

TS
husnamutia
Tradisi Likuran dengan Menikmati Hidangan Tompo


Tradisi Likuran, Bedug dan Tompo Tersingkirkan di Masa Pandemi
Assalamu'alaikum, agan sista apa kabar? Semoga baik-baik saja.
Thread ane kali ini ingin membawa cerita ramadhan dari kampung ane nun jauh di kab.Cilacap. Kalau bukan karena Corona, minggu ini biasanya sudah siap-siap mudik, saat memasuki likuran seperti ini, Mushola sudah mulai penuh oleh perantau. Akan tetapi tahun ini, Ramadhan kita berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan warga Cilacap khususnya kec. Karang pucung mempunyai tradisi tersendiri dalam menyambut malam Lailatul Qodar.
Malam Lailatul Qodar adalah malam istimewa di mana pahalanya akan berlipat dan nilainya serupa dengan seribu bulan.
Kapan datangnya malam lailatul Qodar ini tidak ada seorang pun yang tahu. Namun ada yang berpendapat bahwa malam seribu bulan ini jatuh pada satu malam di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Berdasarkan kepercayaan inilah muncul tradisi likuran. Likuran diambil dari bilangan 21,23,25,27,29 yang dalam bahasa Jawa dibaca Selikur, Telu likur, Selawe, Pitu likur dan Sanga likur.
Di setiap malam ganjil ini biasanya di Mushola, warga akan membuat Tompo secara bergiliran. Tompo ini berisi nasi dan lauk pauk untuk dimakan bersama-sama oleh jemaah Masjid atau Mushola setelah selesai shalat Tarawih berjamaah.
Lauk pauk ini berfariasi menurut kemampuan dan keikhlasan masing-masing warga, bisa berupa telor, daging, sayur-sayuran, dll.
Tradisi makan tompo secara bersama-sama ini disebut dengan nama 'kepungan.'

Biasanya juga pada sore hari, sebelum shalat ashar, remaja masjid akan menabuh beduk sebagai penanda bahwa malam nanti adalah malam likuran, atau yang lebih sering disebut dengan 'Jidur.'

Sebenarnya untuk Jidur sendiri dilakukan bukan hanya sebagai penanda likuran saja. Setiap awal Ramadhan, sebagai penanda datangnya bulan Ramadhan. Juga setiap selesai sholat Tarawih Jidur kembali dilakukan.
Namun kini seiring berkembangnya jaman, bedug semakin langka. Tidak semua masjid atau Mushola mempunyai bedug dan kentongan.
Terlebih lagi di masa pandemi seperti sekarang ini, semua kegiatan yang menimbulkan kerumunan di tiadakan. Jangankan untuk kepungan, shalat jama'ah di Masjid pun tidak memungkinkan lagi dilakukan.
Bulan Ramadhan ini menjadi bulan paling sepi. Meskipun demikian semoga hal ini tidak mengurangi kualitas ibadah kita. Meski dirumah kita tetap bisa menjalankan ibadah. La haula wala quwwata illa bilahil aliyil adzim.
Semoga badai Corona segera berlalu, aamiin ya robbal 'alamiin.
Opini pribadi
Penulis @husnamutia






bintangtsurayya dan 28 lainnya memberi reputasi
29
1.2K
34


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan