benny1010Avatar border
TS
benny1010
Mau Dibawa Kemana Jati Diri Tari Indonesia
   
foto: dokumentasi distance parade

 
Physical Distance yang dianjurkan pemerintah dalam melawan penyebaran virus covid-19, menimbulkan berbagai persoalan dalam kehidupan masyarakat kita, baik dari sisi ekonomi dan segala bentuk aktifitas perkerjaan yang tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya. Sehingga situasi tersebut, meinimbulkan berbagai persoalan di tengah masyarakat kita.

Situasi tersebut tentu dirasakan pula oleh kalangan masyarakat seni Indonesia seperti dunia tari. Berbagai aktifitas seni tari yang selama ini sangat memberi penghidupan layak bagi masyarakat seni itu sendiri, kini harus meningkatkan daya kreatifnya untuk tetap dapat melakukan aktifitas dalam segi kekaryaan atau daya cipta karya.

Hal tersebut dibuktikan oleh insan tari Indonesia dengan menggelar berbagai program daring yang boleh dikatakan sangat buming di tengah masayarakat tari kita selama program Physical Distancing diberlakukan.


foto : dokumentasi distance parade

Program tersebut bisa dalam skala kecil antar komunitas tari di Indonesia seperti menari bersama dalam satu lagu “Doa Untuk Para Medis” Ciptaan Armen Aqick, yang melibatkan penari-penari yang berasal dari berbagai wilayah di Nusantara. Zapin challenge yang diinisiasi oleh seniman tari asal Kepri Karimun, Ahadian Zulsepriadi, S.Sn, melibatkan penari beberapa negara, seperti Indonesia, Singapore, dan Malaysia.

Selain dari itu, komunitas yang berbeda juga mengadakan Program Sujud Bumi, inisiasi seniman tari dan musik Tanah Air, Epi Martison, Heri Lento dan Hartati. Program ini menayangkan tiga kali jam tayang dari 3000 karya-karya seniman tari Indonesia tanggal 22 April 2020, yaitu pukul 06.30, 12.00 dan 17.30 WIB.

Konten Sensitif

foto : dokumentasi sujud bumi

Program penutup bulan April 2020 baru lalu, digelar Program Distance Parade, menayangkan  40 karya seniman tari Indonesia, dari 233 peserta yg ikut dalam tahap seleksi. Pada program ini diinisiasi oleh Seni Tari Indonesia bekerjasama dengan Direktorat Kebudayaan RI, Streaming online lewat akun @budayasaya milik Kemendikbud.

Dua program seperti Sujud Bumi dan Distance Parade, tentu memiliki perbedaan secara konsep maupun motivasi. Kedua program tersebut merupakan program yang dipersiapkan para seniman untuk memeriahkan hari tari Dunia yang jatuh pada tanggal 29 April 2020.

Kita patut berbangga dan lega, semua program yang dilaksanakan berdasarkan atas dorongan seniman tari Indonesia untuk berkarya bersama peduli antar sesama seniman tersebut, cukup memberi angin segar dan energy positif untuk dunia tari Indonesia yang belakangan ini tidak terlalu terasa dan terdengar “detak denyut” nadi program-programnya, yang telah menimbulkan sedikit kekhawatiran seniman-seniman tari, perihal nasib dunia tari Indonesia di masa yang akan datang.

Ketika semua program di atas usai dilaksanakan, kini muncul pertanyaan, “Mau Dibawa Kemana Jati Diri Tari Indonesia”. Rasanya semua itu perlu difikirkan para seniman tari Indonesia.

Petanyaan itu penting untuk diperioritaskan, di samping setiap penyelenggaraan program-program festival, agar dunia tari Indonesia tidak terlindas atau terpinggirkan oleh berbagai aspek, seperti pengaruh-pengaruh seni barat atau kecanggihan terknologi yang semakin hari, begitu dekat dengan anak muda dalam hal ini seniman muda tari Indonesia.

Bila kita melihat dua program seperti Program Sujud Bumi dan Distand Parade, secara nyata berbagai karya seniman muda Indonesia lahir, dengan bentuk serta tawaran-tawaran akan karya cipta tari, yang dituangkan ke dalam bentuk video atau media social. Satu sisi kita bangga karena seniman-seniman muda kita tetap berkarya, dalam satu sisi, terselip rasa kekhawatiran mendalam akan bentuk seni tradisi kita mulai kurang diminati.

Konten Sensitif

foto dokumentasi distance parade

Hal ini berani saya sampaikan, karena sekian banyak karya yang saya tonton dari dua program di atas, sangat sedikit bahkan boleh dikatakan tidak ada lagi anak muda kita yang mau mengusung elemen-elemen seni tradisi yang kita miliki.
Kemana Irama gamelan yang mendunia dan memberi penyejuk jiwa, kemana lengkingan vocal tradisi timur, liukan gumalai gerak tari dari Sabang sampai Merauke yang sungguh membanggakan kita selama ini..?. Sangat menyedihkan bila semua itu terlupakan.

Dalam hal ini saya tidak mengenyampingkan kerja keras teman-teman seniman, mewujudkan karya-karya yang mereka suguhkan ke hadapan public belakangan ini.

Dengan diadakan sesi diskusi di penghujung program Distance Parade, rasanya cukup memberi pandangan akan semua karya-karya pada program tersebut, akan tetapi belum sampai merambah kepada dunia tari Indonesia secara keseluruhan, apalagi untuk mengambil kesimpulan akan situasi atau apa yang sedang terjadi pada dunia tari Indonesia saat ini, rasanya terlalu premature.


foto dokumentasi distance parade

Pembicaran atau tulisan guru besar tari Indonesia Prof. Dr. Sal Murgianto, yang beradar di kalangan seniman tari Indonesia, untuk menyambut hari tari Dunia, sungguh membuat kita merinding, sekaligus membuat kita terperangah akan setiap baris-baris tulisan beliau yang seakan  membongkar semua seluk beluk bahkan kesalahan fatal yang terjadi dan telah mentradisi di dunia tari Indonesia saat ini.

Dua alinea dari tulisan tersebut yang patut kita cermati, bahkan mungkin bisa jadi perhatian bagi penari-penari muda.

“Menurut pengamatan saya Indonesia sampai saat kini, persiapan seorang penari lebih ditekankan pada olah tubuh dengan menepikan olah rasa dan (apalagi) olah pikir. Untuk mendapatkan pengakuan sebagai penari yang hebat, penari muda melatih tubuhnya sedemikian rupa agar dapat melakukan gerakan-gerakan akrobatik yang mencengangkan. Keadaan ini diperparah karena persiapan untuk menjadi penata taripun lebih menitik beratkan pada “craft,” the objective principles and rules of compositiondari pada “process,the subjective motivation and creative mode of working. Di mana keterampilan gerak tubuh (movement skills) dan virtuositas mendapat ruang yang lapang”.

“Apakah hal ini salah?” mungkin ada anak muda yang bertanya. Bukankah gerakan tubuh yang akrobatik itu digemari penonton?. Pertanyaan yang mungkin perlu diubah menjadi “Di mana salahnya?” dan kalo boleh saya balik bertanya, “Penonton mana yang anda maksud?’ Penonton tari yang cerdas dan peka rasa, akan mencoba mencermati isi, pesan atau makna yang hendak diungkapkan (diekspresikan) melalui karya dan bagaimana isi atau contentitu diungkapkan secara kreatif dan tidak “binal” tetapi khas penata tarinya (exprssiveness). Penari patut mengolah tubuhnya menjadi sangat trampil dan virtuoso, tetapi virtuositas gerak itu ditampilkan untuk mendukung terwujudnya karya yang bernas, indah dan menyentuh rasa pemirsa bukan untuk pamer diri pribadi penari “.


foto : dokumentasi distance parade

Dari dua alinea tulisan tersebut, tidak ada salahnya kita kembali merenung, sejauh mana hal itu terjadi di dalam proses kreatif seorang penari selama ini. Itu semua kembali kepada diri kita. Dalam hal ini kebebasan berekspresi mutlak milik masing-masing. Tapi pernahkan kita berfikir, kebebasan berekspresi atau apa yang telah diciptakan, lambat laun akan mempengaruhi generasi berikutnya..?.

Bila kita kembali kepada bahasan diskusi Distance Parade, seperti yang disampaikan oleh seniman Tari Jecko Siompo, tubuh memiliki segudang ekspresi, tingggal kita bagaimana mengolahnya. Pernyataan ini muncul di tengah kekhawatiran Jecko Siompo akan karya-karya tari yang tampil pada program tersebut, mulai melupakan jati diri, dari mana kita berasal.
Jecko tidak lagi melihat roh ragam budaya yang kita miliki selama ini. Kondisi itu semakin diperburuk lagi oleh kelatahan seniman muda kita dalam menggunakan media kamera untuk menyampaikan ekpresi karya mereka, sehingga memunculkan banyak persoalan baru, dan perlu kajian yang mendalam akan kondisi itu.

Bila kita bersentuhan dengan media lain dalam hal ini kamera selain dari tubuh, perlu pemahaman-pemahaman khusus akan media tersebut. Sehingga kita akan dapat menentukan, kemera jadi tarian, atau kamera menjadi tubuh. Begitu ungkap Jecko Siompo, seorang seniman tari asal Papua yang kini berdomisili di Jakarta dan sukses bersama kelompok tari Animal Pop.

Berbagai catatan muncul dari peristiwa-peristiwa tari di atas tadi. Sekarang pekerjaan rumah yang mesti difikirkan oleh seniman-seniman tari Indonesia “ Mau Dibawa Kemana Jati Diri Tari Indonesia”.

 

Sumber : Naskah Prof. Dr. Sal Murgianto menyambut Hari Tari Dunia, Hatati Penggagas Program Distance Parade, Channel Youtube Budayasaya, Program Dintance Parade tayangan 1 – 5, kegiatan komunitas tari Indonesia, Program Sujud Bumi.

 
Diubah oleh benny1010 05-09-2020 12:22
Iqiramadan21
sarkaje
nona212
nona212 dan 54 lainnya memberi reputasi
55
2.6K
23
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan