- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Pemudik Ini Isolasi Diri Ala 'Kemping' di Tepi Sungai Klaten


TS
saya.kira
Pemudik Ini Isolasi Diri Ala 'Kemping' di Tepi Sungai Klaten

Quote:
Abdullah Almabruriah Ridwan (42) warga Dusun Ngaran, Desa Mlese, Kecamatan Ceper, Klaten sudah enam hari mengisolasi diri secara mandiri di tepi sungai. Pemudik dari Kota Pekanbaru, Riau itu mendirikan tenda di tepi sungai setiba di kampung halamannya untuk menghindari penyebaran virus Corona atau COVID-19.
"Intinya saya di sini (tepi sungai) ingin jauh dari masyarakat dan jauh dari permukiman dulu, agar tidak terjadi sesuatu sebab kita harus memutus mata rantai penyebaran COVID-19," kata Mabrur saat ditemui detikcom di lokasi, Selasa (21/4/2020).
Mabrur menceritakan dirinya pulang tanggal 15 April karena masa kontrakan rumah di Pekanbaru habis. Sebelum sampai rumahnya di Klaten, dia sudah berniat mengisolasi diri di sungai.
"Saya pilih di sungai sebab dulu 30 tahun lalu saya sering main di tepi Sungai Kecu itu, jadi tempat saya bermain dulu," lanjut Mabrur.
Sebelum sampai rumah, terang Mabrur, dia menelepon adiknya agar menyediakan tenda dan alat pelindung diri (APD) di rumah. Keinginan itu sempat mengundang tanda tanya adiknya.
"Saya ditanya untuk apa, saya jawab buat piknik. Sampai rumah saya langsung lapor ke RT RW dan ke sungai menyiapkan lokasi," sambung Mabrur.
Setibanya di sungai, ternyata hujan turun akhirnya dia memutuskan untuk pulang dan tidur di rumah selama satu malam. Mabrur mengaku berani pulang karena istri dan empat anaknya sedang berada di Jatinom.
"Paginya saya lapor, periksa ke Puskesmas dan dinyatakan sehat sebab sebelum sampai Klaten sudah diperiksa tiga kali. Setelah itu pulang mendirikan tenda di sungai," lanjut Mabrur.
Dia mengaku sudah tinggal di tenda sejak tanggal 16 April lalu. Selama ini bahan makanan disuplai oleh adiknya.
"Kalau makan dikirim tapi tetap mengambil jarak dan ini sudah hampir tujuh hari. Istri dan anak hari ini mulai datang menjenguk," imbuh Mabrur.
Mabrur mengaku sudah biasa melihat hewan liar seperti ular hingga biawak di sungai. Namun, dia tidak merasa takut.
"Ular dan biawak ada. Tapi ular di sini tidak sebesar di Riau sebab di Riau ukuran selengan sudah biasa," jelas Mabrur.
Berkaca dari pengalamannya itu, Mabrur meminta para perantau agar tidak mudik untuk mencegah penyebaran virus Corona. Mabrur mengaku dirinya terpaksa mudik karena situasi di perantauan.
"Jangan mudik dulu dan tunggu perkembangan. Saya terpaksa mudik karena kontrakan rumah habis dan sudah setahun tidak pulang," ucap Mabrur.
Diwawancara terpisah, Kades Mlese Hari Wibawa mengapresiasi inisiatif Mabrur untuk mengisolasi dirinya sendiri. Sebab, jarang pemudik yang punya inisiatif isolasi mandiri.
"Jarang ada inisiatif semacam itu. Penginnya kan mengedukasi masyarakat dan itu bagus," tutur Hari.
Meski begitu, Hari menyebut pihaknya telah menyediakan bangunan di belakang balai desa untuk menampung pemudik. Lokasi karantina ini juga sudah didata pemerintah.
"Kami sediakan di belakang balai desa. Sudah didata juga oleh pemerintah," sambung Hari.
Sumber Berita
"Intinya saya di sini (tepi sungai) ingin jauh dari masyarakat dan jauh dari permukiman dulu, agar tidak terjadi sesuatu sebab kita harus memutus mata rantai penyebaran COVID-19," kata Mabrur saat ditemui detikcom di lokasi, Selasa (21/4/2020).
Mabrur menceritakan dirinya pulang tanggal 15 April karena masa kontrakan rumah di Pekanbaru habis. Sebelum sampai rumahnya di Klaten, dia sudah berniat mengisolasi diri di sungai.
"Saya pilih di sungai sebab dulu 30 tahun lalu saya sering main di tepi Sungai Kecu itu, jadi tempat saya bermain dulu," lanjut Mabrur.
Sebelum sampai rumah, terang Mabrur, dia menelepon adiknya agar menyediakan tenda dan alat pelindung diri (APD) di rumah. Keinginan itu sempat mengundang tanda tanya adiknya.
"Saya ditanya untuk apa, saya jawab buat piknik. Sampai rumah saya langsung lapor ke RT RW dan ke sungai menyiapkan lokasi," sambung Mabrur.
Setibanya di sungai, ternyata hujan turun akhirnya dia memutuskan untuk pulang dan tidur di rumah selama satu malam. Mabrur mengaku berani pulang karena istri dan empat anaknya sedang berada di Jatinom.
"Paginya saya lapor, periksa ke Puskesmas dan dinyatakan sehat sebab sebelum sampai Klaten sudah diperiksa tiga kali. Setelah itu pulang mendirikan tenda di sungai," lanjut Mabrur.
Dia mengaku sudah tinggal di tenda sejak tanggal 16 April lalu. Selama ini bahan makanan disuplai oleh adiknya.
"Kalau makan dikirim tapi tetap mengambil jarak dan ini sudah hampir tujuh hari. Istri dan anak hari ini mulai datang menjenguk," imbuh Mabrur.
Mabrur mengaku sudah biasa melihat hewan liar seperti ular hingga biawak di sungai. Namun, dia tidak merasa takut.
"Ular dan biawak ada. Tapi ular di sini tidak sebesar di Riau sebab di Riau ukuran selengan sudah biasa," jelas Mabrur.
Berkaca dari pengalamannya itu, Mabrur meminta para perantau agar tidak mudik untuk mencegah penyebaran virus Corona. Mabrur mengaku dirinya terpaksa mudik karena situasi di perantauan.
"Jangan mudik dulu dan tunggu perkembangan. Saya terpaksa mudik karena kontrakan rumah habis dan sudah setahun tidak pulang," ucap Mabrur.
Diwawancara terpisah, Kades Mlese Hari Wibawa mengapresiasi inisiatif Mabrur untuk mengisolasi dirinya sendiri. Sebab, jarang pemudik yang punya inisiatif isolasi mandiri.
"Jarang ada inisiatif semacam itu. Penginnya kan mengedukasi masyarakat dan itu bagus," tutur Hari.
Meski begitu, Hari menyebut pihaknya telah menyediakan bangunan di belakang balai desa untuk menampung pemudik. Lokasi karantina ini juga sudah didata pemerintah.
"Kami sediakan di belakang balai desa. Sudah didata juga oleh pemerintah," sambung Hari.
Sumber Berita
Mantap Pak Mabrur, tidak seperti yang dari kumpul-kumpul Gowa disuruh gak datang nekat datang. Disuruh isolasi mandiri di rumah, malah keluyuran.






infinitesoul dan 350 lainnya memberi reputasi
349
11.2K
Kutip
243
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan