- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
[ TAMAT ] (Kiara) It’s not easy like Sunday morning


TS
fee.fukushi
[ TAMAT ] (Kiara) It’s not easy like Sunday morning
![[ TAMAT ] (Kiara) It’s not easy like Sunday morning](https://s.kaskus.id/images/2019/04/08/10299312_20190408085550.jpg)
*raw photo taken from actor's official instagram
Hello again! Agan dan Sista kaskuser yang budiman... ini dalam rangka menunaikan janji bikin sekuelnya kisah Kiara nih

Semoga thread ini dapat mengobati kerinduan agan sista sekalian *elah... kaya yang udah ditinggal berabad-abad gitu

Bagi yang baru pertama kali nengokin dimari, ini adalah sekuel dari story sebelumnya yang boleh banget deh diintipin di sini: (Kiara) Hidup tak sesimpel masak mie instan
Oh iya, update-annya doain aja semoga kenceng yah. Ini saya lagi sibuk berkutat dengan boks soalnya, riweuh pindahan rumah lintas benua

Oleh karena itu, sangat butuh support dan suntikan semangat dari agan sista sekalian, jangan ragu buat ninggalin komen yak! Saya suka senyum-senyum lho tiap bacain komen. Itu yang bikin semangat buat lanjut ngetik, bener deh

Mohon maaf sebelumnya, semisal dalam penyampaian ceritanya ada kata-kata yang menyinggung pihak-pihak tertentu, sungguh saya tidak bermaksud demikian lho, beneran suer

Quote:
Walau tak tahu akan dapat menemukan kebahagiaan kembali,
aku tetap berjalan.
Itu pasti yang akan dikatakannya jika ada di sini.
Saat telah kutemukan diriku sepertinya baik-baik saja,
seseorang mencoba mengetuk,
menawarkan kepadaku untuk mengumpulkan kembali
serpihan hati yang telah berserakan
atau malah tak bersisa lagi.
Haruskah kubuka pintu dan mempersilahkannya masuk?
Jika itu kulakukan, aku harus siap mempertaruhkan segalanya sekali lagi.
Atau lebih baik kubiarkan saja pintunya tertutup rapat?
Biarkan saja dia berlalu,
dan aku kembali melanjutkan rutinitas ‘normal’ yang membosankan ini.
aku tetap berjalan.
Itu pasti yang akan dikatakannya jika ada di sini.
Saat telah kutemukan diriku sepertinya baik-baik saja,
seseorang mencoba mengetuk,
menawarkan kepadaku untuk mengumpulkan kembali
serpihan hati yang telah berserakan
atau malah tak bersisa lagi.
Haruskah kubuka pintu dan mempersilahkannya masuk?
Jika itu kulakukan, aku harus siap mempertaruhkan segalanya sekali lagi.
Atau lebih baik kubiarkan saja pintunya tertutup rapat?
Biarkan saja dia berlalu,
dan aku kembali melanjutkan rutinitas ‘normal’ yang membosankan ini.
Part 1 - A new start
Spoiler for Part 1:
![[ TAMAT ] (Kiara) It’s not easy like Sunday morning](https://s.kaskus.id/images/2019/03/17/10299312_20190317123736.jpg)
sumber: doc pribadi
Udara musim panas kali ini cukup sejuk, tidak biasanya seperti ini. Debur ombak bersahutan memecah karang menemaniku yang sedang berdiri menghadap ke laut. Entah apa yang sedang kulakukan di dermaga ini seorang diri. Oh, aku sedang menunggu kekasih hatiku. Kami sudah berjanji untuk bertemu di sini.
Baru kusadari, diriku sedang mengenakan yukata bermotif bunga warna peach lengkap dengan geta, bakiak tradisional Jepang. Kurasakan sentuhan lembut angin malam menerpa bagian belakang leherku, ternyata rambutku sedang digelung tinggi dan dihias dengan jepitan rambut khas Jepang. Walaupun aku tak dapat melihat seperti apa diriku saat ini, namun aku merasa sangat cantik.
Mengapa aku berpakaian seperti ini?
“Kii chan!”
Dadaku berdesir saat mendengar suara yang selalu kurindukan itu, segera aku menoleh ke arahnya. Kuperhatikan Toshi juga sedang memakai geta, namun sama sekali tak terlihat kikuk saat setengah berlari menghampiriku. Yukata abu-abu bergaris hitam tipis membalut tubuh tinggi nan atletisnya, rambut acak-acakannya masih saja terlihat stylish seperti biasa, membuatku tak dapat berkedip walau sebentar saja.
Aku melambai kepadanya, berusaha memberikan senyuman termanisku untuknya.
“Osokunatte gomen ne.” katanya masih sedikit terengah-engah. (-Maaf aku terlambat)
“Iie, ii yo.” aku menggeleng pelan. (-Tidak, tidak kok)
“Sa.. iko ka?” Toshi mengulurkan tangannya, aku pun segera menyambutnya. (-Nah.. yuk?)
Ah aku ingat, hari ini adalah hari terakhir festival musim panas. Melihat kembang api di akhir festival musim panas dengan seseorang yang spesial merupakan salah satu impian terbesarku.
Aku dan Toshi berjalan beriringan menuju keramaian. Toshi mengambil hampir semua makanan yang dijajakan di kios yang berderet di sepanjang jalan. Kaarage, toumorokoshi, ringo ame, ikayaki, wataame dan masih banyak lagi.
“Mou mou. Yari sugi kore wa.” aku kesulitan memegang makanan yang terus diberikannya kepadaku. (-Sudah sudah. Ini terlalu banyak)
“Yoku tabenakereba naranai nda.” senyum jahil merekah di wajah tampannya. (-Kau harus banyak makan)
Setelah puas berjalan berkeliling, kami pun kembali ke dermaga. Aku dan Toshi duduk di atas dek kayu, kedua kaki kami menggantung, pundak kananku beradu dengan pundak kirinya, geta tergeletak begitu saja. Berduaan dengannya seperti ini sungguh membuatku sangat bahagia.
“Jikan da.” Toshi berkata tanpa menoleh, pandangannya tertuju pada horizon di kejauhan. (-Sudah waktunya)
“Hanami ka?” (-Kembang apinya?)
Sebelum Toshi sempat menjawab, kembang api pertama telah meluncur ke langit. Percikan bunga api warna merah itu sangat indah bak lukisan di langit musim panas yang hitam pekat bertaburkan bintang. Tak lama kemudian disusul oleh bunga api lain yang berwarna-warni dan tak kalah indah dengan yang pertama tadi.
Aku pun menyandarkan kepala di pundak lelakiku ini, damai rasanya berada dekat dengannya seperti saat ini. Entah mengapa, air mataku mulai mengalir. Kami larut dalam suasana sendu, tak melepaskan pandangan sedetik pun dari kembang api indah yang sedang menari-nari.
“Yoi ni natte ne.” Toshi berkata tanpa mengalihkan pandangannya dari langit. (-Baik-baik ya)
Tak dapat kudengar kalimatnya dengan jelas karena suara riuh kembang api itu.
“Nani?” aku berkata agak kencang sambil mengusap air mataku. (-Apa?)
Toshi menoleh memandangku. Dia tidak menjawab pertanyaanku, hanya menatapku lekat sambil tersenyum. Tiba-tiba Toshi berdiri, aku pun mengikutinya.
“Sa! Itte kuru yo.” (-Nah! Aku harus pergi)
“Doko e?” (-Kemana?)
Toshi tak menjawab, hanya tersenyum, berbalik dan mulai melangkah menjauhiku.
“Matte Toshi kun! Matte!” aku bergegas memakai geta. (-Tunggu Toshi kun! Tunggu!)
Saat aku kembali mengangkat kepala, Toshi sudah tak terlihat. Aku pun mulai berlari, berusaha mencari sosoknya di tengah keramaian, tapi tak dapat menemukannya. Perasaan pedih di dada yang seperti mengingatkanku akan sesuatu kembali kurasakan. Sepertinya aku mulai menyadari sesuatu yang tadi sempat terlupakan, sesuatu yang penting namun aku tak suka mengingatnya.
“Toshi kun. Doko e iku no?” suaraku mulai tertelan isak tangis. (-Toshi kun. Kau pergi kemana?)
Aku tetap berlari, mencarinya ke segala arah, namun tetap tak dapat menemukannya.
“Doushite itte shimatta no?” kataku lirih sambil terus terisak. (-Kenapa kau meninggalkanku?)
Air mataku telah bercampur dengan keringat yang semakin deras mengalir, tapi aku tak peduli, aku tetap berlari. Entah sampai kapan aku harus berlari, hingga ke ujung dunia pun, aku tetap akan terus berlari.
Mataku tiba-tiba terbuka, terbelalak memandang langit-langit, kurasakan tubuhku basah kuyup oleh keringat dingin.
Astaghfirullah, kejadian yang terasa sangat nyata barusan, ternyata bunga tidur belaka. Aku berusaha duduk tegak, kepalaku sangat berat, kedua mataku lembab karena air mata. Berusaha kukenali ruangan yang ternyata bukan kamarku ini, lambat laun aku sadar bahwa aku sedang berada di UKS.
Jam yang melingkar di lengan kiriku menunjukkan pukul lima lebih sedikit, apa yang kulakukan di sini? Mengapa aku tertidur di UKS sekolah hingga jam segini?
Perlu beberapa menit bagiku untuk mengumpulkan kembali kesadaran dan mencoba mengingat apa yang telah terjadi. Astaga, aku tadi siang sedang mendampingi anak-anak KIR (Karya Ilmiah Remaja) yang tengah melakukan persiapan untuk mengikuti kejuaraan di Surabaya minggu depan.
Setelah menamatkan Pendidikan S1 dan S2 di salah satu Universitas Jempolan di Jogja, aku memutuskan untuk mengambil sertifikasi guru dan mengajar di almamaterku, salah satu SMA favorit di Jogja. Selain mengampu mata pelajaran Geografi dan dipercaya menjadi pembimbing PMR, saat ini aku juga menjabat sebagai penasehat Panitia Pensi.
Kesibukan yang sudah cukup menyita waktu itu tidaklah cukup bagiku, beberapa minggu terakhir ini aku menyanggupi menjadi pendamping sementara ekskul KIR yang kebetulan guru pembimbing resminya sedang mengambil cuti panjang karena alasan kesehatan.
Sengaja aku menyibukkan diri dengan berbagai macam hal, supaya tidak tersisa waktu untuk melamun dan terlarut kembali dalam kesedihan. Sudah tiga bulan berlalu semenjak kepergiannya, namun rasanya masih sulit bagiku untuk mempercayainya. Saat ini otakku sudah tidak dapat membedakan antara kejadian nyata dan mimpi.
Hampir setiap malam aku bermimpi tentang dirinya. Entah itu mimpi indah atau mimpi buruk, begitu bangun, aku tetap menangis. Aku tahu, mimpi yang kebanyakan orang menyebutnya sebagai bunga tidur, adalah juga merupakan manifestasi alam bawah sadarku yang masih belum sepenuhnya dapat menerima kenyataan.
Segera kurapikan diri lalu bergegas pergi ke basecamp KIR yang terletak di sudut sekolah. Ternyata sepi, anak-anak sudah tidak ada di sana. Jelas saja, pada umumnya seluruh kegiatan ekskul akan berakhir pada pukul 4 atau 4.30 setiap sorenya.
Kuakui, akhir-akhir ini siklus tidurku memang sedang terganggu. Namun sungguh tak habis pikir, mengapa aku dapat terdampar di UKS seperti tadi? Oh Kiara, apa yang terjadi padamu?
Tak dapat kuingat dengan pasti apakah aku tadi sudah menunaikan sholat Ashar, sungguh saat ini aku seperti orang linglung. Kuputuskan untuk pergi ke mushola, mulai mengambil air wudhu lalu menunaikan empat rakaat, setelah itu kulanjutkan dengan dzikir dan berdoa.
Toshiro Kanata, kekasih hatiku, tak pernah lupa kusebut namanya di setiap doaku. Toshi pasti sudah bahagia di sana, aku pun harus dapat melanjutkan hidupku di sini. Walaupun tak yakin apakah dapat merasakan kebahagiaan lagi, tapi tetap harus kulanjutkan langkahku.
---
Di ruang guru, aku membereskan barang-barangku. Buku paket Geografi telah kususun rapi di salah satu sudut meja, hasil ulangan anak-anak kusimpan di dalam laci yang tak lupa kukunci. Setelah memastikan semuanya oke, kusandang ransel dan kusambar kunci motor.
“Bu Kiara masih di sini?” suara Pak Toyo, satpam sekolah, mengejutkanku.
“Eh iya Pak. Ini baru mau pulang.” aku berjalan pelan menghampirinya yang sedang berdiri di depan pintu ruang guru.
“Lembur Bu?”
“Enggak sih Pak. Tadi saya ketiduran di UKS he he he..”
“Ketiduran? Wah ga ada yang bilang ke saya lho kalau Bu Kiara masih di dalam. Untungnya belum saya kunci gerbangnya.”
“Iya Pak, untungnya Bapak keliling dulu sebelum kunci gerbang ya. Saya juga ga inget sih kenapa bisa ketiduran di UKS tadi.”
“Astaghfirullah... Ibu baik-baik saja kan, Bu?” Pak Toyo tampak khawatir.
Aku tahu maksud dari pertanyaan ini, pertanyaan seperti ini tidaklah sedangkal itu maknanya.
Semenjak kejadian yang masih tak dapat sepenuhnya kupercaya itu, sikap dan cara orang melihatku terasa berbeda. Tentu saja mereka merasa prihatin dengan apa yang terjadi padaku, namun justru keprihatinan mereka itu malah membuat hari-hari yang kulalui menjadi semakin berat. Tatapan kasihan itu malah membuatku merasa tidak nyaman dan kikuk.
Tapi aku tak dapat menyalahkan mereka, tentu saja mereka bersikap seperti itu karena rasa sayang dan kepeduliannya kepadaku, aku harusnya bersyukur.
“Iya Pak, saya baik-baik aja. Terima kasih. Mari Pak, Assalamu’alaikum!”
Lebih baik segera kuakhiri percakapan yang arahnya sudah kuketahui ini, aku tidak mau kembali terlarut dalam kesedihan. Maksudku, aku tak mau orang lain melihat sisi lemahku. Jika memang perlu menangis, aku akan mengurung diri supaya tidak ada orang yang melihat.
“Mari Bu. Wa’alaikum salam. Hati-hati Bu!”
Kutinggalkan Pak Toyo yang masih harus mengunci pintu Ruang Guru dan mengecek semua ruangan sebelum mengunci pagar depan dan pulang.
Aku berjalan cepat melewati lapangan upacara yang rindang dengan pepohonan di kanan kirinya, melewati koridor TU untuk menuju ke parkiran. Berjalan sendirian di lingkungan sekolah pada jam segini ternyata cukup menyeramkan.
Begitu tiba di parkiran motor, kukenakan helm dan kunyalakan mesin. Tak lama kemudian telah kupacu roda duaku membelah jalanan kota Jogja yang cukup padat sore itu.
---
Where did we come from?
Why are we here?
Where do we go when we die?
What lies beyond
And what lay before?
Is anything certain in life?
Why are we here?
Where do we go when we die?
What lies beyond
And what lay before?
Is anything certain in life?
Sebenarnya banyak hal yang dapat kupetik dari kisah indah sekaligus tragisku dengan Toshi. Salah satunya adalah ‘saat kau mulai mencintai, persiapkanlah hatimu untuk kehilangannya suatu saat nanti’. Sedikit aneh memang, tapi menurutku memang lebih baik seperti itu.
Move on, be brave
Don't weep at my grave
Because I am no longer here
But please never let
Your memory of me disappear
Don't weep at my grave
Because I am no longer here
But please never let
Your memory of me disappear
Dadaku berdegup kencang, mataku memanas karena air mata yang sesaat lagi akan tumpah. Setiap kali kudengarkan bait ini, memang itulah reaksi yang kurasakan. Namun kupikir, air mata ini memang harus ditumpahkan, supaya akal sehatku tetap terjaga.
Playlistku selama beberapa minggu ini memang hanya berisi satu lagu milik Dream Theater tersebut. Malam ini pun, entah sudah ke berapa kalinya lagu itu kuputar. Hingga sudah tak ada lagi air mata tersisa, hanya rasa pedih di dada dan tenggorokan saja yang sekarang kurasa.
Hal inilah yang kulakukan setiap kali rasa rinduku sudah tak terbendung. Tentu saja aku masih merindukannya, aku rindu akan candaan menyebalkannya, senyum hangatnya, tatapan lekatnya, pelukan damainya. Aku rindu semua tentang dirinya.
Kulirik jarum jam yang telah menunjukkan pukul sepuluh lebih sedikit. Skype telah kunyalakan dari sepuluh menit lalu untuk menunggu panggilan video call dari Antra, adik laki-lakiku satu-satunya yang lima tahun lebih muda. Saat ini Antra sedang dikirim oleh kantornya untuk belajar di Paris selama satu tahun. Ini sudah bulan keempat sejak keberangkatannya.
Aku beranjak ke kamar mandi untuk mencuci muka, berusaha menghilangkan sembabku. Aku yakin, Antra pasti akan khawatir dan memulai ceramahnya yang berlebihan itu jika melihat tanda-tanda aku baru saja menangis. Aku dan Antra memang sangat dekat, di antara orang-orang terdekatku, Antralah yang paling dapat memahamiku.
Antra mengerti betul kisahku dengan Toshi yang cukup berliku. Tentunya Antra sangat paham akan apa yang kurasakan saat ini dan tidak pernah memaksaku untuk seketika dapat berbahagia lagi. Namun aku tak suka, jika Antra mulai memperlihatkan tatapan sendunya kepadaku.
Sebenarnya aku tak suka menerima tatapan sendu dan prihatin seperti itu dari semua orang, aku ingin semua orang memperlakukanku seperti biasanya saja. Berbicaralah, tertawalah, berteriaklah, mengumpatlah kepadaku jika memang itu perlu. Lakukan saja sesuka kalian, tapi tolong jangan berikan tatapan haru dan kasihan itu kepadaku. Aku tak suka, sungguh tak suka.
Sambil membawa segelas coklat hangat, aku kembali masuk ke kamar lalu duduk menghadap meja kerjaku. Tidak biasanya Antra telat seperti ini, sekarang sudah sepuluh menit lebih dari waktu janjian kami untuk bertelpon.
Skype yang dulunya merupakan alat komunikasi eksklusifku dengan Toshi, akan kunyalakan hanya jika akan bertelpon dengan Antra. Waktu itu tentu saja, hanya Toshi satu-satunya kontak di sana. Beberapa saat sebelum berangkat ke Paris, Antra menambahkan namanya. Sebenarnya saat itu aku keberatan, tapi tak dapat protes. Kuakui, skype merupakan solusi efektif dan murah bagi kami untuk berkomunikasi.
Setelah meneguk coklat hangat beberapa kali dan meletakkan kembali cangkirku di meja, terlihat sebuah pesan baru masuk, membuatku sedikit terkejut. Sepertinya tidak mungkin Antra akan mengirimkan pesan, pastilah dia akan langsung menelpon. Lalu ini dari siapa?
Ah benar juga, ada seorang lagi yang namanya kutambahkan beberapa bulan yang lalu. Dia yang secara tak sengaja kutemui di bandara Haneda. Kugerakkan kursorku ke icon pesan baru itu dan mulai membacanya.
‘Tumben online Ki. Apa kabar?’
>>bersambung

The spirits carries on by Dream Theater, please kindly listen!
Polling
0 suara
Siapa sih karakter favorit di cerita ini? Dan kasih alasannya please. Thanks!
Diubah oleh fee.fukushi 16-05-2020 11:21






efti108 dan 75 lainnya memberi reputasi
74
349.4K
Kutip
5.7K
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan