Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Surobledhek746Avatar border
TS
Surobledhek746
Seekor Binatang di Tempat Megah Tetaplah Binatang

Seekor Binatang di Tempat Megah Tetaplah Binatang

Seperti dua buah warna yang sangat nampak berbedaanya. Putih dan hitam, atau antar terangnya siang dan gelapnya malam. Ada perintah berbuat baik dan larangan berbuat jahat.

Untuk mensyahkan perintah berbuat baik dan larangan berbuat jahat mesti ada sebuah jiwa yang menghasratkan kejahatan.

Menghendaki keberadaan jiwa semacam itu sama dengan menghendaki kejahatan. Seperti seseorang yang ingin mengajar, kemudian mensyaratkan murid-muridnya tidak tahu apa-apa saat berada di dalam kelasnya. Sebab, todak mungkin mengajar jika murid tidak tahu apa-apa.

Menginginkan sesuatu berarti menginginkan yang sesuai dengannya. Seperti seprang guru yang tidak suka jika muridnya tetap tidak tahu apa-apa. Tentu saja jika guru ingin murid-miridnya tidak tahu, guru tersebut pasti tidak akan mengajar.

Seperti halnya dokter, tidak akan membuka praktik ketika tidak ada yang sakit, atau yang akan sakit. Agar dokter tersebut tetap membuka praktik harus ada yang sakit, hingga bisa melakukan perawatan.

Meski demikian dokter tidak akan senang jika orang tetap sakit. Jika ia senang dalam keadaan itu tentu saja ia tidak akan mengobatinya.

Atau seorang juru masak pasti menginginkan orang-orang merasa lapar agar masakannya ada yang menyantap dan menikmati. Kendati demikian ia tidak ingin mereka tetap lapar. Ia membuat roti agar orang-orang tidak lapar lagi.

Dari tiga contoh sederhana tersebut, tidak ada bodoh, sakit, dan lapar permanen. Demikian juga tidak ada pintar, sehat, dan kenyang permanen.

Lantas bagaimana halnya dengan hadirnya sebuah keburukan?

Seperti halnya sebuah jalan yang terbentang. Jalan tersebut berbelok ke kanan dan ke kiri, naik dan turun, kadang mulus kadang berlobang.

Bayangkan aja ketika sepanjang perjalan kita berada pada jalan yang licin lurus dan tak ada gangguan. Maka kemudi bisa ditinggalkan. Tak perlu ada sopir, tak perlu ada rem dan klakson penanda suara untuk peringatan.

Dalam keadaan apa pun posisi kemudi tetap menjadi peran penting untuk menentukan arah mana yang akan dilewati.

Demikian pula keburukan hadir dalam diri seseorang sebagai pembanding bahwa ada kebaikan, lawan dari sebuah keburukan. Demikian juga mengapa ada sebuatan kaya bagi orang yang memiliki harta berlimpah? Hanya sebagai penanda bahwa ada orang yang hartanya tidak berlimpah dan mereka disebut miskin.

Dalam kondisi kata dan miskin, kita coba setarakan dengan kebaikan dan keburukuan. Walau esensi materi dan konteksnya tidaklah sama. Hanya dalam kuantitas penyandangnya. Orang kaya lebih sedikit dari orang miskin. Demikian juga perbutan baik lebih sedikit dari perbuatan buruk.

Untuk mencapai perbuatan baik diperlukan beberapa tahapan dan tanggung jawab sebelum melakukan. Yang pertama untuk berbuat baik, yang bersangkutan mengetahui bahwa yang dilakukan adalah perbuatan baik.

Kalau ada yang berkata, "Berbuat baik tak perlu ilmu. Nyatanya ada orang berbuat baik dilakukan tak sengaja."

Benarkah? Dari mana dia tau apa yang dilakukan baik dan buruk? Akibat dari perbuatan tak sengaja itulah yang meninggalkan penilaian pada hasil perbuatannya. Jika mengakibatkan manfaat tanpa.meberika ekses yang bertentangan dengan norma yang ada maka akan disebut perbuatan baik.

Pada saat perbuatan tersebut berpotensi merugikan diri sendiri dan orang disekitarnya atau orang lain maka perbuatan tersebut menjadi perbuatan buruk.

Bagaimana pun, dengan dalih apa pun, perbuatan buruk akan melahirkan kejahatan. Dan penafsiran atas kejahatan yang dilakukan akibat perbuatan buruk tetap merupakan perbuatan buruk. Dengan nama apapun seseoarang meberi label pada perbuatan tersebut.

Kecenderungan antara kebaikan dan keburukan dalam diri manusia bersifat sebanding. Lantas bagaimana ada di antaranya yang hanya bergelimang keburukan dalam hidupnya, atau sebaliknya. Ternyata datangnya keburukan dan kebaikan menjadi perbuatan kita tidak berdiri sendiri.

Banyak faktor penentu yang mempengaruhi. Dimulai dari lingkungan, pembelajaran, pengaruh, dan kecenderungan dalam diri. Seperti seorang ibu yang tidak mau menghukum anaknya karena menganggapnya telah melakukan kejahatan parsial. Semantara ayah akan menghukum anakanya karena telah menganggap anaknya melakukan kejahatan universal.

Terlepas dari semua logika yang ada, bahwa keburukan akan melahirkan kejahatan. Sementara adanya kebaikan di samping keburukan menjadi indikator keburukan dan tingkatan keburukan yang ada.

Jadi bagaimana pun, ketika kita menganggap bahwa keburukan dalam bentuk seekor binantang dengan segala label dan keisitimewaan yang disematkan kepadanya.

Seekor binatang di tempat megah tetap saja seekor binatang. Bagi para "penyayang binatang" ini tempat tersebut adalah tempat terindah dan di tempat itulah ia ingin menghabiskan sisa hidupnya.


Seekor Binatang di Tempat Megah Tetaplah Binatang
c4punk1950...
nona212
tien212700
tien212700 dan 12 lainnya memberi reputasi
13
2.5K
54
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan