang sebelumnya. Ramdhan tahun ini begitu istimewa. Aku berdoa semoga Mas Hilmi benar-benar berubah, dan menjadi imam yang baik untukku kelak. Amin.

Jujur saja, aku pun sudah jatuh cinta padanya. Namun hatiku meminta sampai mana ketulisan cintanya Mas Hilmi padaku.

Tamat.

Selamat menunaikan ibadah puasa semuanya🙏dikomentar ya cerpennya😘. Yang suka nulis, ayo nulis jangan malu-malu😁. Izin post cerpen Kak Merina Aza😘
Enisutri
nitajung
turkusuma
turkusuma dan 12 lainnya memberi reputasi
13
904
6
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan