- Beranda
- Komunitas
- Regional
- Karesidenan Pati
Tradisi Pesta Baratan di Kabupaten Jepara


TS
ebipo
Tradisi Pesta Baratan di Kabupaten Jepara
Tradisi Baratan adalah budaya masyarakat Kaliyamatan, Jepara, Jawa Tengah, dalam menyambut bulan Ramadan. Sebuah tradisi berupa arak-arakan lampion yang biasa dilaksanakan sejak 15 hari sebelum Puasa Ramadan.
Istilah Baratan berasal dari kata bahasa Arab, 'Baraatan' yang artinya terbebas dari dosa. Tapi bisa juga berarti ‘Baraah’ atau Keselamatan, dan ‘Barakah’ yang bermakna Keberkahan.
Tradisi ini bisa diartikan untuk mewakili ekspresi rasa syukur warga masyarakat terkait dengan Nisfu Syaban hingga mereka bisa bertemu kembali dengan bulan suci Ramadan untuk menjalankan puasa.
Malam Nisfu Syaban adalah malam pergantian buku catatan amal perbuatan manusia akan ditutup, dan diganti dengan buku catatan yang baru untuk setahun kedepan. Sekaligus juga persiapan fisik dan mental dalam menghadapi Ramadan sehingga diharapkan hati selalu bersih saat menjalankan ibadah puasa..
1. Pelaksanaan Baratan

Sumber Gambar
Penyelenggaraan baratan cukup sederhana, biasanya dipusatkan di Masjid Al Makmur di Desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan. Tradisi ini diawali setelah salat maghrib. Usai shalat maghrib warga setempat yang beragama Islam tidak langsung pulang.
Mereka akan tetap berada di masjid atau musholla untuk berdo’a bersama. Surat Yasin dibaca tiga kali secara bersama-sama, dilanjutkan salat isya berjamaah. Kemudian memanjatkan doa nisfu syaban dipimpin ulama atau kiai setempat.
Setelah itu, warga akan menuju pelataran masjid untuk bergabung dengan warga lainnya, mereka akan makan menikmati nasi puli bersama-sama tanpa membedakan suku maupun agama. Usai menikmati makan bersama, warga lalu menyaksikan arak-arakan lampion.
2. Nasi Puli Menyatukan Umat

Sumber Gambar
Dalam tradisi baratan menyambut datangnya bulan suci Ramadan, kaum perempuan secara bergotong royong akan mengolah makanan yang dibuat dan dihidangkan hanya pada saat nisfu sya'ban yaitu nasi puli. Puli artinya memuliakan atau memuji Allah SWT. Namun istilah puli bisa juga berarti ‘Afwu Lii’ (bahasa Arab) yaitu maafkanlah aku.
Nasi puli ini diyakini masyarakat merupakan peninggalan dari Sunan Kalijaga untuk menyatukan umat pada saat itu. Puli terbuat dari bahan beras dan ketan yang ditumbuk halus dan disajikan dengan parutan kelapa yang dibakar yang telah diberi bumbu atau tanpa dibakar.
kala itu Sunan Kalijaga ingin mempersatukan umat Islam dan nonmuslim. Untuk itu, Sunan Kalijaga memanfaatkan momentum Nisfu Sya'ban. Semua orang diajak memasak nasi yang diberi kunyit, garam dan bonggol serai, yang kemudian dikenal saat ini nasi puli.
Nasi puli menjadi hidangan utama dalam tradisi baratan saat peringatan Nisfu Sya'ban. Hal ini dikaitkan dengan niat Sunan Kalijaga yang ingin mempersatukan umat yang berbeda keyakinan untuk selalu rukun dan saling menghargai serta saling membantu.
3. Asal Usul Tradisi Baratan

Sumber Gambar
Jika membaca tentang asal usul tradisi baratan ini, ternyata ada dalam berbagai versi. Meski hingga saat ini belum ada penelitian khusus yang membahas tradisi ini, namun terdapat tiga versi sejarah adanya tradisi Baratan.
Versi Pertama : Sultan Hadirin (Sayyid Abdurrahman Ar Rumi) berperang melawan Aryo Penangsang dan terluka. Kemudian sang isteri Nyai Ratu Kalinyamat (Retno Kencono) membawanya pulang ke Jepara dengan dikawal prajurit dan dayang-dayang.
Banyak desa di sepanjang jalan yang dilewati rombongan diberi nama peristiwa menjelang wafatnya Sultan Hadirin. Salah satu contohnya adalah saat rombongan melewati suatu desa, mendadak tercium bau harum semerbak (gondo) dari jasad Sultan. Maka desa tersebut sekarang kita kenal dengan nama Purwogondo.
Versi Kedua : Setelah berperang melawan Aryo Penangsang, Sultan Hadirin tewas dan jenazahnya dibawa pulang oleh isterinya (Ratu Kalinyamat) pulang ke Jepara. Peristiwa itu berlangsung malam hari, sehingga masyarakat disepanjang jalan yang ingin menyaksikan dan menyambut rombongan Ratu Kalinyamat harus membawa alat penerangan. Penerangan berupa obor dibawa rakyat jelata, sedangkan bagi kaum bangsawan dan orang cina membawa lampion.
Versi Ketiga : Setiap 15 hari sebelum Ramadhan (Nisfu Sya’ban) selalu diperingati dengan menyalakan lilin atau obor di depan rumah. Anak muda membawa impes (obor) mengelilingi kampung, karena dahulu belum ada listrik. Kala itu banyak juga warga yang menyalakan dilah (lampu penerang), yang memiliki makna, “Dilah, wedi marang Gusti Allah atau takut kepada Allah.”
Lampion Tradisional Impes

Sumber gambar
Maka dengan dinyalakan dilah di depan rumah dan membawa obor keliling kampung catatan amal-amalan warga sekampung dalam menjalani kehidupan diharapkan bisa mendapatkan jalan terang alias menjadi lebih baik.
4. Jadi Agenda Pariwisata

Sumber Gambar
Seiring berkembangnya zaman, kemasan tradisi Baratan sedikit diubah karena masuk menjadi agenda pariwisata pemerintah kabupaten Jepara. Sajian arak-arakan tidak seperti dulu yang hanya dilakukan anak-anak berjalan mengelilingi kampung dengan membawa impes dan melantunkan shalawat Nabi.
Namun tradisi baratan atau pesta baratan dilengkapi juga dengan tema kearifan lokal tentang Ratu Kalinyamat dan ditambah adanya iring-iringan Ratu Kalinyamat beserta pasukannya. Lalu ada juga pertunjukan sendratari Ratu Kalinyamat yang dikemas dalam Pesta Baratan, Jepara Cultural Festival.
Adapun beberapa foto yang menggambarkan suasana yang bisa didapatkan oleh Agan ketika bisa melihat langsung disana sebagai berikut.
Pasukan Pembawa Impes

Sumber Gambar
Pasukan Pembawa Obor

Sumber Gambar
Arak-arakan Ratu Kalinyamat

Sumber Gambar
Pentas Seni

Sumber Gambar
Istilah Baratan berasal dari kata bahasa Arab, 'Baraatan' yang artinya terbebas dari dosa. Tapi bisa juga berarti ‘Baraah’ atau Keselamatan, dan ‘Barakah’ yang bermakna Keberkahan.
Tradisi ini bisa diartikan untuk mewakili ekspresi rasa syukur warga masyarakat terkait dengan Nisfu Syaban hingga mereka bisa bertemu kembali dengan bulan suci Ramadan untuk menjalankan puasa.
Malam Nisfu Syaban adalah malam pergantian buku catatan amal perbuatan manusia akan ditutup, dan diganti dengan buku catatan yang baru untuk setahun kedepan. Sekaligus juga persiapan fisik dan mental dalam menghadapi Ramadan sehingga diharapkan hati selalu bersih saat menjalankan ibadah puasa..
1. Pelaksanaan Baratan

Sumber Gambar
Penyelenggaraan baratan cukup sederhana, biasanya dipusatkan di Masjid Al Makmur di Desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan. Tradisi ini diawali setelah salat maghrib. Usai shalat maghrib warga setempat yang beragama Islam tidak langsung pulang.
Mereka akan tetap berada di masjid atau musholla untuk berdo’a bersama. Surat Yasin dibaca tiga kali secara bersama-sama, dilanjutkan salat isya berjamaah. Kemudian memanjatkan doa nisfu syaban dipimpin ulama atau kiai setempat.
Setelah itu, warga akan menuju pelataran masjid untuk bergabung dengan warga lainnya, mereka akan makan menikmati nasi puli bersama-sama tanpa membedakan suku maupun agama. Usai menikmati makan bersama, warga lalu menyaksikan arak-arakan lampion.
2. Nasi Puli Menyatukan Umat

Sumber Gambar
Dalam tradisi baratan menyambut datangnya bulan suci Ramadan, kaum perempuan secara bergotong royong akan mengolah makanan yang dibuat dan dihidangkan hanya pada saat nisfu sya'ban yaitu nasi puli. Puli artinya memuliakan atau memuji Allah SWT. Namun istilah puli bisa juga berarti ‘Afwu Lii’ (bahasa Arab) yaitu maafkanlah aku.
Nasi puli ini diyakini masyarakat merupakan peninggalan dari Sunan Kalijaga untuk menyatukan umat pada saat itu. Puli terbuat dari bahan beras dan ketan yang ditumbuk halus dan disajikan dengan parutan kelapa yang dibakar yang telah diberi bumbu atau tanpa dibakar.
kala itu Sunan Kalijaga ingin mempersatukan umat Islam dan nonmuslim. Untuk itu, Sunan Kalijaga memanfaatkan momentum Nisfu Sya'ban. Semua orang diajak memasak nasi yang diberi kunyit, garam dan bonggol serai, yang kemudian dikenal saat ini nasi puli.
Nasi puli menjadi hidangan utama dalam tradisi baratan saat peringatan Nisfu Sya'ban. Hal ini dikaitkan dengan niat Sunan Kalijaga yang ingin mempersatukan umat yang berbeda keyakinan untuk selalu rukun dan saling menghargai serta saling membantu.
3. Asal Usul Tradisi Baratan

Sumber Gambar
Jika membaca tentang asal usul tradisi baratan ini, ternyata ada dalam berbagai versi. Meski hingga saat ini belum ada penelitian khusus yang membahas tradisi ini, namun terdapat tiga versi sejarah adanya tradisi Baratan.
Versi Pertama : Sultan Hadirin (Sayyid Abdurrahman Ar Rumi) berperang melawan Aryo Penangsang dan terluka. Kemudian sang isteri Nyai Ratu Kalinyamat (Retno Kencono) membawanya pulang ke Jepara dengan dikawal prajurit dan dayang-dayang.
Banyak desa di sepanjang jalan yang dilewati rombongan diberi nama peristiwa menjelang wafatnya Sultan Hadirin. Salah satu contohnya adalah saat rombongan melewati suatu desa, mendadak tercium bau harum semerbak (gondo) dari jasad Sultan. Maka desa tersebut sekarang kita kenal dengan nama Purwogondo.
Versi Kedua : Setelah berperang melawan Aryo Penangsang, Sultan Hadirin tewas dan jenazahnya dibawa pulang oleh isterinya (Ratu Kalinyamat) pulang ke Jepara. Peristiwa itu berlangsung malam hari, sehingga masyarakat disepanjang jalan yang ingin menyaksikan dan menyambut rombongan Ratu Kalinyamat harus membawa alat penerangan. Penerangan berupa obor dibawa rakyat jelata, sedangkan bagi kaum bangsawan dan orang cina membawa lampion.
Versi Ketiga : Setiap 15 hari sebelum Ramadhan (Nisfu Sya’ban) selalu diperingati dengan menyalakan lilin atau obor di depan rumah. Anak muda membawa impes (obor) mengelilingi kampung, karena dahulu belum ada listrik. Kala itu banyak juga warga yang menyalakan dilah (lampu penerang), yang memiliki makna, “Dilah, wedi marang Gusti Allah atau takut kepada Allah.”
Lampion Tradisional Impes

Sumber gambar
Maka dengan dinyalakan dilah di depan rumah dan membawa obor keliling kampung catatan amal-amalan warga sekampung dalam menjalani kehidupan diharapkan bisa mendapatkan jalan terang alias menjadi lebih baik.
4. Jadi Agenda Pariwisata

Sumber Gambar
Seiring berkembangnya zaman, kemasan tradisi Baratan sedikit diubah karena masuk menjadi agenda pariwisata pemerintah kabupaten Jepara. Sajian arak-arakan tidak seperti dulu yang hanya dilakukan anak-anak berjalan mengelilingi kampung dengan membawa impes dan melantunkan shalawat Nabi.
Namun tradisi baratan atau pesta baratan dilengkapi juga dengan tema kearifan lokal tentang Ratu Kalinyamat dan ditambah adanya iring-iringan Ratu Kalinyamat beserta pasukannya. Lalu ada juga pertunjukan sendratari Ratu Kalinyamat yang dikemas dalam Pesta Baratan, Jepara Cultural Festival.
Adapun beberapa foto yang menggambarkan suasana yang bisa didapatkan oleh Agan ketika bisa melihat langsung disana sebagai berikut.
Pasukan Pembawa Impes

Sumber Gambar
Pasukan Pembawa Obor

Sumber Gambar
Arak-arakan Ratu Kalinyamat

Sumber Gambar
Pentas Seni

Sumber Gambar
Sumber : Pesta Baratan






nona212 dan 15 lainnya memberi reputasi
16
2.4K
6


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan