- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Setelah Sekian Lama Pergi, Akankah Hati ini Menyerah Untuk Bersamanya Lagi?


TS
abellacitra
Setelah Sekian Lama Pergi, Akankah Hati ini Menyerah Untuk Bersamanya Lagi?


Dokpri
Setelah sekian lama pergi, sekarang kembali. Akankah hati ini menyerah untuk bersama lagi?
Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh
Quote:
Astaghfirullah, greget Abel ada event seperti ini. Jadi, mengingatkan masa lalu. Padahal, sekarang Abel sudah lebih baik.
Jadi kepengen nangis mengingat kejadian itu. Sebenarnya Abel gak sanggup untuk menuangkan dalam bentuk tulisan seperti ini. Baiklah akan Abel coba merangkai dan mengingat kejadian demi kejadian masa lalu. Meskipun, luka ini belum kering apalagi sembuh.
Faki pria tampan berdarah Makasar telah mampu meluluhkan hatiku. Aku mengenalnya di medsos tanpa sengaja. Entahlah aku lupa bagaimana kedekatan ini mulai terjadi, yang jelas kami makin akrab dan hingga suatu sore seperti biasanya Faki selalu menghubungiku via chat WA.
['Assallamu 'allaikum.']
['Wa'alaikumusallam, iya. Abel di sini, ada apa?"]
["Kabarmu bagaimana, Dik? Sekarang sedang apa?']
[' Alhamdulillah baik, biasa baring-baring, sekarang Kakak sedang apa?"]
["Lagi nyantai juga, sedang gak ada kerjaan. Begini, kakak mau bicara Dik tapi, sebelumnya jawab dahulu. Poto profil di facebok, pria yang kamu rangkul siapa?"]
[Kenapa? Cemburu! Itu adek aku"]
[Ya, sedikit sih. Hampir mirip aku mengira juga pasti saudara. Ternyata benar!"]
["Ye, terus mau bicara apa tadi?"]
["Kapan kamu ada waktu aku akan terbang ke Jawa dan meminangmu!"]
Deg, hatiku tertahan dan jemariku tak mampu mengetik keyboard di gadgetku. Ada bermacam-macam rasa yang bercampur menjadi satu. Bagaimana tidak, kekasih hati hendak ke rumah untuk melamar.
Gadis mana yang tak terpesona dengan keseriusan dan sikapnya yang gentle
Akhirnya gadgetyang kupegang berbunyi lagi tanda ada pesan.
[Dik, kenapa hanya diread?"]
["Kamu, gak suka aku lamar? Atau ada pria lain di sana?"]
["Eh, aku kaget Kak, tiba-tiba bilang begitu. Terserah Kakak kapan ke sininya."]
["Baik, Lebaran nanti aku ke rumah untuk silaturahmi dan sekalian melamarmu."]
["Iya."]
["Dik, kamu gak suka aku lamar? Jawabnya singkat begitu?"]
[Serius, Kak. Aku masih kaget, gak ada apa-apa. Aku sangat suka sekali."]
["Baiklah, minta nomer Bapak atau Ibu, biar aku telf beliau."]
["Buat apa?"]
["Gimana sih, ya buat minta izin dong. Macarin anak orang masa iya Kakak gak izin. Sekalian minta do'a beliau, supaya kamu gak diambil orang."]
["Iya, nanti aku minta izin Beliau. Berjanjilah akan menjagaku dan mencintaiku sampai nanti demi kedua orang tuamu."]
["Okey, Kakak berjanji demi kedua orang tua Kakak. Kakak serius ingin menikahimu."]
["Bagaimana? Sudah percaya?"]
["Iya, aku percaya."]
["Baiklah, baik-baik ya, Sayang. Kerjakan tugasnya. Kakak pamit dahulu. Jangan lupa makan dan istirahat yang cukup."]
["Wassalamualaikum 😘😘😘"]
["Iya, wa'alaikumusallam warohmatullohi wabarokatuh."]
Faki menutup chatnya dengan salam. Tahu apa yang aku rasakan? Bunga-bunga bermekaran di tiap sudut hatiku. Ada rasa senang dan bahagia. Tapi, di sudut lain ada sedikit perasaan yang janggal.

Aku masih sekolah dan harus kuliah dahulu karena cita-citaku menjadi seorang guru Taman Kanak-kanak. Akankah, cita-citaku kandas begitu saja?
Pikiran demi pikiran membuat nilaiku makin anjlok. Akhirnya pihak sekolah memberikan teguran kepadaku dan minta pengawasan dari orang tuaku. Tapi, aku tak berani untuk jujur. Aku takut tak direstui di samping jarak aku juga masih sekolah dan masa depan masih panjang di depan sana.
Akhirnya aku beranikan diri untuk telpon Faki membahas masalah ini.
"Assalamualaikum," sapaku via telf suatu sore.
"Wa'alaikumusallam warohmatullohi wabarokatuh, iya. Ada apa sayang?" jawabnya yang masih terdengar manis di telingaku. Suara yang mampu membuat bibirku kelu dan tak mampu berkata-kata.
"Eh, sedang apa sekarang?" tanyaku basa basi karena aku terbengong entah magnet apa yang membuatku makin gelagapan.
"Pulang kerja, belum mandi lagi. Ada apa?" tanyanya lagi dengan suara khasnya.
"Eh, serius Kakak. Lebaran mau ke Jawa?" tanyaku dengan penuh hati-hati.
"Iya, tentulah. Kenapa? Masih ragu? Kan akan pernah minta nomer Bapak atau Ibu gak dikasih supaya kamu percaya," jawabnya menjelaskan dengan sabar.
"Tapi, tidak terburu-buru bukan? Soalnya aku ingin kuliah dan jadi guru TK dahulu."
"Iya, kamu boleh kuliah dan melanjutkan pendidikan kamu. Nanti, Kakak yang biayai semuanya karena nanti jika sudah ahad semua atas kamu menjadi tanggung jawab Kakak." Faki menjelaskan secara gamblang apa yang menjadi uneg-unegku.
"Jadi, apa tidak merepotkan harus ngurus kamu, baby, dan kuliah," tanyaku masih dengan polosnya.
"Mikir apa sih, sekarang kamu fokus sekolah dahulu. Lebaran nanti siap-siap Kakak pinang. Urusan kuliah, ahad, dan lain-lain itu urusan Kakak. Okey? Sekarang mau mandi dulu sudah Isya' di sini." Faki mencoba terus menenangkan aku yang masih saja gelisah.
"Iya, nanti disambung lagi. Buruan mandi, pakai air hangat saja!" kataku sebelum menutup telf.
"Iya, gadisku. Assalamualaikum."
"Wa'alaikumusallam warohmatullohi wabarokatuh," jawabku.
Gelisah dan pikiran konyol sedikit berkurang. Hingga suatu hari tanpa sengaja Kak Suci sepupuku membaca chatku di gadget dari belakang.
"Dik, jangan mudah percaya omong kosong pria di medsos." Kak Suci menjelaskan setelah aku bercerita asal muasal kenal Faki.
"La, terus bagaimana? Kami sudah sejauh ini. Lebaran nanti dia mau ke rumah Kak, meminangku," kataku dengan muka tertunduk.
"Kakak minta akun Facebooknya. Kakak mencoba add dan membuka percakapan dengannya. Pria yang baik akan menutup kesempatan untuk wanita lain. Kamu jangan bilang-bilang rencana Kakak." Kak Suci menjelaskan bagaimana mencari tahu Faki yang sebenarnya.
"Tapi," kataku ragu.
"Sudah sekarang zaman edan. Jangan mudah percaya begitu saja dengan pria di medsos. Meskipun, dengan rayuan apapun. Mereka kebanyakan bunglon. Percaya sama Kakak." Akhirnya aku memberikan akun FB Faki kepada sepupuku.
Keesokan harinya Kak Suci mengirimkan screenshot percakapannya dengan Faki. Aku terkejut bukan kepalang. Faki juga mengobral rayuan yang sama dengan sepupuku. Dia mengaku masih jomlo dan belum punya kekasih. Masih lajang dan ingin mencari wanita yang cocok untuk dijadikan istri.
Terus hubungan yang terjalin selama ini hanya palsu saja? Aku menangis sejadi-jadinya. Kak Suci minta maaf dan menjelaskan panjang lebar.
"Fokus sekolah dulu nggeh, jangan percaya dengan pria di medsos. Meskipun, tidak semua sama. Namun, waspada itu lebih baik sebelum terjadi suatu hal yang tidak diinginkan." Sambil memelukku yang masih terisak.
"Jika lebaran nanti dia datang, ya bersyukurlah. Itu adalah anugerah untuk cintamu. Namun, jika dia tak datang jangan kecewa. Jauh hari Kakak sudah memberikan peringatan itu." Kak Suci menepuk dan membelai kerudungku.
"Tapi, kami masih chat dan telpon seperti biasa, Kak," kataku masih terisak.
"Pria, itu memang seperti itu. Ketika sudah ketahuan belangnya saja masih bisa mengelit apalagi belum tahu. Pasti masih jingkrak-jingkrak."
Aku masih belum percaya dengan apa yang Kak Suci lakukan. Akhirnya aku minta bantuan temanku, Sulis. Benar saja dia mengajak VC dengan Sulis memastikan jika itu bukan aku. Di depan Sulis mengaku masih jomlo dan mencari pendamping.
Sungguh bodohnya aku percaya begitu saja. Akhirnya pertengkaran demi pertengkaran terjadi. Pertengkaran kami terparah adalah saat dia mengunggah sampul di Facebook yaitu mantan kekasihnya. Faki bilang itu mantan, tapi siapa yang tahu pikiran manusia?
Padahal, sudah berkali-kali kedapatan selingkuh dan mengobral janji dengan wanita lain.
["Aku, hanya bercanda kemarin. Maafkanlah aku, kita putus saja."]
["Ingatlah janjimu. Suatu saat entah kamu atau keturunanmu pasti akan merasakan karma darimu."]
["Iya, aku terima karmaku karena aku hanya main-main kemarin."]
["Jaga diri baik-baik dan terima kasih atas harinya, semoga setelah ini di kemudian hari akan memahami seperti apa perasaan wanita."]
Itu chat terakhir yang sempat aku tuliskan untuknya sebelum benar-benar putus. Aku blok akun FB dan nomer kontak WAku.
Aku makin hari makin terpuruk, nilaiku makin jeblok dan amburadul. Kebiasaan menulis dan ikut berbagai event perlombaan sering aku tinggalkan. Kompetisi yang menantang sudah tak menarik lagi. Setiap kali mengenangnya pasti terurai air mataku.
Ah, entahlah aku sampai berpikir untuk membencinya. Namun, aku tak pernah mampu membenci. Meskipun, kesakitan ini begitu menyiksaku.
Teman-teman di group literasiku selalu memotivasi supaya aku kembali lagi berkarya. Menuangkan segala kesakitan dan kepedihan itu dalam tulisan.
Tak lama, hanya sekitar tiga bulan aku sudah lagi mampu berdiri dan berjalan. Berlari mengejar ketertiggalanku. Berbagai event dan kompetisi aku juarai. Tentunya aku makin dewasa sekarang dengan bertambahnya umurku.
Kini sudah dua tahun kami tiada kabar. Meskipun, sulit untuk melupakannya karena terkadang sahabat dekatnya selalu memberikan informasi ketika dia sedang sakit, sedang bekerja ataupun sedang tidur dan bercanda.
Pastinya dengan harapan kami bisa bersama kembali. Namun, tiap kali sahabatnya memberikan kabar ada dua rasa yang hadir dihatiku. Senang dan bahagia tahu kabar dan bisa melihat keadaan terbarunya. Sedih, kecewa, dan marah karena dia telah mendua, mentiga, atau menganggapku sebagai hiburan di kala stres saja.
Kemarin aku tersentak ketika ada akun FB yang minta dikonfirmasi dengan nama yang lain. Tapi Profil yang sama, tiba-tiba aku limbung, ada keringat dingin, deg-degan dan entah rasa apa yang tiba-tiba memenuhi ruang hatiku.
Setelah aku konfirmasi like love memenuhi notif FB ku. Ya, Allah kenapa Kau hadirkan dia di saat aku sudah makin membaik. Apakah ini ujian ataukah hanya satu pikiran yang entah aku tak pernah memahaminya.
Keesokan harinya Faki chat aku lewat messenger



Aku lemas dibuatnya. Ya Allah, ujian macam apa pula yang Kau berikan untukku. Sejatinya aku ingin terus bisa bersamanya. Namun, aku tak ingin terluka untuk kesekian kalinya.

Ya, Allah aku pasrah atas semua kehendak-Mu. Jika, itu jodohku dekatkanlah! Jika, bukan jauhkanlah aku darinya!
Pintaku ditiap dedo'aku. Jadikanlah, aku wanita yang kuat.
Cinta itu pilihan dan memang butuh pengorbanan.
Sekarang atau nanti entah suatu saat nanti pasti kita semua akan merasakan anugerah berwujud cinta.
Kalaupun sekarang memang belum disatukan dan tidak disatukan. Semoga kami bisa bahagia menjalani kehidupan kami masing-masing. Aamiin.
Sekian thread Abel.


Wassalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh
Ngawi, 3 Mei 2020
Opini pribadi
Bukti ss



Jadi kepengen nangis mengingat kejadian itu. Sebenarnya Abel gak sanggup untuk menuangkan dalam bentuk tulisan seperti ini. Baiklah akan Abel coba merangkai dan mengingat kejadian demi kejadian masa lalu. Meskipun, luka ini belum kering apalagi sembuh.
Faki pria tampan berdarah Makasar telah mampu meluluhkan hatiku. Aku mengenalnya di medsos tanpa sengaja. Entahlah aku lupa bagaimana kedekatan ini mulai terjadi, yang jelas kami makin akrab dan hingga suatu sore seperti biasanya Faki selalu menghubungiku via chat WA.
['Assallamu 'allaikum.']
['Wa'alaikumusallam, iya. Abel di sini, ada apa?"]
["Kabarmu bagaimana, Dik? Sekarang sedang apa?']
[' Alhamdulillah baik, biasa baring-baring, sekarang Kakak sedang apa?"]
["Lagi nyantai juga, sedang gak ada kerjaan. Begini, kakak mau bicara Dik tapi, sebelumnya jawab dahulu. Poto profil di facebok, pria yang kamu rangkul siapa?"]
[Kenapa? Cemburu! Itu adek aku"]
[Ya, sedikit sih. Hampir mirip aku mengira juga pasti saudara. Ternyata benar!"]
["Ye, terus mau bicara apa tadi?"]
["Kapan kamu ada waktu aku akan terbang ke Jawa dan meminangmu!"]
Deg, hatiku tertahan dan jemariku tak mampu mengetik keyboard di gadgetku. Ada bermacam-macam rasa yang bercampur menjadi satu. Bagaimana tidak, kekasih hati hendak ke rumah untuk melamar.
Gadis mana yang tak terpesona dengan keseriusan dan sikapnya yang gentle
Akhirnya gadgetyang kupegang berbunyi lagi tanda ada pesan.
[Dik, kenapa hanya diread?"]
["Kamu, gak suka aku lamar? Atau ada pria lain di sana?"]
["Eh, aku kaget Kak, tiba-tiba bilang begitu. Terserah Kakak kapan ke sininya."]
["Baik, Lebaran nanti aku ke rumah untuk silaturahmi dan sekalian melamarmu."]
["Iya."]
["Dik, kamu gak suka aku lamar? Jawabnya singkat begitu?"]
[Serius, Kak. Aku masih kaget, gak ada apa-apa. Aku sangat suka sekali."]
["Baiklah, minta nomer Bapak atau Ibu, biar aku telf beliau."]
["Buat apa?"]
["Gimana sih, ya buat minta izin dong. Macarin anak orang masa iya Kakak gak izin. Sekalian minta do'a beliau, supaya kamu gak diambil orang."]
["Iya, nanti aku minta izin Beliau. Berjanjilah akan menjagaku dan mencintaiku sampai nanti demi kedua orang tuamu."]
["Okey, Kakak berjanji demi kedua orang tua Kakak. Kakak serius ingin menikahimu."]
["Bagaimana? Sudah percaya?"]
["Iya, aku percaya."]
["Baiklah, baik-baik ya, Sayang. Kerjakan tugasnya. Kakak pamit dahulu. Jangan lupa makan dan istirahat yang cukup."]
["Wassalamualaikum 😘😘😘"]
["Iya, wa'alaikumusallam warohmatullohi wabarokatuh."]
Faki menutup chatnya dengan salam. Tahu apa yang aku rasakan? Bunga-bunga bermekaran di tiap sudut hatiku. Ada rasa senang dan bahagia. Tapi, di sudut lain ada sedikit perasaan yang janggal.

Aku masih sekolah dan harus kuliah dahulu karena cita-citaku menjadi seorang guru Taman Kanak-kanak. Akankah, cita-citaku kandas begitu saja?
Pikiran demi pikiran membuat nilaiku makin anjlok. Akhirnya pihak sekolah memberikan teguran kepadaku dan minta pengawasan dari orang tuaku. Tapi, aku tak berani untuk jujur. Aku takut tak direstui di samping jarak aku juga masih sekolah dan masa depan masih panjang di depan sana.
Akhirnya aku beranikan diri untuk telpon Faki membahas masalah ini.
"Assalamualaikum," sapaku via telf suatu sore.
"Wa'alaikumusallam warohmatullohi wabarokatuh, iya. Ada apa sayang?" jawabnya yang masih terdengar manis di telingaku. Suara yang mampu membuat bibirku kelu dan tak mampu berkata-kata.
"Eh, sedang apa sekarang?" tanyaku basa basi karena aku terbengong entah magnet apa yang membuatku makin gelagapan.
"Pulang kerja, belum mandi lagi. Ada apa?" tanyanya lagi dengan suara khasnya.
"Eh, serius Kakak. Lebaran mau ke Jawa?" tanyaku dengan penuh hati-hati.
"Iya, tentulah. Kenapa? Masih ragu? Kan akan pernah minta nomer Bapak atau Ibu gak dikasih supaya kamu percaya," jawabnya menjelaskan dengan sabar.
"Tapi, tidak terburu-buru bukan? Soalnya aku ingin kuliah dan jadi guru TK dahulu."
"Iya, kamu boleh kuliah dan melanjutkan pendidikan kamu. Nanti, Kakak yang biayai semuanya karena nanti jika sudah ahad semua atas kamu menjadi tanggung jawab Kakak." Faki menjelaskan secara gamblang apa yang menjadi uneg-unegku.
"Jadi, apa tidak merepotkan harus ngurus kamu, baby, dan kuliah," tanyaku masih dengan polosnya.
"Mikir apa sih, sekarang kamu fokus sekolah dahulu. Lebaran nanti siap-siap Kakak pinang. Urusan kuliah, ahad, dan lain-lain itu urusan Kakak. Okey? Sekarang mau mandi dulu sudah Isya' di sini." Faki mencoba terus menenangkan aku yang masih saja gelisah.
"Iya, nanti disambung lagi. Buruan mandi, pakai air hangat saja!" kataku sebelum menutup telf.
"Iya, gadisku. Assalamualaikum."
"Wa'alaikumusallam warohmatullohi wabarokatuh," jawabku.
Gelisah dan pikiran konyol sedikit berkurang. Hingga suatu hari tanpa sengaja Kak Suci sepupuku membaca chatku di gadget dari belakang.
"Dik, jangan mudah percaya omong kosong pria di medsos." Kak Suci menjelaskan setelah aku bercerita asal muasal kenal Faki.
"La, terus bagaimana? Kami sudah sejauh ini. Lebaran nanti dia mau ke rumah Kak, meminangku," kataku dengan muka tertunduk.
"Kakak minta akun Facebooknya. Kakak mencoba add dan membuka percakapan dengannya. Pria yang baik akan menutup kesempatan untuk wanita lain. Kamu jangan bilang-bilang rencana Kakak." Kak Suci menjelaskan bagaimana mencari tahu Faki yang sebenarnya.
"Tapi," kataku ragu.
"Sudah sekarang zaman edan. Jangan mudah percaya begitu saja dengan pria di medsos. Meskipun, dengan rayuan apapun. Mereka kebanyakan bunglon. Percaya sama Kakak." Akhirnya aku memberikan akun FB Faki kepada sepupuku.
Keesokan harinya Kak Suci mengirimkan screenshot percakapannya dengan Faki. Aku terkejut bukan kepalang. Faki juga mengobral rayuan yang sama dengan sepupuku. Dia mengaku masih jomlo dan belum punya kekasih. Masih lajang dan ingin mencari wanita yang cocok untuk dijadikan istri.
Terus hubungan yang terjalin selama ini hanya palsu saja? Aku menangis sejadi-jadinya. Kak Suci minta maaf dan menjelaskan panjang lebar.
"Fokus sekolah dulu nggeh, jangan percaya dengan pria di medsos. Meskipun, tidak semua sama. Namun, waspada itu lebih baik sebelum terjadi suatu hal yang tidak diinginkan." Sambil memelukku yang masih terisak.
"Jika lebaran nanti dia datang, ya bersyukurlah. Itu adalah anugerah untuk cintamu. Namun, jika dia tak datang jangan kecewa. Jauh hari Kakak sudah memberikan peringatan itu." Kak Suci menepuk dan membelai kerudungku.
"Tapi, kami masih chat dan telpon seperti biasa, Kak," kataku masih terisak.
"Pria, itu memang seperti itu. Ketika sudah ketahuan belangnya saja masih bisa mengelit apalagi belum tahu. Pasti masih jingkrak-jingkrak."
Aku masih belum percaya dengan apa yang Kak Suci lakukan. Akhirnya aku minta bantuan temanku, Sulis. Benar saja dia mengajak VC dengan Sulis memastikan jika itu bukan aku. Di depan Sulis mengaku masih jomlo dan mencari pendamping.
Sungguh bodohnya aku percaya begitu saja. Akhirnya pertengkaran demi pertengkaran terjadi. Pertengkaran kami terparah adalah saat dia mengunggah sampul di Facebook yaitu mantan kekasihnya. Faki bilang itu mantan, tapi siapa yang tahu pikiran manusia?
Padahal, sudah berkali-kali kedapatan selingkuh dan mengobral janji dengan wanita lain.
["Aku, hanya bercanda kemarin. Maafkanlah aku, kita putus saja."]
["Ingatlah janjimu. Suatu saat entah kamu atau keturunanmu pasti akan merasakan karma darimu."]
["Iya, aku terima karmaku karena aku hanya main-main kemarin."]
["Jaga diri baik-baik dan terima kasih atas harinya, semoga setelah ini di kemudian hari akan memahami seperti apa perasaan wanita."]
Itu chat terakhir yang sempat aku tuliskan untuknya sebelum benar-benar putus. Aku blok akun FB dan nomer kontak WAku.
Aku makin hari makin terpuruk, nilaiku makin jeblok dan amburadul. Kebiasaan menulis dan ikut berbagai event perlombaan sering aku tinggalkan. Kompetisi yang menantang sudah tak menarik lagi. Setiap kali mengenangnya pasti terurai air mataku.
Ah, entahlah aku sampai berpikir untuk membencinya. Namun, aku tak pernah mampu membenci. Meskipun, kesakitan ini begitu menyiksaku.
Teman-teman di group literasiku selalu memotivasi supaya aku kembali lagi berkarya. Menuangkan segala kesakitan dan kepedihan itu dalam tulisan.
Tak lama, hanya sekitar tiga bulan aku sudah lagi mampu berdiri dan berjalan. Berlari mengejar ketertiggalanku. Berbagai event dan kompetisi aku juarai. Tentunya aku makin dewasa sekarang dengan bertambahnya umurku.
Kini sudah dua tahun kami tiada kabar. Meskipun, sulit untuk melupakannya karena terkadang sahabat dekatnya selalu memberikan informasi ketika dia sedang sakit, sedang bekerja ataupun sedang tidur dan bercanda.
Pastinya dengan harapan kami bisa bersama kembali. Namun, tiap kali sahabatnya memberikan kabar ada dua rasa yang hadir dihatiku. Senang dan bahagia tahu kabar dan bisa melihat keadaan terbarunya. Sedih, kecewa, dan marah karena dia telah mendua, mentiga, atau menganggapku sebagai hiburan di kala stres saja.
Kemarin aku tersentak ketika ada akun FB yang minta dikonfirmasi dengan nama yang lain. Tapi Profil yang sama, tiba-tiba aku limbung, ada keringat dingin, deg-degan dan entah rasa apa yang tiba-tiba memenuhi ruang hatiku.
Setelah aku konfirmasi like love memenuhi notif FB ku. Ya, Allah kenapa Kau hadirkan dia di saat aku sudah makin membaik. Apakah ini ujian ataukah hanya satu pikiran yang entah aku tak pernah memahaminya.
Keesokan harinya Faki chat aku lewat messenger



Aku lemas dibuatnya. Ya Allah, ujian macam apa pula yang Kau berikan untukku. Sejatinya aku ingin terus bisa bersamanya. Namun, aku tak ingin terluka untuk kesekian kalinya.

Ya, Allah aku pasrah atas semua kehendak-Mu. Jika, itu jodohku dekatkanlah! Jika, bukan jauhkanlah aku darinya!
Pintaku ditiap dedo'aku. Jadikanlah, aku wanita yang kuat.
Cinta itu pilihan dan memang butuh pengorbanan.
Sekarang atau nanti entah suatu saat nanti pasti kita semua akan merasakan anugerah berwujud cinta.
Kalaupun sekarang memang belum disatukan dan tidak disatukan. Semoga kami bisa bahagia menjalani kehidupan kami masing-masing. Aamiin.
Sekian thread Abel.



Wassalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh
Ngawi, 3 Mei 2020
Opini pribadi
Bukti ss









nona212 dan 38 lainnya memberi reputasi
39
1K
Kutip
37
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan