Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

rahmatstpAvatar border
TS
rahmatstp
PENGAMATAN PRODUKSI TAMBAK TRADISIONAL KALIMANTAN DAN TAMBAK MODERN
Perbedaan tambak modern dengan tambak tradisional kalimantan :
PENGAMATAN PRODUKSI TAMBAK TRADISIONAL KALIMANTAN DAN TAMBAK MODERN

Part 1: simak video berikut



Part 2 :simak video berikut:


sumber YouTube channel:Kebon Ternak

BUDI DAYA UDANG KALTARA : Membangkitkan Ekonomi Perikanan di Beranda Negeri

Udang windu pada zamannya, pernah menjadi andalan Kalimantan Utara. Bahkan, pernah mengangkat status warga Kaltara ke level sejahtera. Kisah kejayaan itu akhir-akhir ini mulai lenyap, dan menyisakan catatan kenangan.

Sejatinya, banyak pihak menggantungkan asa. Perubahan kualitas tanah dan air serta serangan penyakit yang bertubi-tubi menyerang membuat para pembudidaya melempar handuk. Panen semakin kecil, bahkan banyak pula yang sampai gulung tikar dan memilih pekerjaan lain.

Pada 1990-an pertambakan di perairan Kalimantan Utara (Kaltara) mencapai masa keemasannya. Harga udang windu ukuran 20 cm dan 25 cm mencapai sekitar Rp400.000 per kilogram. Itu dulu. Setelah hampir tiga dekade kini, produksi panen terus menipis, dan masih untung jika masih bisa menutupi biaya operasional per siklus panen.

Di sisi lain, permintaan ekspor dari luar negeri tidak pernah sepi. Kualitas udang Kaltara sejak dulu dikenal yang terbaik di Indonesia. Hukum penawaran ekonomi berlaku. Tidak ada barang, tidak ada harga. Kalaupun ada, kualitasnya pasti rendah.

Namun, biang masalahnya pun terus dicari. Sejumlah pegiat dan peneliti perikanan menyebut bahwa menurunnya hasil produksi dan kualitas udang disebabkan hal teknis, sistem budi daya dan pengelolaan area budi daya.

Di pulau Sebatik, Nunukan, Kaltara, misalnya. Seorang pengusaha mencoba “berjudi”, mendobrak sistem pertambakan konvensional yang selama ini menjadi pilihan masyarakat.

Dari pulau terluar dan berbatasan dengan Malaysia itu, tambak warga yang mulai mati suri, dihidupkan kembali. Harapan pun muncul.

Saat dijumpai Bisnis di kediamannya yang berlokasi di Nunukan, Kaltara, Bos Virya Jaya Pratama Group Andre Pratama mengatakan di Jawa, muncul hipotesis bahwa serangan penyakit dipicu oleh faktor indukan. Sementara itu, di Kaltara faktor penurunan produksi udang windu adalah akibat faktor alam, ini terutama terkait dengan tanah dan airnya.

Bibit yang dipakai pada produksi perdana adalah bibit lokal Tarakan. “Saya tidak pakai bibit Surabaya,” ujarnya. Ukuran bibit lokal Tarakan ukurannya PL 10 sampai PL 12. Metode ini adalah hasil eksperimen tenaga ahli dari Australia bernama Scott.

Awalnya, Andre membawa Scott berkeliling hampir semua tambak-tambak yang ada di Kaltara, sehingga, dari kunjungan ke sejumlah tambak di Kaltara, ada sebuah analisis yang dihasilkan.

Melihat langsung apa yang menjadi kesalahan dalam berusaha tambak. Ketika kesalahannya sudah ditemukan, dilakukanlah evaluasi dan menghadirkan solusi terhadap kesalahan tersebut.

“Kami berdiskusi dengan petambak, apa yang menjadi kendala dalam memproduksi udang windu di Kaltara,” Andre menambahkan.

Menurut Andre, faktor utama yang dilihat adalah air dalam tambak kekurangan oksigen. Artinya manajemen perairannya kurang baik. Lalu penyebab yang kedua adalah soal pH air yang tidak stabil. Bahkan, ada petambak yang menceritakan saat masa panen tiba, bukan produksi udang yang maksimal. Malah ikan kakap yang nyaris memenuhi tambak. Ikan kakap dalam sebuah tambak adalah salah satu predator.

“Petambak itu panen hanya 20 kg saja. Selebihnya adalah predator.” Jadi, hasil dari kunjungan selama dua bulan dijalankan, Andre dan Scott melakukan diskusi. Mereka membuat rancangan sebuah tambak dengan konsep semi intensif. “Di sinilah permulaannya,” ujarnya.

Dengan ukuran 3 hektare, diperlukan dana sebesar Rp500 juta, di luar sewa alat berat. Sementara itu sewa alat berat di Nunukan sebesar Rp70 juta per bulan dengan menanggung solar selama beroperasinya alat berat.

Secara pemilihan wilayah, Desa Balansiku dianggap paling strategis, menjadi daerah yang pertama mencicipi air laut. Kesegaran air untuk hidup udang di tambak menjadi terpenuhi.

Sempat ada tambak dengan konsep semi intensif yang digunakan oleh petambak sebelumnya. Namun tetap ada yang membedakan. Karena petambak sebelumnya yang menggunakan metode semi intensif, namun tidak melakukan treatment air masuk ke kolam atau tandon. Jadi air dari laut langsung mesuk ke tandon pembesaran. Sementara itu yang dilakukan Andre sangat jauh berbeda dengan yang pernah dilakukan petambak sebelumnya.

Di dalam tandon, Andre malakukan pelapisan tanah. Menimbun dasar tandon masih rawa-rawa dengan tanah dari darat kualitas pH-nya stabil dengan ketebalan 50 cm hingga 80 cm. “Sejauh ini, kami berkeliling ke semua tambak di Kaltara, belum ada yang menggunakan metode ini. Apalagi cerita dari teman-teman petambak, belum ada.”

Andre mengatakan, dengan adanya inovasi baru dalam dunia usaha pertambakan yang dia lakukan, pemerintah juga perlu hadir. Sejauh ini dia menunggu tawaran pemerintah untuk melakukan kerja sama.

Menurutnya, petambak mengalami kekurangan modal dalam menerapkan metode tambak semi intensif, "Kami siap mendatangkan investor untuk kerja sama.”.

EKSPOR KE CHINA

Dengan letak usaha di Sebatik, Nunukan, wilayah perbatasan, perjalanan udang ke Tawau, Malaysia, membutuhkan waktu paling lama 2 jam. Lanjut, Tawau ke Kota Kinabalu lalu dikirim ke China hanya membutuhkan 3 jam saja. Artinya, dalam beberapa jam hingga ke China, kebekuan es masih bertahan. Udang pun masih segar sampai ke China.

Itu juga yang menjadi keunggulan usaha petambakan di Sebatik, estimasi waktu ekspor udang tidak lama. Andre juga bercita-cita ingin mendirikan perusahaan cold storage di Sebatik. Tentu saja terintegrasi dengan tembak-tambak di Desa Balansiku.

Artinya udang sudah dikemas dengan bentuk es dalam bentuk dos lalu diekspor. Ditambah lagi pelabuhan di Nunukan akan didukung menjadi pelabuhan internasional.”

Lebih lanjut, udang yang dibudidaya memasuki ke 75 hari sudah memiliki berat 9 gram hingga 12 gram per ekornya. Itu sudah dilakukan sampling. Walau di dalam buku panduan harusnya usia tersebut berat ideal udang harusnya mencapai 15 gram. Namun, dia mensyukuri karena masih terbilang baru dalam berbisnis udang.

Sementara itu, Kepala Desa Balansiku H. Firman Aji Latif mengatakan sudah bertahun-tahun lahan tambak masyarakat di desanya tidur, tidak produktif. Hingga, tak mau membiarkan lahan tambak itu terus-terusan tidak produktif. Akhirnya, muncullah inisiatif untuk mengundang investor yang mau menggarap tambak-tambak yang sudah sekian lama tidur.

“Salah satunya cara undung mengelola kembali tambak yang dulunya sangat berjaya, kami memanggil pengusaha yang mau membantu mengelola tambak-tambak di sini. Ditambah akan dijadikan pilot project. Supaya bagaimana tambak ini bisa produktif kembali seperti tahun 1990-an,” bebernya.

Tak butuh waktu lama, pengusaha Andre mau menggarap tambak-tambak yang tidak produktif di Desa Balansiku. Sekarang ini, sejumlah tambak yang tidak produktif kembali dikelola. Firman berharap agar tambak yang digarap Andre dapat memicu bangkitnya ekonomi perikanan di daerah perbatasan.

“Apabila tambak yang dikelola sekarang berhasil, kami pihak desa dan pengusaha (Andre) bisa menjadikan kontribusi ke desa, dalam hal masuk dalam BUMDes. Apalagi saat ini kementerian desa juga menekan agar desa dapat menjalankan BUMDes,” paparnya.

Mudah-mudahan, kata Firman, kami harapkan sinergi desa dengan pengusaha berjalan baik. Supaya tambak yang sedang digarap dapat berhasil dan kembali menghidupkan perekonomian perbatasan. Selain itu, dia juga berharap agar lahan-lahan tidur milik masyarakat agar dapat dikelola juga ke depannya.

“Di Desa Balansiku jumlah lahan tambak milik warga ada sekitar 30 hektare. Sudah ada 20 hektare yang dikelola pengusaha. Tapi ini masih terbilang uji coba. Kami yakin ini akan berhasil. Karena kami sudah lihat sendiri budi daya udangnya hingga saat ini,” ungkapnya.

Alasan pihak desa sangat mendukung pengusaha untuk mengelola tambak-tambak yang ada di Desa Balansiku, tentu akan membantu kemajuan perekonomian warga. Selain itu, bagi hasil dari tambak juga jelas dan merata.

“Lahan tambak kami sudah lama tidak produktif. Sekarang saatnya lahan tambak kembali eksis di perbatasan. Kami sangat berterima kasih kepada Pak Andre sebagai pengusaha yang mau ringan tangan membantu di desa kami,” ujarnya.

Menurut dia, kerja sama yang akan dibangun dalam jangka pendek adalah bagaimana lahan tambak dapat kembali produktif. Sementara jangka panjangnya adalah bagaimana agar mereka dapat membangun pabrik cold storage yang akan bersinergi dengan tambak-tambak yang memproduksi udang.

Saat dikonfirmasi, Ketua Asosiasi Pembudidaya Udang Windu Kaltara (Abuwintara) Mustafa menyatakan mendukung penuh upaya pengusaha yang ingin menjadikan satu daerah pertambakan udang windu sebagai percontohan dengan konsep semi intensif di Kaltara.

“Kami mengetahui ada pengusaha yang hendak membuat tambak percontohan dengan konsep semi intensif di Kaltara,” tegasnya.

Namun, sayangnya, belum ada upaya pemerintah mempertemukan pembudidaya dengan si pengusaha tersebut. Kesan tidak adanya campur tangan pemerintah tidak membuat langkah terhenti.

Abuwintara akan mengusulkan kepada pemerintah terkait adanya upaya pengusaha untuk menjadikan salah satu tambak percontohan di Sebatik. “Supaya ada tambak yang menjadi percontohan agar dapat dilihat mana yang lebih efektif diterapkan di Kaltara,” tutur Mustafa.

Bahkan, kata Mustafa, pihaknya sangat mendukung dengan akan hadirnya tambak percontohan dengan konsep semi intensif di Kaltara. “Kami juga mengusulkan kepada pemerintah, supaya ada tambak semi intensif untuk budi daya udang windu.”

Menurut data statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kaltara luas tambak di Kaltara adalah 149.958 hektare. Bahkan, menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan, sebagian besar produksi udang windu saat ini disumbang dari budi daya dengan sistem tradisional hingga tradisional plus.

Potensi Kaltara cukup besar untuk pengembangan udang windu. Saat ini yang perlu ditekankan adalah budi daya udang windu dengan memperhatikan keberlanjutan, baik keberlanjutan lingkungan maupun keberlanjutan usaha. Dua hal ini harus berjalan beriringan. Boleh jadi, ini syarat yang harus dipenuhi bila ingin kembali membangkitkan kejayaan udang windu Kaltara seperti pada masa 1990-an.

Resource:

https://bisnis.com

[url]https://koran.bisnis.com/read/20180130/436/731891/budi-daya-udang-kaltara-membangkitkan-ekonomi-perikanan-di-beranda-negeri- [/url]


Di tambak tradisional tidak hanya adanya udang windu tetapi juga terdalap kepiting bakau yanga masuk ke dalam tambak dan hidup secara Natural;

Video menangkap kepiting bakau Amazing :
Diubah oleh rahmatstp 06-07-2020 02:11
0
808
6
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan