- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kerusakan Ekonomi Dinilai Sangat Jauh Lebih Masif dari Pandemi


TS
User telah dihapus
Kerusakan Ekonomi Dinilai Sangat Jauh Lebih Masif dari Pandemi
Deddy: Dari 100% yang dites Covid-19, hanya sekitar 8% saja yang confirm terinfeksi.

Perajn memproduksi kerajinan rotan di kawasan Pasar Minggu, Jakarta, Kamis (14/5/2020). Presiden Joko Widodo menerapkan lima skema besar dalam program perlindungan dan pemulihan ekonomi di sektor UMKM saat pandemi COVID-19, termasuk merumuskan program khusus bagi usaha ultra mikro dan usaha mikro yang belum bersentuhan dan belum terjangkau lembaga keuangan maupun perbankan. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.)
Jakarta, Gesuri.id - Politikus PDI Perjuangan Deddy Yevri Sitorus menilai kerusakan ekonomi lebih masif dari Pandemi Covid-19.
Anggota Komisi VI DPR RI itu mengungkapkan, dari 100% yang dites Covid-19, hanya sekitar 8% saja yang confirm terinfeksi.
Dan dari angka 8% yang terinfeksi itu, sekitar 6% saja yang meninggal dunia dengan protap Covid. Lalu dari 6%, yang meninggal dunia dengan standar covid hanya 5-15%. Tren dunia di angka tingkat kesembuhan pasien positif Covid sangat baik termasuk Indonesia.
Baca: Ramai Warga Olahraga di Hari Minggu, Pengelola GBK Harus Tanggung Jawab Cegah Sebaran Covid-19
"Jadi dengan statistik itu, maka dapat disimpulkan bahwa covid yang berbahaya dan terbukti itu hanya di kisaran 0.072%. Artinya biaya untuk merawat pasien covid jauh lebih rendah dibandingkan biaya untuk menyehatkan kembali ekonomi yang hancur," ujar Deddy.
Deddy melanjutkan, kalau kita berkalkulasi jika 100 juta rakyat Indonesia diuji dan reaktif covid, maka yang akan dirawat berada pada angka sekitar 72.000 pasien. Kemudian, bila kita asumsikan bahwa biaya perawatan akan menghabiskan Rp 250 juta per pasien, maka total biaya rumah sakit hanya akan mencapai sekitar Rp18 Triliun.
"Jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan ribuan triliun rupiah yang diperlukan untuk recovery ekonomi," ujar Deddy.
Sekarang, lanjut Deddy, bila dilihat sisi ekonominya di sektor UMKM, data BPS menunjukkan pekerja sektor Informal di Indonesia berjumlah sekitar 70,4 juta jiwa. Dan bila kita menggunakan data ILO bahwa kemungkinan 70% UMKM berhenti produksi dan 70% itu kita asumsikan sama dengan 70% dari sektor informal, maka yang berhenti kerja dari sektor informal mencapai 49 juta orang.
"Maka bila kita ambil rerata 1 orang pekerja sektor informal menghidupi 3 orang, berarti ada sekitar 149 juta orang yang akan terdampak langsung," ungkap Deddy.
Kemudian untuk sektor formal, Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) mencatat hingga 7 April sebanyak 1,2 juta orang pekerja terkena pemutusaan hubungan kerja (PHK) dan di rumahkan akibat melambatnya perekonomian sebagai imbas Covid-19.
Baca: Lomba Kreatif Ngevlog dan Video Dokumenter Kenang Bung Karno
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyebutkan sektor formal yang dirumahkan dan di-PHK melingkupi 39.977 perusahaan. Sektor ini mencakup 1.010.579 orang tenaga kerja.
Sementara jumlah perusahaan dan tenaga kerja terdampak di sektor informal sebanyak 34.453 perusahaan dan jumlah pekerjanya sebanyak 189.452 orang.
"Total jumlah perusahaan yang merumahkan pekerja dan PHK sebanyak 74.430 perusahaan. Rinciannya, sebanyak 873.090 pekerja dan buruh dirumahkan dari 17.224 perusahaan. Serta 137.489 pekerja dan buruh kena PHK di 22.753 perusahaan," ungkap Deddy.
"Jadi, melawan Pandemi dan menyelamatkan ekonomi tidak patut dipertentangkan. Sebab pada akhirnya ekonomi itu masalah kemanusiaan juga!" tambahnya.
Ketua Bidang Hubungan Masyarakat dan Kesejahteraan Anggota Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Prof. DR. dr. Hartono Gunardi, Sp.A(K) mengatakan, salah satunya yang berbahaya adalah penyakit campak.
"Seseorang yang positif Covid-19, bisa menularkan 1,5 sampai 3,5 orang. Satu orang yang terkena sakit campak, bisa menularkan ke 18 orang. Jauh lebih berbahaya dari Covid-19," katanya saat video conference di Graha BNPB, Jakarta, Senin (8/6/2020).
Dia menambahkan, seseorang yang juga positif Covid-19, apabila batuk maka droplet atau serpihan air liurnya bisa menularkan hingga radius 2 meter. Sementara penyakit campak, daya tularnya hingga 6 meter.
"Oleh karena itu, jangan dilupakan imunisasi (campak) ini," ujarnya.
Baca: Kemenkes Bilang Pelayanan Imunisasi Terpukul Covid-19
Tak hanya campak, penyakit lain yang juga menghantui anak-anak jika tak dilakukan imunisasi adalah difteri. Seorang anak yang terjangkit difteri, maka saluran nafasnya akan tertutup selaput membran, sehingga sulit bernafas.
"Untuk menetralisir kuman difteri, mesti pakai serum. Serum ini tak ada di Indonesia harus impor. Dimana pabriknya sebagian besar sudah tutup karena penyakit difteri tak ada lagi di negara tersebut," tegasnya.
Oleh karena itu, guna menghindari penyakit tersebut, seorang anak harus mendapatkan imunisasi meski di tengah kondisi pandemi seperti saat ini. Dia menyebut, apabila terlambat karena sempat terhambat dengan keadaan, imunisasi tetap bisa dilakukan.
Dia mencontohkan, apabila jadwal imunisasi sempat terhambat karena PSBB, usahakan mengejar jadwal imunisasi selagi bisa. Misalnya anak umur 9 bulan, belum mendapatkan vaksin campak dan difteri, bisa dilakukan bersamaan. "Boleh suntik kanan dan kiri, jangan khawatir karena dua kali sekaligus tak masalah," tuturnya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid imunisasi penting dilakukan. Hal ini untuk mencegah terjadinya penyakit lain yang lebih berbahaya.
"Bahaya tidak diimunisasi bahkan lebih bahaya dari covid-19. Jangan sampai mencegah agar tak terkena Covid-19, malah terkena penyakit lain yang sudah ada vaksinnya," katanya.
https://www.gesuri.id/pemerintahan/k...demi-b1YN5ZtP2

Perajn memproduksi kerajinan rotan di kawasan Pasar Minggu, Jakarta, Kamis (14/5/2020). Presiden Joko Widodo menerapkan lima skema besar dalam program perlindungan dan pemulihan ekonomi di sektor UMKM saat pandemi COVID-19, termasuk merumuskan program khusus bagi usaha ultra mikro dan usaha mikro yang belum bersentuhan dan belum terjangkau lembaga keuangan maupun perbankan. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.)
Jakarta, Gesuri.id - Politikus PDI Perjuangan Deddy Yevri Sitorus menilai kerusakan ekonomi lebih masif dari Pandemi Covid-19.
Anggota Komisi VI DPR RI itu mengungkapkan, dari 100% yang dites Covid-19, hanya sekitar 8% saja yang confirm terinfeksi.
Dan dari angka 8% yang terinfeksi itu, sekitar 6% saja yang meninggal dunia dengan protap Covid. Lalu dari 6%, yang meninggal dunia dengan standar covid hanya 5-15%. Tren dunia di angka tingkat kesembuhan pasien positif Covid sangat baik termasuk Indonesia.
Baca: Ramai Warga Olahraga di Hari Minggu, Pengelola GBK Harus Tanggung Jawab Cegah Sebaran Covid-19
"Jadi dengan statistik itu, maka dapat disimpulkan bahwa covid yang berbahaya dan terbukti itu hanya di kisaran 0.072%. Artinya biaya untuk merawat pasien covid jauh lebih rendah dibandingkan biaya untuk menyehatkan kembali ekonomi yang hancur," ujar Deddy.
Deddy melanjutkan, kalau kita berkalkulasi jika 100 juta rakyat Indonesia diuji dan reaktif covid, maka yang akan dirawat berada pada angka sekitar 72.000 pasien. Kemudian, bila kita asumsikan bahwa biaya perawatan akan menghabiskan Rp 250 juta per pasien, maka total biaya rumah sakit hanya akan mencapai sekitar Rp18 Triliun.
"Jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan ribuan triliun rupiah yang diperlukan untuk recovery ekonomi," ujar Deddy.
Sekarang, lanjut Deddy, bila dilihat sisi ekonominya di sektor UMKM, data BPS menunjukkan pekerja sektor Informal di Indonesia berjumlah sekitar 70,4 juta jiwa. Dan bila kita menggunakan data ILO bahwa kemungkinan 70% UMKM berhenti produksi dan 70% itu kita asumsikan sama dengan 70% dari sektor informal, maka yang berhenti kerja dari sektor informal mencapai 49 juta orang.
"Maka bila kita ambil rerata 1 orang pekerja sektor informal menghidupi 3 orang, berarti ada sekitar 149 juta orang yang akan terdampak langsung," ungkap Deddy.
Kemudian untuk sektor formal, Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) mencatat hingga 7 April sebanyak 1,2 juta orang pekerja terkena pemutusaan hubungan kerja (PHK) dan di rumahkan akibat melambatnya perekonomian sebagai imbas Covid-19.
Baca: Lomba Kreatif Ngevlog dan Video Dokumenter Kenang Bung Karno
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyebutkan sektor formal yang dirumahkan dan di-PHK melingkupi 39.977 perusahaan. Sektor ini mencakup 1.010.579 orang tenaga kerja.
Sementara jumlah perusahaan dan tenaga kerja terdampak di sektor informal sebanyak 34.453 perusahaan dan jumlah pekerjanya sebanyak 189.452 orang.
"Total jumlah perusahaan yang merumahkan pekerja dan PHK sebanyak 74.430 perusahaan. Rinciannya, sebanyak 873.090 pekerja dan buruh dirumahkan dari 17.224 perusahaan. Serta 137.489 pekerja dan buruh kena PHK di 22.753 perusahaan," ungkap Deddy.
"Jadi, melawan Pandemi dan menyelamatkan ekonomi tidak patut dipertentangkan. Sebab pada akhirnya ekonomi itu masalah kemanusiaan juga!" tambahnya.
Ketua Bidang Hubungan Masyarakat dan Kesejahteraan Anggota Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Prof. DR. dr. Hartono Gunardi, Sp.A(K) mengatakan, salah satunya yang berbahaya adalah penyakit campak.
"Seseorang yang positif Covid-19, bisa menularkan 1,5 sampai 3,5 orang. Satu orang yang terkena sakit campak, bisa menularkan ke 18 orang. Jauh lebih berbahaya dari Covid-19," katanya saat video conference di Graha BNPB, Jakarta, Senin (8/6/2020).
Dia menambahkan, seseorang yang juga positif Covid-19, apabila batuk maka droplet atau serpihan air liurnya bisa menularkan hingga radius 2 meter. Sementara penyakit campak, daya tularnya hingga 6 meter.
"Oleh karena itu, jangan dilupakan imunisasi (campak) ini," ujarnya.
Baca: Kemenkes Bilang Pelayanan Imunisasi Terpukul Covid-19
Tak hanya campak, penyakit lain yang juga menghantui anak-anak jika tak dilakukan imunisasi adalah difteri. Seorang anak yang terjangkit difteri, maka saluran nafasnya akan tertutup selaput membran, sehingga sulit bernafas.
"Untuk menetralisir kuman difteri, mesti pakai serum. Serum ini tak ada di Indonesia harus impor. Dimana pabriknya sebagian besar sudah tutup karena penyakit difteri tak ada lagi di negara tersebut," tegasnya.
Oleh karena itu, guna menghindari penyakit tersebut, seorang anak harus mendapatkan imunisasi meski di tengah kondisi pandemi seperti saat ini. Dia menyebut, apabila terlambat karena sempat terhambat dengan keadaan, imunisasi tetap bisa dilakukan.
Dia mencontohkan, apabila jadwal imunisasi sempat terhambat karena PSBB, usahakan mengejar jadwal imunisasi selagi bisa. Misalnya anak umur 9 bulan, belum mendapatkan vaksin campak dan difteri, bisa dilakukan bersamaan. "Boleh suntik kanan dan kiri, jangan khawatir karena dua kali sekaligus tak masalah," tuturnya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid imunisasi penting dilakukan. Hal ini untuk mencegah terjadinya penyakit lain yang lebih berbahaya.
"Bahaya tidak diimunisasi bahkan lebih bahaya dari covid-19. Jangan sampai mencegah agar tak terkena Covid-19, malah terkena penyakit lain yang sudah ada vaksinnya," katanya.
https://www.gesuri.id/pemerintahan/k...demi-b1YN5ZtP2
Diubah oleh User telah dihapus 08-06-2020 20:14




scorpiolama dan nona212 memberi reputasi
2
668
7


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan