- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Uji Coba Pada Monyet Sukses, Vaksin Covid-19 Siap Diuji ke Manusia,Tersedia September


TS
User telah dihapus
Uji Coba Pada Monyet Sukses, Vaksin Covid-19 Siap Diuji ke Manusia,Tersedia September
Vaksin Covid-19 diperkirakan tersedia pada September 2020. Foto: Seorang petugas medis sedang menyuntikkan vaksin flu ke warga Asuncion, Paraguay, pada 15 April kemarin. [AFP/Norberto Duarte]
Suara.com -
Untuk pertama kalinya di dunia, vaksin virus Corona Covid-19 berhasil melindungi monyet pada uji coba yang dilakukan di China. Hal ini memberi harapan baru bagi hadirnya vaksin Covid-19 dalam waktu dekat.
Dilaporkan Sciencemag, peneliti dari Sinovac Biotech, industri farmasi dari Beijing, China, sukses melakukan uji coba vaksin buatan mereka kepada monyet. Uji coba kepada manusia pun akan dimulai dalam waktu dekat.
Penelitian dilakukan kepada 8 ekor monyet selama 3 minggu. Hasil penelitian menyebut ketika diberi paparan virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, tidak ada monyet yang terinfeksi.
Vaksin juga diketahui tidak memberikan efek samping yang parah. Bahkan pada monyet yang diberi dosis rendah, infeksi SARS-CoV-2 tidak terlihat dalam pemeriksaan di paru-paru.
Penelitian ini dipublikasikan di jurnal online bioRxiv. Meng Weining, salah satu peneliti dari Sinovac, percaya bahwa vaksin ini akan bekerja secara optimal pada manusia.
"Ini memberikan kami rasa percaya diri kepada vaksin, yang menurut saya akan bermanfaat bagi manusia," tutur Weining.
Baca juga: Ribuan Orang Mendaftar untuk Ditulari Virus Corona Penyebab Covid-19
Pakar virologi dari Icahn School of Medicine di Mount Sinai, New York, Florian Krammer, menyebut vaksin ini punya potensi baik. Sebab, vaksin dibuat dengan teknologi zaman dahulu dan bisa dilakukan bahkan di negara-negara menengah ke bawah.
"Saya menyukai ini. Pembuatan vaksin dilakukan dengan cara zaman dahulu (melemahkan vaksin hidup -red). Manfaatnya adalah produsen vaksin di mana saja bisa membuatnya, termasuk di negara-negara dengna keadaan ekonomi menengah ke bawah," ujar Krammer.
Meski begitu, Douglas Reed peneliti vaksin dari University of Pittsburgh, meminta dunia untuk tenang dan tidak berekspektasi berlebihan. Dengan hanya 8 ekor monyet sebagai media uji coba, ia merasa keampuhan vaksin belum bisa dibuktikan.
Menurutnya, butuh penelitian dengan skala besar untuk mengetahui keampuhan vaksin. Mengingat, gejala virus Corona Covid-19 memang tidak muncul parah pada monyet, berbeda dengan manusia.
Ribuan Orang Mendaftar untuk Ditulari Virus Corona Penyebab Covid-19
Sebuah organisasi bernama 1 Day Sooner mendorong pendekatan kontroversial dalam pengembangan vaksin bernama human challenge trials (HCT). Pendekatan ini diyakini akan jauh mempercepat tersedianya vaksin Covid-19 yang manjur.
Sejauh ini ada lebih dari 70 calon vaksin Covid-19 yang sedang dikembangkan di dunia. Tapi vaksin-vaksin itu paling cepat baru tersedia tahun 2021 mendatang karena harus melalui berbagai pengujian yang memakan waktu berbulan-bulan.
Gerakan 1 Day Sooner ini - berpijak pada gagasan Nir Eyal dari Rutgers University dan Peter G. Smith dari School of Hygiene & Tropical Medicine di Inggris, serta Mark Lipsitch dari Harvard University di Amerika Serikat - ingin memangkas prosedur-prosedur tadi.
Sebagai catatan, nama yang disebut terakhir, Lipsitch, sempat ramai dibicarakan di Indonesia karena pada Februari lalu mengatakan bahwa virus corona baru sudah ada di Indonesia dan pemerintah gagal mendeteksinya.
"Vaksin adalah tiket kita untuk keluar dari krisis ini. Jika kita bisa memiliki vaksin lebih cepat, kita bisa menyelamatkan jutaan orang dari virus corona, penyakit lain, dan kelaparan berskala besar," kata Eyal seperti dilansir Haaretz.
Pengembangan vaksin yang lelet
Standar pengembangan vaksin di dunia memang sangat lama, khususnya ketika memasuki tahap terakhir yakni pengujian untuk mengecek kemanjuran sebuah vaksin atau pengujian fase III.
Vaksin biasanya mulai dikembangkan di laboratorium. Setelah itu, para ilmuwan menguji kemanjurannya di tabung-tabung penelitian dan ke binatang. Binatang akan dipapari virus dan kemanjuran vaksin terlihat jika binatang eksperimen itu tidak terinfeksi.
Setelah itu calon vaksin kemudian memasuki fase uji klinis pertama: menguji vaksin ke manusia. Di fase ini, calon vaksin diberikan ke sejumlah kecil orang dan para ilmuwan akan memeriksa efek samping negatif dari vaksin tersebut.
Jika fase ini rampung dan peneliti melihat ada efek terhadap sistem kekebalan tubuh sukarelawan, maka pengujian kemanjuran akan dimulai. Di fase ini sukarelawan berjumlah lebih besar dan terbagi dalam dua kelompok.
Kelompok pertama akan diberikan calon vaksin yang sedang dikembangkan. Kelompok kedua akan diberikan vaksin plasebo - suntikan lain yang tidak mengandung vaksin. Tetapi setiap sukarelawan tidak akan tahu mereka menerima calon vaksin yang sebenarnya atau cuma disuntik dengan plasebo.
Dua kelompok ini kemudian dipersilahan kembali ke tempat mereka masing-masing sembari diamati para ilmuwan dalam jangka waktu tertentu untuk mengetahui perbedaan tingkat infeksi dan jumlah partikel virus dalam tubuh mereka.
Seluruh proses ini bisa berlangsung berbulan-bulan dan di sinilah keunggulan pendekatan HCT yang kontroversial.
Dalam pendekatan HCT, para sukarelawan tidak akan dibiarkan begitu saja tetapi mereka akan dengan sengaja dipapari virus corona baru sehingga kemanjuran calon vaksin lebih cepat diketahui.
Pro dan kontra
HCT sendiri bukan hal baru dalam dunia vaksin. Edward Jenner, penemu vaksin asal Inggris, juga menggunakan pendekatan ini saat membuat vaksin cacar pertama di dunia pada 1796. Ia dengan sengaja memaparkan virus cacar ke anak tukang kebunnya yang baru berusia 8 tahun.
Dewasa ini pengembangan vaksin dengan pendektan HCT masih dilakukan, tetapi hanya untuk jenis penyakit yang tidak parah. Beberapa vaksin yang baru-baru ini dikembangkan dengan metode HCT adalah vaksin demam berdarah dan vaksin tifoid.
Negara-negara di dunia juga punya kebijakan berbeda soal HCT. Inggris, misalnya, HCT tidak dianggap tabu. Tetapi AS, pendekatan HCT dianggap terlalu berisiko.
Tetapi di tengah wabah Covid-19, sebanyak 35 anggota kongres AS telah meneken surat pernyataan berisi dorongan agar lembaga regulator obat-obatan (FDA) memberi izin dilakukan metode HTC dalam pengembangan vaksin Covid-19.
Mereka yang menentang HCT mengatakan masih banyak yang tak diketahui soal Covid-19. Mereka juga mengatakan vaksin tertentu malah bisa memicu penyakit, ketimbang mencegahnya. Sebagian mempermasalahkan etika, karena virus corona dengan sengaja diberikan ke orang sehat.
Menurut Eyal, di sisi lain, HCT punya setidaknya tiga kelebihan Pertama, jumlah sukarelawan sangat rendah (sekitar 100 sampai 200 orang), sehingga jika mereka sakit masih bisa dengan mudah ditangani oleh rumah sakit.
Kedua, risiko komplikasi akibat vaksin lebih rendah karena sukarelawan ditempatkan dalam isolasi dan diamati secara ketat. Ketiga, para sukarelawan sadar mereka tidak akan menyebarkan virus ke orang lain, termasuk orang-orang yang mereka kasihi.
Selain itu, jelas Eyal, pengembangan vaksin beberapa tahun terakhir sering kali terhenti di tengah jalan karena wabah yang melanda berhasil ditangani lebih cepat. Contohnya saja ketika terjadi wabah Ebola dan Sars.
"Saat ini di China wabah Covid-19 sudah mulai turun dan belum diketahui apakah masih ada sukarelawan untuk menguji vaksin ini. Dalam pendekatan HCT, hasil akan diraih dalam waktu singkat," tegas dia
https://www.suara.com/health/2020/04...uji-ke-manusia
Suara.com -
Untuk pertama kalinya di dunia, vaksin virus Corona Covid-19 berhasil melindungi monyet pada uji coba yang dilakukan di China. Hal ini memberi harapan baru bagi hadirnya vaksin Covid-19 dalam waktu dekat.
Dilaporkan Sciencemag, peneliti dari Sinovac Biotech, industri farmasi dari Beijing, China, sukses melakukan uji coba vaksin buatan mereka kepada monyet. Uji coba kepada manusia pun akan dimulai dalam waktu dekat.
Penelitian dilakukan kepada 8 ekor monyet selama 3 minggu. Hasil penelitian menyebut ketika diberi paparan virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, tidak ada monyet yang terinfeksi.
Vaksin juga diketahui tidak memberikan efek samping yang parah. Bahkan pada monyet yang diberi dosis rendah, infeksi SARS-CoV-2 tidak terlihat dalam pemeriksaan di paru-paru.
Penelitian ini dipublikasikan di jurnal online bioRxiv. Meng Weining, salah satu peneliti dari Sinovac, percaya bahwa vaksin ini akan bekerja secara optimal pada manusia.
"Ini memberikan kami rasa percaya diri kepada vaksin, yang menurut saya akan bermanfaat bagi manusia," tutur Weining.
Baca juga: Ribuan Orang Mendaftar untuk Ditulari Virus Corona Penyebab Covid-19
Pakar virologi dari Icahn School of Medicine di Mount Sinai, New York, Florian Krammer, menyebut vaksin ini punya potensi baik. Sebab, vaksin dibuat dengan teknologi zaman dahulu dan bisa dilakukan bahkan di negara-negara menengah ke bawah.
"Saya menyukai ini. Pembuatan vaksin dilakukan dengan cara zaman dahulu (melemahkan vaksin hidup -red). Manfaatnya adalah produsen vaksin di mana saja bisa membuatnya, termasuk di negara-negara dengna keadaan ekonomi menengah ke bawah," ujar Krammer.
Meski begitu, Douglas Reed peneliti vaksin dari University of Pittsburgh, meminta dunia untuk tenang dan tidak berekspektasi berlebihan. Dengan hanya 8 ekor monyet sebagai media uji coba, ia merasa keampuhan vaksin belum bisa dibuktikan.
Menurutnya, butuh penelitian dengan skala besar untuk mengetahui keampuhan vaksin. Mengingat, gejala virus Corona Covid-19 memang tidak muncul parah pada monyet, berbeda dengan manusia.
Ribuan Orang Mendaftar untuk Ditulari Virus Corona Penyebab Covid-19
Sebuah organisasi bernama 1 Day Sooner mendorong pendekatan kontroversial dalam pengembangan vaksin bernama human challenge trials (HCT). Pendekatan ini diyakini akan jauh mempercepat tersedianya vaksin Covid-19 yang manjur.
Sejauh ini ada lebih dari 70 calon vaksin Covid-19 yang sedang dikembangkan di dunia. Tapi vaksin-vaksin itu paling cepat baru tersedia tahun 2021 mendatang karena harus melalui berbagai pengujian yang memakan waktu berbulan-bulan.
Gerakan 1 Day Sooner ini - berpijak pada gagasan Nir Eyal dari Rutgers University dan Peter G. Smith dari School of Hygiene & Tropical Medicine di Inggris, serta Mark Lipsitch dari Harvard University di Amerika Serikat - ingin memangkas prosedur-prosedur tadi.
Sebagai catatan, nama yang disebut terakhir, Lipsitch, sempat ramai dibicarakan di Indonesia karena pada Februari lalu mengatakan bahwa virus corona baru sudah ada di Indonesia dan pemerintah gagal mendeteksinya.
"Vaksin adalah tiket kita untuk keluar dari krisis ini. Jika kita bisa memiliki vaksin lebih cepat, kita bisa menyelamatkan jutaan orang dari virus corona, penyakit lain, dan kelaparan berskala besar," kata Eyal seperti dilansir Haaretz.
Pengembangan vaksin yang lelet
Standar pengembangan vaksin di dunia memang sangat lama, khususnya ketika memasuki tahap terakhir yakni pengujian untuk mengecek kemanjuran sebuah vaksin atau pengujian fase III.
Vaksin biasanya mulai dikembangkan di laboratorium. Setelah itu, para ilmuwan menguji kemanjurannya di tabung-tabung penelitian dan ke binatang. Binatang akan dipapari virus dan kemanjuran vaksin terlihat jika binatang eksperimen itu tidak terinfeksi.
Setelah itu calon vaksin kemudian memasuki fase uji klinis pertama: menguji vaksin ke manusia. Di fase ini, calon vaksin diberikan ke sejumlah kecil orang dan para ilmuwan akan memeriksa efek samping negatif dari vaksin tersebut.
Jika fase ini rampung dan peneliti melihat ada efek terhadap sistem kekebalan tubuh sukarelawan, maka pengujian kemanjuran akan dimulai. Di fase ini sukarelawan berjumlah lebih besar dan terbagi dalam dua kelompok.
Kelompok pertama akan diberikan calon vaksin yang sedang dikembangkan. Kelompok kedua akan diberikan vaksin plasebo - suntikan lain yang tidak mengandung vaksin. Tetapi setiap sukarelawan tidak akan tahu mereka menerima calon vaksin yang sebenarnya atau cuma disuntik dengan plasebo.
Dua kelompok ini kemudian dipersilahan kembali ke tempat mereka masing-masing sembari diamati para ilmuwan dalam jangka waktu tertentu untuk mengetahui perbedaan tingkat infeksi dan jumlah partikel virus dalam tubuh mereka.
Seluruh proses ini bisa berlangsung berbulan-bulan dan di sinilah keunggulan pendekatan HCT yang kontroversial.
Dalam pendekatan HCT, para sukarelawan tidak akan dibiarkan begitu saja tetapi mereka akan dengan sengaja dipapari virus corona baru sehingga kemanjuran calon vaksin lebih cepat diketahui.
Pro dan kontra
HCT sendiri bukan hal baru dalam dunia vaksin. Edward Jenner, penemu vaksin asal Inggris, juga menggunakan pendekatan ini saat membuat vaksin cacar pertama di dunia pada 1796. Ia dengan sengaja memaparkan virus cacar ke anak tukang kebunnya yang baru berusia 8 tahun.
Dewasa ini pengembangan vaksin dengan pendektan HCT masih dilakukan, tetapi hanya untuk jenis penyakit yang tidak parah. Beberapa vaksin yang baru-baru ini dikembangkan dengan metode HCT adalah vaksin demam berdarah dan vaksin tifoid.
Negara-negara di dunia juga punya kebijakan berbeda soal HCT. Inggris, misalnya, HCT tidak dianggap tabu. Tetapi AS, pendekatan HCT dianggap terlalu berisiko.
Tetapi di tengah wabah Covid-19, sebanyak 35 anggota kongres AS telah meneken surat pernyataan berisi dorongan agar lembaga regulator obat-obatan (FDA) memberi izin dilakukan metode HTC dalam pengembangan vaksin Covid-19.
Mereka yang menentang HCT mengatakan masih banyak yang tak diketahui soal Covid-19. Mereka juga mengatakan vaksin tertentu malah bisa memicu penyakit, ketimbang mencegahnya. Sebagian mempermasalahkan etika, karena virus corona dengan sengaja diberikan ke orang sehat.
Menurut Eyal, di sisi lain, HCT punya setidaknya tiga kelebihan Pertama, jumlah sukarelawan sangat rendah (sekitar 100 sampai 200 orang), sehingga jika mereka sakit masih bisa dengan mudah ditangani oleh rumah sakit.
Kedua, risiko komplikasi akibat vaksin lebih rendah karena sukarelawan ditempatkan dalam isolasi dan diamati secara ketat. Ketiga, para sukarelawan sadar mereka tidak akan menyebarkan virus ke orang lain, termasuk orang-orang yang mereka kasihi.
Selain itu, jelas Eyal, pengembangan vaksin beberapa tahun terakhir sering kali terhenti di tengah jalan karena wabah yang melanda berhasil ditangani lebih cepat. Contohnya saja ketika terjadi wabah Ebola dan Sars.
"Saat ini di China wabah Covid-19 sudah mulai turun dan belum diketahui apakah masih ada sukarelawan untuk menguji vaksin ini. Dalam pendekatan HCT, hasil akan diraih dalam waktu singkat," tegas dia
https://www.suara.com/health/2020/04...uji-ke-manusia






tien212700 dan 32 lainnya memberi reputasi
33
1.4K
27


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan