Quote:
Duhai sang Raja yang sedang asik menikmati singgasana, apakah kau sedang bingung melamun? Dikala pandemi menerpa, rasa iba, rasa duka, rasa gundah hadir dalam benakmu. Langkahmu seperti tertahan, dan bergeming. Menatap rakyat dengan mata terluka, sedangkan engkau tak bisa menggapai mereka.
Sayup-sayup angin mengabarkan. Rakyat semakin tertekan, dengan pandemi yang semakin meluas. Titahmu sudah di dendangkan. Tapi suaramu tak terdengar, mereka tetap saja berlalu. Kau berteriak diantara ketulian, hingga binar-binar matamu bercerita apa yang terjadi.

Kau utus para bentara yang selalu ada disampingmu. Tapi, sungguh durjana dirimu seakan tak dianggap oleh mereka. Dinginnya singgasana membuat hatimu menjadi beku. Tak bisa merasa! Kalau sebenarnya mereka ada keinginan menjadi Raja. Bertitah diluar kendali. Membuat rakyat diambang dilema. Bingung, pasrah dan tak ada yang bisa dilakukan kecuali ingin mati dengan tenang.
Perlu diingat sekali saja, Tuan.
Kendalikan situasi ini, dengan rasa hormat yang tinggi. Singgasana ini adalah milikmu. Rakyatmu ada di bawah kekuasaaanmu. Jangan biarkan para bentara mengambil alih tugasmu, cukup sudah Tuan.

Mereka yang terserak di antara reruntuhan pandemi. Berharap bantuan yang lebih besar darimu. Dibandingkan harus berkelana melihat rakyatmu yang menderita. Sebuah titah yang kuat tanpa ada angin intervensi dari para bentara.
Biarkan langit pandemi menjadi kelabu. Tanpa harus banyak berseteru. Aku tahu kau lelah, Tuan. Tapi jiwa ragamu sudah kau gadaikan untuk negeri ini, ketika sumpahmu terdengar sewaktu diangkat menjadi Raja.
Enyahkan saja bentara yang mengganjal jalanmu. Tentu saja dengan senyumanmu yang banyak mengalahkan lawan hingga tersungkur tak dapat berkata. Sekali saja kau mainkan kembali bidak yang sudah kau miliki. Demi harmonisnya negeri ini, dari para bentara yang kini sudah berubah menjadi Rahwana.

Satu suara, satu titah, satu kata. Semoga air mata yang menggenang di pipimu dapat kau tahan, Tuan. Perlu kerja keras dan cerdas, tanpa harus menurunkan harga diri.
Tapi, apa kau sudah tak ada harganya lagi? Hingga harus terdiam ketika bentaramu melangkahi kewenanganmu? Aku tak tahu, Tuan. Semoga saja, apa yang kupikirkan ini salah. Tugas Raja memang tidak harus pamer senyum saja di banyak media, tapi lebih dari itu. Semoga Tuan dapat mengatasi ini dengan sekali jentikan layaknya Thanos.
Tapi rasanya mustahil, hingga hari ini kami dibiarkan tanpa ada rasa peduli, rasa kasih, rasa sehati. Jerit kami, luka kami, hingga perniagaan kami runtuh hingga tercerai berai.
Suara kami, hilang ditelan rembulan. Air mata kami tersapu badai corona. Entah pada siapa lagi kami meminta, Tuan atau Tuhan?
Walau begitu tetap aku ucapkan, terima kasih, Tuan.