Kaskus

Story

shodaqollohAvatar border
TS
shodaqolloh
Menikahi Raja Kegelapan
Cerita Bersambung

Mengolah Hati, Mengolah Rasa
.

Menikahi Raja Kegelapan


Hidup adalah pilihan kemanapun kita melangkah sudah ditakdirkannya.


"Bu Layla dipanggil Pak Anwar disuruh menghadap," ucap Bu Tari teman seprofesiku.

Yeah ... namaku Layla Azzahra. Aku seorang guru di sekolah dasar. Pak Anwar dialah kepala sekolah disini, sedangkan aku pengajar di kelas satu. Aku pun bergegas menemui beliau.

Kususuri lorong-lorong sekolah karena ruang kepala sekokah lumayan jauh dari kelas satu.
Sekolah ini memiliki bangun Leter E, kelas yang kutumpu berada di ujung barat sedangkan ruang Pak Kepsek ada di ujung timur bersebelahan dengan ruang guru dan UKS.

Sekolah dasar Tunas Bangsa sama seperti sekolah pada umumnya, bedanya SD ini berada jauh dari keramaian kota jadi akses  sangat terbatas. Di desa ini dengan penduduk kurang lebih 200 orang hanya ada satu sekolah ini saja. Sedangkan bila ingin menempu pendidikan lebih lanjut (SMP) harus naik turun menyebrangi tiga dusun dahulu.

"Assalamualaikum," ucapku dengan halus, semua mata memandang.

"Waalaikum salam," jawab mereka serempak

Ternyata didalam ruangan Kepsek ada banyak orang, akupun tidak begitu mengenalnya yang kukenal hanya Pak Anwar dan Pak Kepala Desa.

"Jadi begini Bu Layla. Maksud kedatangan saya kemari dan ibu-ibu wali murid ingin menyampaikan sesuatu. Apa boleh?" ucap Pak Kades memecah keheningan.

"Iya silahkan."

"Banyak para wali murid yang. keberatan jika anda yang mengajar. putra-putri mereka. Jadi-"

"Hiya betul, masak ngajarin keluarganya saja nggak becus apalagi ngajar anak kita. Bener nggak ibu-ibu ?" Potong salah satu ibu yang berbaju merah menyala sama seperti gincunya dan memakai rok warna kuning, sangat trendi bukan.

"Hiya bener ...."
"Betul ...," jawab 4 orang ibu-ibu lainnya.

Sedangkan Pak Kades masih melonggo, lha ... omongannya belum selesai langsung dipotong ibu yang trendi tadi. Pak Anwar hanya diam seribu bahasa entah apa yang sedang dipikirkannya.

"Maaf sebelumnya ibu-ibu, jika memang ada kekurangan dengan cara saya mengajar mohon maaf.  Dan bila ada ucapan saya yang menyakit-ti ha-ti saya minta maaf juga. Insya alloh mulai hari ini saya berhenti mengajar," ujarku dengan menekankan menyakiti hati, akupun pamit keluar.

Sudah cukup aku sangat malu sekali karena kelakuan Abangku itu yang gila main judi, main sambung ayam, dan suka mencuri. Beribu kali kunasehati tapi masih saja tetap, kebiasaan buruknya itu.

Aku segera mengemas barang-barang dan tak lupa berpamitan pada guru-guru yang lain. Maluku sudah tak tertahankan andai ada doraemon disisihku pasti kusuruh mengeluarkan pintu kemana saja.

"Duh gusti ... tolonglah hambamu ini," batinku.

"Lay ...!"

"Dalem." Akupun menoleh ternyata Pak Anwar.

"Iya Pak saya sudah selesai berkemas. Maaf Pak bila selama saya disini sudah-"

"Lay ... Sudah kubilangkan jika kita berdua saja panggil aku Mas," potong Pak Anwar.

Menoleh kanan-kiri ternyata ruang guru sudah sepi hanya tinggal aku dan Pak Anwar.

"Maaf Pak sepertinya itu tidak sopan," sanggahku

"Kitakan hanya beda 2 tahun Lay," jawab Pak Anwar. Meskipun hanya beda 2 tahun tapi kita ini tinggal di desa dimana penduduk setempat sangat menjunjung tinggi adap dan tata krama.

Pak Anwar adalah anak dari kepala desa dia juga sebagai Kepala Sekolah mana pantas aku yang seorang yatim-piatu dengan abangku yang sering membuat onar di desa. Memangil Pak Anwar dengan sebutan Mas.

"Rasanya saru saja Pak," ucapku sambil menunduk ingat Lay ghadul bhasor, pikiranku mengingatkan. Tapi hatiku berontak ingin sekali memandang pria didepanku ini. Yeah ... Pria ini teman masa kecilku dulu.

Quote:


****

"Lay ... Maafkan aku, aku tidak membelamu tadi. Aku bingung disatu sisi jika orang tua anak-anak tidak memberikan izin mereka untuk sekolah mau jadi apa mereka nanti Lay, disisi yang lain keputusan ini memberatkanmu dan aku." Jelas Pak Anwar.

"Aku memberatkan Bapak bukankah di sini saya yang dirugikan. Yang membuat ulah itu Abang saya ... bukan saya!" Jawabku.

Air mataku sudah tak terbendung lagi di desa aku dan adik-adikku sudah dipermalukan oleh warga sekarang ditambah di sekolah ibu-ibu itu merendahkanku dihadapan Pak Kades dan Pak Anwar.

Quote:


"Iya ... kumohon tetap disini Lay! Aku tak bisa jauh darimu," ujar Pak Anwar dengan nada perintah.

Akupun menatapnya dan berkata, "maksud Bapak apa?"

Quote:


Pria berbadan tinggi berkulit putih menunjukan bahwa ia tidak pernah melakukan pekerjaan berat, jauh berbeda sekali denganku.

Sekarang aku sadar tak mungkin aku bisa memilikinya kita berbeda kasta, berbeda kedudukan, bagai punuk yang merindui bulan.

"Lay ... Aku sangat mencintaimu. Jangan tinggalkan sekolah ini kumohon tetap di sini. Apakah kau juga mencintaiku, Lay?"


Menikahi Raja Kegelapan

***

Anwar Danajaya.




"Rupaku mungkin tak seindah namaku. Tapi hatiku tulus untukmu."



Pagi ini cahaya hangat menerpa desa kami. Desa ini terletak di lereng pegununungan semar, dengan kekayaan alam yang begitu melimpah. Banyak orang bilang tanah kami tanah surga, kayu ditancapkan saja sudah bisa menjadi pohon, desa ini adalah desa paling ujung diatas desa ini sudah tidak ada desa lagi.

Di samping desa ada hutan banyak pepohonan menjulang tinggi hutan ini banyak ditumbuhi pohon akasia, sengon dan jati. Pohon akasia yang tumbuh di sini mirip dengan pohon Soekarno. Pohon sengon yang sangat cepat pertumbuhannya dan ada hutan yang ditumbuhi pohon jati orang desa menyebutnya alas jati. Pohon yang sangat terkenal kuwalitasnya pohon yang terkenal dengan lambang kesejatian dan keteguhan.

Pohon yang cukup kuat meski diterpa hujan dan panas. Jika musim penghujan daunnya tumbuh lebat dan sebaliknya bila musim kemarau mengugurkan daunnya, semakin tinggi pohon semakin besar angin yang menerjang. Begitu juga manusia semakin tinggi derajatnya semakin besar cobaannya.

Semakin lama usia pohon jati semakin bagus kwalitas dan coraknya. Sama seperti manusia semakin tua semakin banyak pengalaman dan ilmunya.

Quote:


Untuk menempuh ke desa ini hanya ada satu akses saja dan disebelah kanan-kiri jalan ada jurang yang ditumbuhi banyak semak belukar, tumbuhan ilalang muncul di kanan-kiri tebing khas hutan belantara belum terjamah. Tepat di bawah kaki gunung semar ada air terjun orang-orang desa menyebutnya sendang tujuh bidadari.

Desa tempat tinggalku ini memiliki potensi alam yang perlu diberdayakan itulah mengapa aku nekat mengajukan nama Bapak menjadi kepala desa di sini dan Bapak terpilih menjabat kades empat tahun yang lalu.

Kebanyakan anak-anak di sini tidak sekolah karena bila sekolah harus naik turun dahulu mencari desa yang ada sekolahnya. Itulah sebabnya aku mendirikan sekolah dasar disini setelah lulus dari universitas di Yogjakarta.

****

Pagi ini seperti biasa aku kesekolah, sampai diruanganku kulanjutkan data-data kelengkapan akreditasi.

"Assalamualaikum."

"Waalaikum salam, eh Bapak ... Ibu-ibu silahkan duduk."

Ada masalah apa ini, kok Bapak dan para ibu-ibu wali murid datang kesekolah pasti ada yang nggak beres.

"Jadi gini tadi ibu-ibu datang ke balai desa nemuin Bapak tadi, Le. Mau bahas masalah adiknya si Joni itu ... si Layla."

Deg ... Layla nama itu, pikiranku jadi ingat Layla teman masa kecilku dulu, yang lama sekali aku memendam rasa padanya dan baru dua tahun Layla boyong dari pondoknya di daerah Jombang aku menyuruhnya untuk menjadi guru PAI. Oh ... Layla gadis imut manis beriris hazel, apakah kau masih ingat aku, Lay !?.

"Ehem ... Bisa panggil Bu Layla kesini Pak War!?" ujar ibu berbaju merah menyala itu yeah ... kalau nggak salah namanya Bu Jaenab.

"Iya sebentar ya Bu."

Aku keluar ruangan sebentar dan kebetulan ada Bu Tari jadi kusuruh Bu Tari memangil Layla. Tak butuh waktu lama Layla muncul di balik pintu mengucap salam akupun membalas salamnya.

"Waalaikum salam," jawabku. Kupersilahkan dia untuk duduk, Layla gadis kecilku dulu sekarang tumbuh cantik bak bidadari walaupun ia berhijab tapi tak mengurangi aura kecantikannya. Malah menambah keanggunannya seragam krem yang dipadukan krudung panjang dengan warna senada cocok sekali dengannya. Ingat War? Ghadul basor jaga pandanganmu.

"Jadi begini Bu Layla maksud kedatangan saya dan ibu-ibu kemari ingin menyampaikan sesuatu, apa boleh?" ucap Bapak memecah keheningan.

"Iya silahkan," jawab Layla suaranya menyejukan kalbuku halus penuh keibuan.

"Banyak wali murid yang keberatan jika anda yang mengajar. Jadi-"

"Hiya betul, masak ngajarin keluarganya saja nggak becus apalagi ngajarin anak kita. Bener nggak ibu-ibu?"

"Hiya bener."
"Betul."

Adaapa ini kenapa begini? Kenapa nggak bicara dulu aduh ... gimana ini! pikiranku berkecamuk.

"Maaf sebelumnya ibu-ibu jika memang ada kekurangan dalam saya mengajar mohon maaf. Dan bila ada ucapan saya yang menyakiti hati saya mohon maaf juga. Insya alloh mulai hari ini saya berhenti mengajar."

Loh ... apa-apaan ini kenapa memutuskan sepihak. Bila Layla tak mengajar disini itu artinya aku nggak bisa bertemu denganya, sungguh aku nggak bisa jauh darinya, aku harus mengentikan Layla.

"Lay ...."

"Dalem," suaramu menyejukan pikiranku Lay, seperti telah lama musim kemarau lalu tiba-tiba turun hujan adem ayem.

"Hiya Pak saya sudah selesai berkemas. Maaf Pak bila selama saya disini sudah-"

"Lay sudah kubilangkan bila kita berdua saja panggil aku Mas," pintaku.

"Maaf Pak sepertinya itu tidak sopan."

"Kitakan hanya beda 2 tahun, Lay."

"Rasanya saru saja Pak."

"Lay ... maafkan aku, aku tidak membelamu tadi. Aku bingung disatu sisi jika orang tua anak-anak tidak memberi izin mereka sekolah mau jadi apa mereka Lay. Disatu sisi yang lain keputusan ini memberatkanmu ... dan aku ..."

"Aku meberatkan Bapak bukannya di sini saya yang dirugikan. Yang membuat ulah itu Abang saya ... bukan saya ..."

Layla menangis yeah ... tidak mungkin aku salah iris hitam itu berkaca-kaca ingin sekali aku memelukmu Lay menghapus air matamu tapi aku sadar kita bukan makhram.

"Iya ... kumohon tetap disini Lay! aku tak bisa jauh darimu."

"Maksud Bapak apa?"

Dia menatapku, ya ... dia Layla nama yang selalu kusebut-sebut diwaktu mustajabah. Rasanya ingin sekali segera memiliknya.

"Lay ... aku mencintaimu. Jangan tinggalkan sekolah ini kumohon tetap di sini. Apakah kau juga mencintaiku, Lay!?"

Hanya sunyi dan angin yang berhembus di ruangan guru ini Layla hanya diam saja padahal hati ini sudah dag ... dig ... dug ... tak menentu ingin segera mendengar jawabannya sedangkan ia hanya diam saja apakah ini sesuai maqollah,
`assuquttu tadullu illa na'am.`


<diamnya seseorang berarti jawabnya iya>

Menikahi Raja Kegelapan


Bersambung ...
Link Selanjutnya 👉
Diubah oleh shodaqolloh 07-05-2020 15:11
abellacitraAvatar border
Ilal303Avatar border
nona212Avatar border
nona212 dan 26 lainnya memberi reputasi
27
1.5K
22
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan