- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kasus Harta Gendut Rp4 Triliun Milik Mantan Pejabat BUMN Bakal Meledak Habis Lebaran


TS
wismangan
Kasus Harta Gendut Rp4 Triliun Milik Mantan Pejabat BUMN Bakal Meledak Habis Lebaran
Seorang mantan Pejabat BUMN periode 1982-2001 berinisial SA dan 8 (delapan) orang anggota keluarganya, usai ramadhan ini bakal diperiksa intensif oleh aparat penegak hukum terkait kepemilikan harta gendut senilai Rp. 4 triliun. Harta itu diduga diperoleh dari hasil korupsi, manipulasi pajak selama SA menjabat di salah satu perusahaan plat merah.
SA dan delapan keluarganya dipersangkakan melanggar UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo UU N0. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Dan Atau UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
"SA melakukan tindak pidana pencucian uang, dengan modus Legitimate Business Conversions, menyamarkan hasil dari predicate offence, agar tidak diketahui asal usulnya, merubah performance atau asal usul hasil kejahatan untuk tujuan selanjutnya dan menghilangkan hubungan langsung dengan tindak pidana asalnya.
Temuan kasus korupsi, manipulasi pajak dan TPPU yang menarik ini, akan kita laporkan resmi ke lembaga penegak setelah lebaran nanti. Penyidikannya diusulkan dalam bentuk joint investigation, dengan Dirjen Pajak. Satgas Building dan TPPU KPK harus mensupervisi, mengingat nilainya yang fantastis Rp. 4 triliun," Koordinator Satgas Anti Diskriminasi Hukum (SADIS) Gunawan kepada wartawan di Jakarta, Jumat (8/5/2020).
Gunawan membeberkan berdasarkan penelusuran SADIS, sejak tahun 1985 hingga 2015, dari hasil Asset Tracing, terungkap SA membelanjakan uang kini nilainya Rp. 2,7 triliun, diduga hasil pidana korupsi dan manipulasi pajak, untuk dibelikan 308 bidang tanah yang tersebar di Jl. TB Simatupang, Kemang Bangka, Jl. Kapten Tandean, Gandul Cinere, Pondok Cabe, Pakuon Cianjur, Margonda Raya, apartemen di Marina Bay, Singapore, Brawijaya Apartemen, dan apartemen Ednah Street, Como, Australia yang dibeli Juni 1993.
Sebagai “Gatekeeper” diatasnamakan 8 (delapan) anggota keluarganya. Dan diketahui pula, pada saat menjabat menjadi petinggi BUMN, SA memiliki deposito di Banquete Nationale De Paris (BNP) sebesar USD 101 ribu dan GBP 657 ribu, No. Rek. 504-05790-XX, di Citigold, Priority Banking Singapore USD 2,2 juta, No. Rek: 2944XX, di Bank Citibank (Citione) USD 800 ribu No. rek: 115-00129X-X di LIPPOBANK Warung Buncit, Jakarta USD 320 ribu,-, di PT. Bank Mandiri Cabang Jakarta Patra Jasa USD 528 ribu, dan Rp. 3 milyar, di PT. BPR Rp. 5.5 milyar, dan USD 40,2 ribu di Chase Manhattan Bank.
Memperoleh kredit sebesar USD 1,753 juta di Credit Suisse dan Re: A/C 246X, USD 2,38 juta di Credit Suisse First Boston. Harta berikutnya berupa saham-saham yang tersebar di berbagai perusahaan, termasuk saham di PT. Bank M dan D.
Menurutnya ada modus operandi “pengamanan” yang menarik dalam kasus ini. Meskipun statusnya keluarga sendiri, SA tetap tidak percaya. SA mewajibkan para “Gatekeeper” menandatangani Pengikatan Jual Beli Lunas, sesuai bukti Akte Pengikatan Jual Beli tanggal 21-08-1985, no: 57, 67, 65, 62, 58, 59,63, 66, 64, 60, 68, dan 69, yang diterbitkan Kantor Notaris Ny. Y.T, SH. Dengan pola ini, SA dapat mengamankan harta yang dititipkan kepada para “Gatekeeper” dari kemungkinan terjadinya penghianatan.
Sesuai bukti SPT tahun 2014-2015-2016-2017-2018, SA yang memiliki kekayaan Rp. 4 triliun itu, hanya melaporkannya Rp. 400 milyar. Sehingga selain korupsi, SA dapat dijerat pula melanggar ketentuan Pasal 18 UU, No 11, Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Dapat dikenakan sanksi administrasi perpajakan sebesar 200% (dua ratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar, sehingga SA wajib membayar pajak berikut denda kepada negara sebesar Rp. 3,08 Triliun. Pihak Dirjen Pajak dapat langsung menerapkan sandera badan (gijzeling) terhadap SA di LP Salemba, Jakarta.
sumber
maruk
SA dan delapan keluarganya dipersangkakan melanggar UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo UU N0. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Dan Atau UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
"SA melakukan tindak pidana pencucian uang, dengan modus Legitimate Business Conversions, menyamarkan hasil dari predicate offence, agar tidak diketahui asal usulnya, merubah performance atau asal usul hasil kejahatan untuk tujuan selanjutnya dan menghilangkan hubungan langsung dengan tindak pidana asalnya.
Temuan kasus korupsi, manipulasi pajak dan TPPU yang menarik ini, akan kita laporkan resmi ke lembaga penegak setelah lebaran nanti. Penyidikannya diusulkan dalam bentuk joint investigation, dengan Dirjen Pajak. Satgas Building dan TPPU KPK harus mensupervisi, mengingat nilainya yang fantastis Rp. 4 triliun," Koordinator Satgas Anti Diskriminasi Hukum (SADIS) Gunawan kepada wartawan di Jakarta, Jumat (8/5/2020).
Gunawan membeberkan berdasarkan penelusuran SADIS, sejak tahun 1985 hingga 2015, dari hasil Asset Tracing, terungkap SA membelanjakan uang kini nilainya Rp. 2,7 triliun, diduga hasil pidana korupsi dan manipulasi pajak, untuk dibelikan 308 bidang tanah yang tersebar di Jl. TB Simatupang, Kemang Bangka, Jl. Kapten Tandean, Gandul Cinere, Pondok Cabe, Pakuon Cianjur, Margonda Raya, apartemen di Marina Bay, Singapore, Brawijaya Apartemen, dan apartemen Ednah Street, Como, Australia yang dibeli Juni 1993.
Sebagai “Gatekeeper” diatasnamakan 8 (delapan) anggota keluarganya. Dan diketahui pula, pada saat menjabat menjadi petinggi BUMN, SA memiliki deposito di Banquete Nationale De Paris (BNP) sebesar USD 101 ribu dan GBP 657 ribu, No. Rek. 504-05790-XX, di Citigold, Priority Banking Singapore USD 2,2 juta, No. Rek: 2944XX, di Bank Citibank (Citione) USD 800 ribu No. rek: 115-00129X-X di LIPPOBANK Warung Buncit, Jakarta USD 320 ribu,-, di PT. Bank Mandiri Cabang Jakarta Patra Jasa USD 528 ribu, dan Rp. 3 milyar, di PT. BPR Rp. 5.5 milyar, dan USD 40,2 ribu di Chase Manhattan Bank.
Memperoleh kredit sebesar USD 1,753 juta di Credit Suisse dan Re: A/C 246X, USD 2,38 juta di Credit Suisse First Boston. Harta berikutnya berupa saham-saham yang tersebar di berbagai perusahaan, termasuk saham di PT. Bank M dan D.
Menurutnya ada modus operandi “pengamanan” yang menarik dalam kasus ini. Meskipun statusnya keluarga sendiri, SA tetap tidak percaya. SA mewajibkan para “Gatekeeper” menandatangani Pengikatan Jual Beli Lunas, sesuai bukti Akte Pengikatan Jual Beli tanggal 21-08-1985, no: 57, 67, 65, 62, 58, 59,63, 66, 64, 60, 68, dan 69, yang diterbitkan Kantor Notaris Ny. Y.T, SH. Dengan pola ini, SA dapat mengamankan harta yang dititipkan kepada para “Gatekeeper” dari kemungkinan terjadinya penghianatan.
Sesuai bukti SPT tahun 2014-2015-2016-2017-2018, SA yang memiliki kekayaan Rp. 4 triliun itu, hanya melaporkannya Rp. 400 milyar. Sehingga selain korupsi, SA dapat dijerat pula melanggar ketentuan Pasal 18 UU, No 11, Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Dapat dikenakan sanksi administrasi perpajakan sebesar 200% (dua ratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar, sehingga SA wajib membayar pajak berikut denda kepada negara sebesar Rp. 3,08 Triliun. Pihak Dirjen Pajak dapat langsung menerapkan sandera badan (gijzeling) terhadap SA di LP Salemba, Jakarta.
sumber
maruk






nona212 dan 25 lainnya memberi reputasi
26
3.6K
56


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan