Kaskus

Story

shabira.elnaflaAvatar border
TS
shabira.elnafla
Aku (Bukan) Pelakor
Aku (Bukan) Pelakor
sumber gambar

Part 1
Kembali

Berjalan di antara reruntuhan sisa kenangan memang menyakitkan, tapi setidaknya dari sini aku belajar arti kehilangan yang dipaksakan. Atau mungkin memang takdir yang sengaja mempermainkan perasaan.

Tanaman bunga melati masih tumbuh subur seperti terakhir kali aku keluar dari pintu rumah itu. Bahkan kini semakin wangi udara di sekitar karena tambahan bunga mawar merah yang sedang mekar. Ah, seandainya ...

Dari balik pagar besi aku mengagumi keindahan taman bunga di dalam, seperti aku masih mengagumi sang pemiliknya, Arga Jatmiko.

Pintu jati ukiran yang kita pesan dari Jepara sudah terpasang, pun jendela dengan ukiran senada juga turut serta menambah kesan elegan rumah itu. Rumah cita-cita kami dulu, minimalis, elegan, dengan hiasan taman di depannya. Bunga melati dan mawar mendominasi penghuni depan rumah. Air mancur mini dikelilingi bebatuan granit memanjakan mata bagi yang melihat.

Tidak lama pintu rumah terbuka, sesosok laki-laki dengan tatapan tajam keluar dari dalam. Di tangannya ada sebuah buku bersampul hitam dan kacamata. Ia berjalan ke arah air mancur, sesekali tangannya memetik melati mekar yang dilewatinya. Lalu duduk di kursi besi yang menghadap air mancur di depannya. Bunga berwarna putih diletakan persis di samping lelaki itu.

Ada rasa hangat menjalar di dada. Ingin berlari memeluk tubuh yang tengah duduk di sana, tapi akal sehatku masih berfungsi dengan baik. Tidak akan membuat panas suasana seperti dulu, karena kulihat dari teras seorang perempuan berdaster kuning tengah menuju ke arah laki-laki dengan membawa secangkir yang kutebak isinya pasti teh pahit tanpa gula.

Dari balik pagar berjarak dua puluh meter aku masih melepas kangen, cukup hanya melihatnya saja aku sudah lega.

Jujur, rasa ingin memiliki masih ada. Semakin hari semakin besar rasa untuk dia. Nyatanya jarak tidak membuat sesuatu yang orang sebut cinta itu padam, malah semakin menggelora.

"Mbak, mau cari siapa?" Sebuah suara perempuan mengagetkanku.

"Ah, gak kok, Bu. Ini cuma kebetulan lewat saja dan melihat bunga melati di sana," jawabku sambil senyum dan bergegas meninggalkan tempat itu.

Tatapan menyelidik perempuan setengah baya mengiringi kepergianku. Semoga ia tidak mengenaliku, wanita yang pernah menjalin kasih dengan anaknya.

________$42______

Malamnya, aku memutuskan mengaktifkan akun facebook lama lagi. Di mana semua foto ketika aku dan Arga ketika masih bersama semua rapi tersimpan di sana.

Sebuah foto di butik melempar ingatanku ke masa lalu, di mana aku dan Arga sedang fitting baju pengantin. Meskipun bukan aku yang akan jadi pengantinnya.

Dulu, dengan begitu polosnya aku bermain hati. Mencintai calon suami perempuan lain, dan dengan tangan terbuka ia membalas cinta ini.

[Hai, Ga.] Aku mengirim pesan ke facebooknya.

Sambil menunggu balasan, kucoba stalking wall Arga. Tidak banyak foto dirinya di sana. Hanya beberapa, itu pun sendiri. Tanpa istrinya. Malah foto kami berdua masih belum ia hapus dari galery facebook-nya.

[Kyara. Kamu gak kangen aku?]

[Ish, kepedean. Gak lah. Dosa ngangenin suami orang.]

[Tapi kalau suami orang kangen kamu gimana?]

[Dasar kamu. Gak berubah, ya.]

[Aku masih Argamu. Kemarin, hari ini dan semoga selamanya.]

Perasaan hangat melingkupi dada, membuat jantung memompa darah lebih cepat. Indah, sama seperti tujuh tahun lalu.

[Kamu di mana?]

[Aku masih di tempat biasa.]

Akunnya offline, tapi pesan terakhir yang aku kirim sudah ia baca.

Beberapa pasangan sudah beranjak pulang, aku masih betah menikmati moment nostalgia saat kami sering duduk berdua di kursi taman ini. Di bawah pohon bunga akasia, menghabiskan waktu saat-saat terakhir sebelum ia resmi menjadi suami wanita lain.

Bodoh memang, tapi bicara hati, siapa yang bisa menghentikan rasanya. Bahkan logika sudah tidak lagi bisa membuat batas untuk mencintai.

"Kamu masih Kyaraku?" Suara bariton yang kurindukan selama tujuh tahun memecah sepi.

"Memang apa bedanya?"

"Gak ada."

Dibenamkannya kepalaku di dada bidang Arga.

"Aku kangen," bisiknya.

Kami duduk berdampingan, tanganku masih digenggamnya.

"Apa kabar istrimu?" tanyaku memecang keheningan.

"Ngumpet di mana tujuh tahun?"

"Pertanyaanku belum kamu jawab."

"Sudah makan?"

"Ish. Bisa gak sih gak usah membelokan obrolan."

"Bisa gak sih, gak usah ngomongin orang lain saat kita baru lima menit ketemu"

"Aku mau pamitan," ujarku akhirnya.

"Dulu kamu pergi gak pamitan. Kenapa sekarang baru balik mau pamit?"

"Aku mau nikah."

"Kenapa harus kembali kalau cuma mau bilang itu."

"Maaf."

"Bisakah kamu menungguku sebentar lagi?"

"Untuk apa?"

"Aku akan menceraikan Dinda."

"Lalu?"

"Kembali padamu."

Aku tertawa miris.

"Sudah kuberi tujuh tahun, menghilang dari hidupmu. Berharap ketika kembali statusmu sudah berubah. Tapi aku juga ingin bahagia, Ga. Aku juga ingin membangun keluarga, punya anak. Umurku pun sudah gak lagi muda, harus berapa tahun lagi aku menunggumu?"

"Beri aku waktu sebentar lagi, Ki. Aku janji akan menceraikan Dinda dan kembali padamu. Tapi tolong! Jangan lagi pergi menghilang, tetaplah di sampingku."

"Ya, dan orang-orang akan membuat stempel baru padaku sebagai pelakor."

Kami diam, menghabiskan waktu dengan saling menata hati.

"Aku bodoh, ya, Ga?" Setetes air jatuh dari pelupuk mata.



_bersambung_
Diubah oleh shabira.elnafla 09-01-2021 16:56
abellacitraAvatar border
nona212Avatar border
081364246972Avatar border
081364246972 dan 36 lainnya memberi reputasi
37
1.5K
31
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan