Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

pionic24Avatar border
TS
pionic24
Penyewekan [Pengasih] Bagian ke-V Sosok Itu
      “Mai dini peragatang!!,(Ayo selesaikan disini!!)”. Mira membentak dan meloncat berdiri diatas kasur, bapaknya yang memegangi bahkan sampai terpental jatuh ke lantai tidak sanggup menandingi tenaga Mira yang bertambah berkali lipaat jauh dari kemampuan tubuh kurusnya itu.

        Mira mulai mengepakkan tangan dan menari enah apa di kasur, aku yang masih bersila didepannya hanya bisa mendongak menyaksikan Mira tertawa riang sambil menari laksananya lakon Rangda di dramatari Calonarang (dramatari klasik bertema mistis di Bali).

Penyewekan [Pengasih] Bagian ke-V Sosok Itu
ilustrasi menari (sebenarnya ini tarian sisya atau murid dari calonarang)

                Aku sekarang benar2 bingung antara panik dan takut menjadi satu, apa yang harus aku lakukan?, kalau melawan dengan apa?, aku nyaris tidak punya ilmu mengobati macam apapun, apalagi mengatasi yang beginian.
 Sosok dalam tubuh Mira ini terus saja menantangku, kalau saja ditantang minum2 aku pasti akan ladeni sampai teler, tapi kalau adu ilmu begini aku akan mundur sebelum berperang.

                “Tunggu sebentar Jero!!”, aku berdiri berusaha menenangkan sosok itu tapi, “Cuss!!” cakaran tangan Mira hampir saja mengenai wajahku, untung aku sempat menghindar dan segera melompat dari atas ranjang.

                Mira semakin marah dan mengamuk sejadi-jadinnya dia berteriak menjerit2 salah satu kakinya diangkat, dengan begitu seimbang dia menari diatas satu kaki saja, matanya mendelik, lidahnya menjulur dengan gigi2 yang menyeringai sehingga wajah Mira nampak begitu menyeramkan.

Penyewekan [Pengasih] Bagian ke-V Sosok Itu
ilustrasi ngamuk

                Bapaknya Mira yang tadinya masih tersungkur di lantai segera berdiri berusaha memegangi anaknya, “Jangan pak!!”, bentaku dengan keras, seketika dia terhenti mendengar ucapanku,

            “Yen pak kanti kene tamplakan limane sebuh pelung pak bin mani!”. (kalau bapak sampai kena tamparan tangannya bakalan memar badan bapak besok!), aku tau tau seluruh tubuh Mira dialiri kekuatan aneh layaknya Upas (racun yang khusus menyerang kulit) oleh sosok itu supaya siapapun tidak berani menyentuh dan kemudia dia bebas menari Memurti (menghidupkan) seluruh ilmunya.

          Kepanikan ini membuat aku semakin bingung untuk berbuat apa, aku sudah bisa merasakan aura kamar ini berasa begitu panas, kepalaku sudah terasa berdenyut dan sakit sekali layaknya ditekan beban yang sangat berat, bahkan telingaku terasa sakit dan perih, sepertinya gelombang kekuatan yang dihasilkan dari kekuatan sosok di tubuh Mira mencoba membuat seisi ruangan ini ikut merasakan sakit yang Mira rasakan selama ini.

           Dalam keputusasaan aku mencoba memasrahkan diri, sesaat aku melirik pintu kamar yang terbuka, bisa aku lihat diluar sudah mulai gelap, dan lurus dengan mataku bisa aku lihat pula Bale Dangin tempat aku dan Odik duduk tadi, banyak janur bertumpuk yang belum selesai di Tanding (jarit) oleh ibunya Mira, dan disana bisa aku lihat ada, 

             “Ibu nike bungkak nyuh gading? (Ibu itu kelapa muda gading?)” kataku sambil menunjuk diantara janur terselip bungkak ibunya Mira mengangguk .

              (bungkak nyuh gading: buah kelapa yang sangat muda berwarna kuning oranye dengan ukurannya masih sekitar  2 genggam tangan orang dewasa yang disatukan. susah sekali membahasa-Indonesia-kannya hehe).

Penyewekan [Pengasih] Bagian ke-V Sosok Itu
ilustrasi bungkak nyuh gading dengan rerajahan (gambar hanya ilustrasi bukan bagian dari cerita)

            “Jemakang tiang, keet dorine mebading kin uli mukak biasane!, (ambilkan saya, kupas dari belakang kebalikan dari cara membuka biasanya!)”, mendengar itu adiknya Mira segera berlari menuruti perintahku, beberapa saat kemudian pesananku tiba, kebuah kelapa gading muda  yang dibuka dari arah bawah buahnya.

            Segera aku ambil kelapa itu dan beranjak ke ujung ranjangb berhadapan dengan Mira yang dengan rambut acak2an masih menari diatas ranjang.

             “Yen mula sing ada ulehan ne len, terpaksa jani tiang kal keras masi!” (kalau memang tidak ada cara yang lain, terpaksa saya akan keras juga!), ucapku memandang ke arah Mira, Mira menatap balik “HAHAHAHAH!!!” dan tertawa keras mendengar ucapanku yang mungkin sebagai jawaban atas tantanngannya tadi.

             Aku yang semua takut dan segan kini sudah mulai terpancing emosi, sudah cukup jadi orang baik toh juga tidak digubris, segera aku minum air kelapa bungkak itu kutahan dimulut, aku memejamkan mata den menunduk dengan pipi mengembung menampung air, aku berdoa memohon bantuan den bererapa doa sampai ke satu bagian yang hanya untuk saat kepepet.
 
            Ketika aku buka mata terlihat Mira sudah berancang-ancang menerjangku, aku tatap wajahnya penuh kebencian yang akan mencakarku sampai rata di seluruh badan, “hmm terlalu cantik untuk ini” gumamku, seketika Mira mulai berjalan cepat diatas kasur menuju arahku yang berdiri dibawahnya.

            “BRUSSSS!!!!”, dengan satu tarikan nafas aku semburkan air kelapa di mulutku sekencang2nya kearah kaki Mira.

             “Waaaaaaaaaaaa!!!” Mira menjerit keras, kakinya langsung kaku dan badannya langsung tumbang ke kasur.

             “Aduuuuh sakit, pediiiih, kebusss..!!, aduh apa neee?!!, ngude sakit kene?!!”, (aduh sakit, perih, panas!, apa ini?!, kenapa sakit begini?!).

             Sosok itu terus menjerit kesakitan, terlihat kulit bagian kaki bawah kaki Mira perlahan semakin pucat dan muncul tanda membiru disertai bintik2 meras seperti cacar air, aku cuma bisa menarik nafas panjang menyaksikan itu.

 Penyewekan [Pengasih] Bagian ke-V Sosok Itu
ilustrasi bercak merah pada kaki (sekedar ilustrasi dari mesin pencari)

              Melihat anaknya menggelepar kesakitan, bapaknya Mira dengan sigap mendekati anaknya segera aku larang lagi dengan alasan yang sama. “Ini bapak2 kok bandel banget!, dikasi tau ngeyel!”, gumamku dalam hati ketika bapaknya Mira malah balik memarahi aku karena tidak diijinkan mendekati anaknya, “Mungkin naluri kebapakan kali!”.

              Tanpa membuang kesempatan mumpung Mira tidak bisa banyak berontak, segera aku mendekati Mira yang terbaring tetapi dengan kedua tangan masih sibuk menari2.

              Mungkin karena Mira hobi menari,  jadi meski di segala kondisi dia tetep menari, seandainya Mira hobi memancing seperti aku, mungkin sekarang dia kesurupan dambil megang ganco jangkar, serem juga pikirku mencoba mengibur diri menenangkan diri sendiri yang sudah mulai lelah.

              Aku basahi tangan kiriku dengan air kelapa tadi, ku kepalkan tangan tangan didepan mulut kemudian aku mulai berdoa “sa ba ta a i na ma si wa ya....”, begitu selesai aku hembuskan ke tanganku dan segera tangan kiri aku tampatkan ke dada kiri Mira tepat di Pepusuh (jantung)-nya.

              “Aduuuhh sakiiit!!” teriak Mira dengan suara serak, Mira mengerang kesakitan, badannya terduduk lemas kemudian mulai kejang2 dan batuk keras kemudian ahirnya muntah2 dengan darah segar yang mengalir dari mulut dan hidungnya, membuat springbead yang putih ini menjadi merah pekat, kemudian Mira terbaring tak sadarkan diri.

               Bapak dan ibunya Mira nampak panik melihat anaknya muntah2 terus dan pingsan mereka berusaha mendekat tapi segera dilarang oleh Odik.

            “Percaya manten jak timpal tiange, pak, ibu!( percaya kan saja sama temen saya, pak, ibu!)” ucapnya meyakinkan mereka.

            “Huhuhu!!”, Mira mulai tersadar dan menangis, kelihatannya sosok itu sudah menyerah, orang mungkin mengira aku sakti bisa mengelahkan sosok mahluk yang selama ini menyakiti Mira dengan ilmu yang ku miliki, itu anggapan yang sangat salah.

             Aku tidak punya kesaktian apapun selain meminta sama Yang Kuasa,  sosok dalam tubuh Mira ini yang sejatinya punya ilmu tinggi dibanding diriku, ilmunya sangat sakti, bahkan jauh lebih sakti dari dirinya sendiri, sehingga jika dibalikan ilmu itu menyerang dirinya, dia tidak akan bisa mengendalikannya.

              “Suud.. amonto gen ba cukup, (sudah.. segitu saja sudah cukup)”, ujarku pada sosok itu, aku ambil beberapa bunga canang (sesaji) diatas meja, aku cipratkan dengan bunga air bungkak kelapa ke tubuh Mira beberapa kali sementara Mira terus saja menangis.

             Aku lirik Odik, sekakan mengerti dia mendekati Mira dan segera membannya dengan posisi duduk seperti awal tadi, Odik juga membersihkan dengan tisu darah dan ludah yang menempel di mulut Mira tanpa rasa sungkan dan jijik sedikitpun

Penyewekan [Pengasih] Bagian ke-V Sosok Itu
illustration of blood drops on a mattress ( pake english entah benar atau tidak diterjemahkan internet)

               “Ternyata benar cinta memang buta”,batinku. Ketika darah itu sudah hilang, Odik duduk diatas kasur dan menjadi sandaran Mira, kemudian Odik mengadahkan tangannya dan aku tuang air bungkak kelapa gading itu sedikit demi sedikit yang perlahan disuapkan Odik ke Mira berkali2 kami lakukan sampai Mira tenang.

              “Saya tau Jero masih didalam, sekarang tolong ceritakan yang sebenarnya!”, kataku pada sosok dalam tubuh Mira, Mira yang terpejang dan bersandar di dada Odik menjawab dengan suara lemah.

             “Ampura tiang nyampahin jerone, ampura pang banget, (maafkan saya meremehken anda, mohon maaf)”, kini Mira menjawabnya dengan bahasa yang halus dan sopan, “Nah..begini kan enak didengar”, gumamku sambil manggut2.

              “Tolong jangan lakukan itu lagi, kasihan anak ini juga ikut merasakan sakit”, aku yang mendengarnya menjadi sedikit keheranan.

                “Bukannya Jero yang menyakitinya sampai begini?”, segera aku lawan argumen sosok itu.

              “Nenten.. nenten.., (tidak), tidak ada niat saya menyakiti Mantu (menantu) saya ini, sedikitpun tidak ada!”, Mira kembali menangis sedih, nampaknya sosok yang ada didalam badannya memendam kesedihan yang susah ia ungkapkan.

             Seisi kamar terkejut dan heran mendengar ucapan itu, apa sebenarnya maksud yang sosok ini sampaikan.

             “Mantu..??, (menantu..??), sire kel orahang mantu?, (siapa yang dibilang menantu?)”, tanyaku mewakili rasa penasaran mereka yang mendengar itu juga.

              “Puniki luh Mira, mantun tiange, (ini luh Mira, mantu saya)”, aku terkejut bukan main mendengar perkataan Mira, semua ini nampaknya sudah terasa galang (terang) dan mulain nyusup (meresap) kedalam otaku, berarti sosok yang ada dalam badan Mira adalah,

           “Tiang Men xxxxx (saya ibu xxxxx), ibunya Wahyu”, ucap sosok dalam badan Mira itu lagi. 

             Kami semua terhernyak, saling memandang satu sama lain dengan wajah heran tak menyangka ternyata ini yang sebenarnya terjadi, aku tersadar ternyata Odik memang benar, tapi benar-nya ini gak tanggung2 sungguh kelewatan.

Bersambung....
mastercasino88
Richy211
nona212
nona212 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.3K
4
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan