- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
My Husband Absurd [Saat Si Manja Bertemu Si Konyol] #Cerbung


TS
azaleasyf
My Husband Absurd [Saat Si Manja Bertemu Si Konyol] #Cerbung
![My Husband Absurd [Saat Si Manja Bertemu Si Konyol] #Cerbung](https://s.kaskus.id/images/2020/04/12/10838061_202004120956360635.jpg)
#Part01
•••
“Pokoknya kamu harus menikah dengan dia! Ayah tidak menerima penolakan!”
Kukepalkan tangan sekuat mungkin, nafasku terasa sesak. Aku hanya tidak ingin emosi karena permintaan ayah.
Mana mungkin aku menikah diusia yang baru menginjak 19 tahun ini? Hangus sudah impianku untuk berkuliah, karena pasti suamiku nanti tak akan mengizinkan untuk melanjutkan pendidikan. Ini semua karena ayah yang memaksaku menikah dengan anak sahabatnya.
“Tapi, Adara pengen kuliah ayah,” ucapku kembali membujuk ayah. Berharap perjodohan ini dibatalkan.
“Nanti setelah kamu menikah kan juga bisa?!” Ayah kembali membentak dan aku hanya diam.
Sifat ayah semakin menjadi setelah bunda tiada dari satu tahun yang lalu. Dahulu bunda yang akan selalu menyemangatiku dan memanjakanku, tetapi kini, tidak ada lagi kata manja dan semangat. Semua sirna tergantikan oleh keegoisan ayah dan akulah korban dari egonya, perjodohan ini pun karena bisnis.
“Ini demi bisnis ayah, Ra. Apa kamu mau ayah bangkrut?” Ucapan ayah mulai melembut, mungkin tak tega lagi denganku yang sudah hampir menangis.
Tentu saja aku langsung menggelengkan kepala. Walaupun ayah selalu bersikap egois tapi aku tidak tega melihat ayah bersedih.
“Kamu terima ya, perjodohan ini? Dia laki-laki yang baik kok, ayah nggak mungkin melepaskan kamu kepada lelaki yang salah. Percaya sama ayah ya?” ucap ayah kembali seraya mengelus kepalaku.
Akhirnya dengan berat hati aku menganggukkan kepala. Kalau memang ini membuat ayah bahagia, maka akan kulakukan demi ayah.
***
“Bunda, hari ini Adara mau menikah. Putri bunda sebentar lagi akan jadi seorang istri dan juga seorang ibu seperti bunda.” Kupeluk foto bunda dengan airmata yang tiba-tiba merebak keluar. Semoga saja tidak menghapus make-upku.
Kupeluk terus foto itu seakan-akan memeluk bunda, hingga sebuah ketukan di pintu kamar membuatku langsung menghapus airmata dan mencoba terlihat biasa saja.
Klek.
Kubuka pintu kamar dan terpampang lah wajah putih dengan senyum mengembang menunjukkan lesung pipinya.
“Assalamu'alaikum, Istri,” ucap lelaki itu masih dengan tersenyum membuat kedua matanya hanya seperti garis horizontal pendek.
Posisi kami sangat dekat membuatku sedikit bergetar, kuteguk salivaku. Jadi, ini yang namanya Abyan Nandana?
“Kok nggak dijawab? Terpesona sama ketampananku?” ucapnya lagi dengan wajah yang kini malah mendekat ke wajahku. Spontan aku memundurkan tubuh.
“Wa ... wa'alaikumussalam,” jawabku dengan pandangan was-was mengarah pada pria bertubuh jakung itu.
“Jangan mundur-mundur dong, nanti alon-alon.”
Aku mengangkat alis sebelah, tidak faham dengan ucapannya.
“Itu lho lagu, aku mundur alon-alon mergo sadar aku sopo.” Tiba-tiba saja dia menyanyikan sebuah lagu berbahasa Jawa.
Tuhan, benarkah ini suamiku? Kok absurd bener. Oppa kok bisa bahasa Jawa.
“Diem aja sih? Malu? No problem, santai saja. Nanti kamu bakal jadi agresif kok kalau udah sama aku.” Kembali dia yang berbicara dan aku yang lagi-lagi menatapnya dengan heran.
“Udah, akadnya?” tanyaku membuatnya menepuk dahi.
“Emang dari tadi nggak denger ya? Aduh, Istri, kamu imut deh.” Secara tiba-tiba dia mencubit pipiku dan menarik tanganku untuk diajak keluar kamar menuju para tamu undangan.
Kukira suamiku ini adalah orang yang dingin, cuek plus berwajah datar. Tetapi, semuanya berbanding balik. Yang ada malah dia ganteng, murah senyum dan pastinya absurd.
***
“Dek, kamu ngapain liatin rumahku kayak mau makan gitu sih? Sini dong masuk.”
Suara itu membuatku seketika berhenti memandangi rumah mewah nan besar ini. Sungguh seperti istana.
“Ini rumah, Mas?” tanyaku yang kini sudah berjalan di sampingnya, tanganku digenggam erat oleh Abyan.
“Bukan, ini rumah kita,” jawabnya seraya tersenyum kepadaku.
Hari ini adalah hari pertama aku pindah ke rumah Abyan, suami absurdku. Setelah perdebatan kecil semalam akhirnya kami memilih untuk memanggil satu sama lain dengan panggilan "Dek dan Mas". Katanya sih, terlalu panjang jika dia harus memanggilku dengan panggilan 'Istri'.
Hingga akhirnya kami sampai di kamar. Ada sebuah kasur king size yang menempel ke dinding dengan jendela bergorden sampingnya, sedangkan di samping ranjang ada sebuah nakas. Sungguh, kamar ini sangat luas.
“Selamat datang di kamar kita.”
Abyan membuka kedua tangannya seraya tersenyum.
“Sebelum menikah, Mas tinggal di rumah ini sendirian?” tanyaku kepada Abyan.
Dia menarikku agar duduk di kasur empuk bersprei putih ini.
“Nggak juga, kadang mas di rumah ayah sama ibu kadang juga ke sini. Tapi, sekarang kan udah ada kamu, jadi mas bakal di sini aja terus sama Adek,” ucapnya dengan terkekeh. Seketika aku merasakan rasa hangat menjalar ke dua pipiku.
“Kan, Mas kerja. Nggak boleh di rumah terus.”
“Ck, itu mah gampang, Dek. Aku bosnya, jadi semua bisa diatur, asal kamunya bahagia mas bakal ikut bahagia.” Kalimat itu terucap begitu tulus dari bibirnya.
“Sebenarnya, apa yang membuat Mas mau menerima perjodohan ini? Bukankah kita sebelumnya tidak pernah saling bertemu ataupun menyapa?” tanyaku memberanikan diri menatap wajah tampan itu.
Abyan tersenyum meneduhkan hatiku, tangannya mengelus kepalaku yang masih terbalut khimar.
“Karena mas yakin kalau kamu jodohku. Belum tentu kan yang selalu saling menyapa ataupun bertemu pasti akan berjodoh? Dan tidak menutup kemungkinan pula kalau mereka yang tak pernah bertemu atau hanya sekedar bertegur sapa tidak akan berjodoh? So, mari kita jalani pernikahan ini dengan keikhlasan dan kesabaran. Pernikahan adalah ibadah terpanjang, maka dari itu aku yakin dengan pilihan ayah yang akan kuajak berjuang menuju surga-Nya.”
Ucapannya yang panjang itu mampu membuatku terharu dan merasa beruntung dimiliki olehnya.
Tanpa sadar airmataku mengalir dengan sombongnya.
“Hei, kenapa nangis? Apa mas menyakitimu?” Dengan sigap dia menghapus airmataku.
Aku hanya menggeleng dengan tersenyum senang.
“Dara merasa beruntung bisa memiliki imam seperti, Mas. Dara janji, bakal menerima pernikahan ini dengan ikhlas. Terima kasih, Mas,” ucapku sambil memeluknya erat.
Sedetik kemudian dia membalas pelukanku, rasa hangat menjalar ke seluruh tubuhku. Rasanya begitu nyaman berada di dalam pelukannya.
“Ehm, pelukannya udahan dulu ya? Ini masih sore, takut khilaf.”
Bisikkan itu membuatku langsung melepaskan diri dan menghapus airmata.
Mulai absurd dia.
“Mas mau mandi dulu?” tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Peluk dulu.” Tanpa aba-aba dia langsung memelukku. Seketika jantungku berdetak abnormal.
“Mas, aku deg-degan,” ucapku polos yang malah membuat Abyan terkekeh dan menatap wajahku.
“Itu tandanya kamu cinta sama mas,” jawabnya dengan percaya diri.
Benarkah aku sudah mencintainya? Kalau benar, mengapa secepat ini?
***






ZieYo dan 60 lainnya memberi reputasi
61
2.6K
23


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan