- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kemajemukan yang dirusak atas nama kemajemukan : Injil Berbahasa Minang


TS
User telah dihapus
Kemajemukan yang dirusak atas nama kemajemukan : Injil Berbahasa Minang
Spoiler for “berita”:
Aplikasi Kitab Suci Injil Minangkabau yang muncul di Google Play Store menimbulkan polemik. Aplikasi tersebut dinilai sangat bertolak belakang dengan budaya masyarakat Minangkabau. Namun, sebagian kalangan menilai hadirnya Alkitab bahasa Minang itu mampu membangun literasi keagamaan lintas iman.
Alkitab Injil dalam bahasa Minang dihapus dari Google Play Store setelah Gubernur Sumatra Barat (Sumbar) Irwan Prayitno mengirimkan surat kepada Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate, untuk menghapus aplikasi tersebut.
Direktur riset Setara Institute, Halili Hasan, menyesalkan hal itu karena menilai aplikasi kitab suci agama Kristen – yakni Alkitab dengan bahasa Minang – merupakan inisiatif yang baik untuk membangun literasi keagamaan lintas iman dalam kerangka keberagaman Indonesia. Ditambahkannya Alkitab bahasa Minang tersebut tidak melanggar hukum dan konstitusi Republik Indonesia. "Mestinya Menkominfo menolak permintaan Gubernur Irwan agar Dirjen Aplikasi Informatika menghapus aplikasi tersebut," kata Halili melalui siaran persnya kepada VOA, Jumat (5/6) malam.
Dalam pandangan Setara Institute, permintaan Gubernur Sumbar bisa menjadi preseden buruk. Kemungkinan hal tersebut bisa digunakan oleh kelompok yang tidak menghargai kemajemukan untuk melakukan hal serupa, yaitu menolak dan menyangkal berbagai hal yang berkenaan dengan identitas agama yang berbeda.
Surat Gubernur Sumbar Irwan Prayitno yang ditujukan kepada Menkominfo Johnny G Plate agar menghapus aplikasi Alkitab bahasa Minang di Google Play Store.
Surat Gubernur Sumbar Irwan Prayitno yang ditujukan kepada Menkominfo Johnny G Plate agar menghapus aplikasi Alkitab bahasa Minang di Google Play Store.
Lebih lanjut, kata Halili, aplikasi Alkitab berbahasa Minang merupakan sebuah inovasi digital yang bersifat netral dan tidak mengandung unsur pemaksaan kepada siapa pun untuk membaca atau sekadar mengunduhnya. Aplikasi semacam ini harus diapresiasi sebagai upaya untuk membangun pemahaman lintas agama, sehingga psikologi kecurigaan, ketakutan, keterancaman akibat ketidaktahuan tentang identitas yang berbeda dapat dikikis.
"Sehingga mestinya pemerintah Sumbar dan pusat melihat manfaat aplikasi tersebut untuk memperkaya pemahaman dan memperkuat toleransi beragama," ujarnya.
Setara Institute menilai dua alasan yang disampaikan Gubernur Sumatera Barat ketika meminta penghapusan aplikasi itu terlalu berlebihan, dan tidak mewakili masyarakat serta budaya Minangkabau. Kendati masyarakat Sumbar memegang teguh falsafah 'Adat basandi syarak. Syarak basandi Kitabullah' tidak berarti bahwa Minangkabau adalah budaya yang tertutup.
Masyarakat Minang melakukan salat Ied di masjid Baiturrahmah di Padang, Sumatra Barat tahun lalu (foto: ilustrasi). Masyarakat Sumbar memegang teguh falsafah 'Adat basandi syarak. Syarak basandi Kitabullah'.
Masyarakat Minang melakukan salat Ied di masjid Baiturrahmah di Padang, Sumatra Barat tahun lalu (foto: ilustrasi). Masyarakat Sumbar memegang teguh falsafah 'Adat basandi syarak. Syarak basandi Kitabullah'.
Sebaliknya, Minangkabau sebagai entitas kultural dalam bentangan sejarahnya, sangat terbuka dan mudah berinteraksi dengan entitas kultural yang berbeda.
"Keberadaan aplikasi Injil berbahasa Minangkabau tidak akan meruntuhkan kuatnya keislaman di tengah-tengah masyarakat Minang," ungkap Halili.
Pejabat Sumbar: Aplikasi Alkitab Berbahasa Minang Timbulkan Kegelisahan Masyarakat
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas Pemprov Sumbar, Zardi Syahrir mengatakan munculnya aplikasi tersebut menimbulkan kegelisahan bagi masyarakat Minangkabau. Atas dasar tersebut Gubernur Sumbar menyurati Menkominfo agar menghapus aplikasi tersebut dari Google Play Store.
"Masyarakat gelisah karena orang Minang identik dengan Islam. Nah itu (menyurati Menkominfo) yang kami lakukan untuk menjaga entitas budaya Minang," kata Zardi saat dihubungi VOA.
Gubernur Sumbar pada 28 Mei lalu mengirimkan surat kepada Menkominfo untuk menghapus aplikasi tersebut. Surat tersebut berisi tentang masyarakat Minang yang sangat keberatan dan resah dengan adanya aplikasi itu. Lalu, aplikasi tersebut dinilai sangat bertolak belakang dengan budaya masyarakat Minangkabau. Setelah ditelusuri saat ini tak ada lagi aplikasi Alkitab bahasa Minang di Google Play Store atau telah dihapus. [aa/em]
Alkitab Injil dalam bahasa Minang dihapus dari Google Play Store setelah Gubernur Sumatra Barat (Sumbar) Irwan Prayitno mengirimkan surat kepada Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate, untuk menghapus aplikasi tersebut.
Direktur riset Setara Institute, Halili Hasan, menyesalkan hal itu karena menilai aplikasi kitab suci agama Kristen – yakni Alkitab dengan bahasa Minang – merupakan inisiatif yang baik untuk membangun literasi keagamaan lintas iman dalam kerangka keberagaman Indonesia. Ditambahkannya Alkitab bahasa Minang tersebut tidak melanggar hukum dan konstitusi Republik Indonesia. "Mestinya Menkominfo menolak permintaan Gubernur Irwan agar Dirjen Aplikasi Informatika menghapus aplikasi tersebut," kata Halili melalui siaran persnya kepada VOA, Jumat (5/6) malam.
Dalam pandangan Setara Institute, permintaan Gubernur Sumbar bisa menjadi preseden buruk. Kemungkinan hal tersebut bisa digunakan oleh kelompok yang tidak menghargai kemajemukan untuk melakukan hal serupa, yaitu menolak dan menyangkal berbagai hal yang berkenaan dengan identitas agama yang berbeda.
Surat Gubernur Sumbar Irwan Prayitno yang ditujukan kepada Menkominfo Johnny G Plate agar menghapus aplikasi Alkitab bahasa Minang di Google Play Store.
Surat Gubernur Sumbar Irwan Prayitno yang ditujukan kepada Menkominfo Johnny G Plate agar menghapus aplikasi Alkitab bahasa Minang di Google Play Store.
Lebih lanjut, kata Halili, aplikasi Alkitab berbahasa Minang merupakan sebuah inovasi digital yang bersifat netral dan tidak mengandung unsur pemaksaan kepada siapa pun untuk membaca atau sekadar mengunduhnya. Aplikasi semacam ini harus diapresiasi sebagai upaya untuk membangun pemahaman lintas agama, sehingga psikologi kecurigaan, ketakutan, keterancaman akibat ketidaktahuan tentang identitas yang berbeda dapat dikikis.
"Sehingga mestinya pemerintah Sumbar dan pusat melihat manfaat aplikasi tersebut untuk memperkaya pemahaman dan memperkuat toleransi beragama," ujarnya.
Setara Institute menilai dua alasan yang disampaikan Gubernur Sumatera Barat ketika meminta penghapusan aplikasi itu terlalu berlebihan, dan tidak mewakili masyarakat serta budaya Minangkabau. Kendati masyarakat Sumbar memegang teguh falsafah 'Adat basandi syarak. Syarak basandi Kitabullah' tidak berarti bahwa Minangkabau adalah budaya yang tertutup.
Masyarakat Minang melakukan salat Ied di masjid Baiturrahmah di Padang, Sumatra Barat tahun lalu (foto: ilustrasi). Masyarakat Sumbar memegang teguh falsafah 'Adat basandi syarak. Syarak basandi Kitabullah'.
Masyarakat Minang melakukan salat Ied di masjid Baiturrahmah di Padang, Sumatra Barat tahun lalu (foto: ilustrasi). Masyarakat Sumbar memegang teguh falsafah 'Adat basandi syarak. Syarak basandi Kitabullah'.
Sebaliknya, Minangkabau sebagai entitas kultural dalam bentangan sejarahnya, sangat terbuka dan mudah berinteraksi dengan entitas kultural yang berbeda.
"Keberadaan aplikasi Injil berbahasa Minangkabau tidak akan meruntuhkan kuatnya keislaman di tengah-tengah masyarakat Minang," ungkap Halili.
Pejabat Sumbar: Aplikasi Alkitab Berbahasa Minang Timbulkan Kegelisahan Masyarakat
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas Pemprov Sumbar, Zardi Syahrir mengatakan munculnya aplikasi tersebut menimbulkan kegelisahan bagi masyarakat Minangkabau. Atas dasar tersebut Gubernur Sumbar menyurati Menkominfo agar menghapus aplikasi tersebut dari Google Play Store.
"Masyarakat gelisah karena orang Minang identik dengan Islam. Nah itu (menyurati Menkominfo) yang kami lakukan untuk menjaga entitas budaya Minang," kata Zardi saat dihubungi VOA.
Gubernur Sumbar pada 28 Mei lalu mengirimkan surat kepada Menkominfo untuk menghapus aplikasi tersebut. Surat tersebut berisi tentang masyarakat Minang yang sangat keberatan dan resah dengan adanya aplikasi itu. Lalu, aplikasi tersebut dinilai sangat bertolak belakang dengan budaya masyarakat Minangkabau. Setelah ditelusuri saat ini tak ada lagi aplikasi Alkitab bahasa Minang di Google Play Store atau telah dihapus. [aa/em]
Spoiler for “opini”:
Makin banyak orang berdalih dibalik kemajemukan tanpa menghargai kemajemukan itu sendiri.
Apakah kalian tau dasar adat istiadat minangkabau wahai para manusia culas?
“Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”
Artinya adat harus bersendi syariat (islam), syariat bersendi pada Kitab Allah SWT (Al Quran)
Ketika ada injil memakai bahasa minang,tentu orang minang meradang karena orang disebut minang secara adat yakni harus islam.
Memakai bahasa minang untuk injil tentu sangat bertentangan dengan adat minang dan mencederai kemajemukan itu sendiri.
Matilah kalian manusia2 culas2
Apakah kalian tau dasar adat istiadat minangkabau wahai para manusia culas?
“Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”
Artinya adat harus bersendi syariat (islam), syariat bersendi pada Kitab Allah SWT (Al Quran)
Ketika ada injil memakai bahasa minang,tentu orang minang meradang karena orang disebut minang secara adat yakni harus islam.
Memakai bahasa minang untuk injil tentu sangat bertentangan dengan adat minang dan mencederai kemajemukan itu sendiri.
Matilah kalian manusia2 culas2
Diubah oleh User telah dihapus 06-06-2020 11:00






michiyoshirin dan 25 lainnya memberi reputasi
-16
2.9K
Kutip
86
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan