Kisah Mencekam di Sekolah dan Misteri 4 Tangga Menuju Lantai 2!
TS
darmawati040
Kisah Mencekam di Sekolah dan Misteri 4 Tangga Menuju Lantai 2!
Spoiler for KaskusKreator:
Quote:
Percaya atau tidak, makhluk tak kasat mata itu, sungguh ada. Ada yang baik juga buruk, keduanya nyata dan berkeliaran di sekitar kita.
November 2015, menjelang hari guru. Sebagaimana biasa, setiap hari guru, para murid sudah pasti berlomba-lomba menghias kelas mereka. Begitu juga dengan salah satu sekolah SMK Negeridi daerah ane.
Saat itu, Vira masih kelas 11. Ia merupakan anak jurusan TKJ1. Kelasnya berada di lantai dua. Berderetan dengan kelas anak Akutansi juga Administrasi. Kelas Vira di ujung pojok kiri. Hanya saja, setelah kelasnya, ada satu kelas lagi. Yaitu, kelas TKJ2.
Untuk menuju kelas yang berada di lantai dua. Tersedia empat tangga. Tangga satu, dulunya pernah ditutup. Karena, beberapa murid yang lewat tangga tersebut mengalami kesurupan. Konon, dulunya ada siswa yang meninggal karena terjatuh di sana.
Tangga dua juga demikian. Ditutup sedari dulu hingga kini. Karena yang melewati tangga itu mengalami kesurupan masal hingga diliput dan masuk berita.
Tangga tiga pun pernah ditutup. Tangga ini berada paling pojok dan dekat toilet tidak terpakai. Namun, dibuka kembali karena banyaknya siswa-siswi yang harus naik turun menuju kelas mereka. Tidak ada yang diperbolehkan lari jika lewat tangga nomor tiga ini. Para murid dan guru percaya, siapa pun yang berlari di sana, pasti akan terjatuh secara tidak wajar.
Tangga empat merupakan satu-satunya tangga yang tidak pernah ditutup. Tangga yang paling dirasa aman oleh banyak siswa-siswi SMK tersebut.
***
Pukul 3 sore, Vira dan teman-temannya janjian untuk ke sekolah. Vira dijemput oleh Anti, teman sebangkunya yang diketahui merupakan anak indigo. Sesampainyanya di sekolah, belum terlihat siapa-siapa. Hanya ada mereka berdua. Vira dan Anti pun memutuskan menunggu yang lain sebelum naik ke lantai dua. Terlebih, tangga empat dikunci oleh bapak tukang kebun sekolah.
Tak lama kemudian, yang lain pun datang. Ada Oval, Helmi, Ema, Rian, Vita, Zidan,dan disusul oleh tiga lainnya. Yaitu, Fitria, Sulthon, Rizal.
Kunci tangga empat sudah ada ditangan Helmi. Ia memintanya pada bapak tukang kebun yang tinggal di bangunan kecil belakang sekolah. Vira dan teman-temannya pun naik dan mulai bersih-bersih.
Mereka nyapu lantai, ngepel, dan mulai menghias kelas. Tak terasa, jarum jam menunjukkan hampir pukul 5 sore. Butiran hujan tiba-tiba berjatuhan.
Quote:
"Teman-teman, gimana, nih? Hujan," kata Ema yang baru saja hendak ingin pulang lebih dulu karena rumahnya cukup jauh.
"Tunggu redalah, biar nggak kehujanan," sahut Zidan sambil menyusun bangku bersama Rian.
Sementara Helmi dan Vita siap naik untuk memasang balon yang sudah ditiup oleh Anti dan Vira. Oval sibuk sendiri menghias jendela. Sulthon dan dan Rizal hanya bermain-main.
"Eh, anak TKJ2 juga dateng, ya? Kok, di sebelah ramai?" tanya Vita.
Sejenak, mereka menajamkan pendengaran. Dan ya, di sebelah terdengar suara tawa dan bunyi-bunyi bangku yang digeser dan diangkat.
"Tapi, kan, yang naik tadi cuma kita ajah." Fitria mengingatkan, dan membuat suasana berubah jadi tidak nyaman.
"Mungkin mereka lebih dulu dateng daripada kita?" Kali ini, Vira bersuara. Sementara Anti, ia hanya diam sambil sesekali meniup balon yang tersisa.
"Lewat mana mereka? Bukannya Helmi yang memegang kunci tangga empat?" Lagi, Fitria membuat semuanya terdiam dan mulai ketakutan. Sementara Sulthon dan Rizal tanpak senyam senyum tidak jelas.
"Tangga tiga, kan, kebuka. Ya lewat sanalah! Heboh banget, sih, kamu!" kesal Rian dan mulai mendekat ke Anti.
"Yakin? Di sebelah itu, orang?" tanya Fitria lagi sambil tersenyum penuh tanda tanya ke arah Sulthon dan Rizal.
"Jangan gila kamu! Kupukul juga kepalamu!" oceh Oval dengan suara hampir nangis. Maklum, Oval ini merupakan anak laki-laki setengah perempuan.
"Haha! Takut, ya, kalian? Cupu!" umpat Fitria menambah heran teman-temannya.
Fitria membuat bulu kuduk teman-temannya berdiri. Sampai-sampai, mereka meninggalkan pekerjaan dan berkumpul di depan papan tulis tempat Anti berdiri.
Sudah pukul 6 sore. Hujan terdengar kian deras. Niat pulang pukul 5, akhirnya gagal. Suasana kelas mulai gelap. Lampu kelas ternyata rusak alias mati. Vita menyalakan senter hanphonenya. Mereka semua menuju ke arah pintu kelas.
"Astagfirullah! Allahuakbar!" Vira terkejut, begitupun yang lain.
"Eh, ada apa? Kalian, kok, belom pulang? Sudah sore, loh?" Ternyata yang datang itu bapak tukang kebun.
"Belom, Pak. Kan, hujan," jawab Vira, Anti, Ema, dan Vita serentak. Yang lain masih terdiam. Karena kaget akan tukang kebun yang tiba-tiba ada di depan pintu kelas.
Sesaat sebelum menuruni tangga ke tiga, Vira melihat tukang kebun itu tersenyum aneh pada Fitria, Sulthon, dan Rizal. Sementara dalam hati, Vira bertanya, berani banget bapak itu turun lewat tangga ke tiga saat magrib begini?
Hari benar-benar sudah gelap. Ruangan TKJ2 yang tadinya berisik berubah hening. Tidak terlihat siapa pun keluar dari sana. Tiba-tiba, Vira, Anti, Helmi, Ema, dan Vita melihat sesuatu di seberang kelas. Tepatnya, di ruang lab TKJ yang jendelanya transparan, terlihat organ tubuh bergantungan di sana. Mereka lantas saling berbisik,
"Jangan kasih tahu yang lain."
Oval tiba-tiba menuju koridor dan berteriak,
"Ujan, kapan reda?! Ngga reda-reda juga, hah!" Ia tampak sangat kesal dan juga ketakutan.
"Eh, apa itu?" teriak Ema sambil nunjuk ke arah Lab TKJ.
"Allahuakbar! Astagfirullah! Mama!" teriak mereka.
Oval yang tadi di koridor tiba-tiba ada di tengah teman-temannya.
Di ruang lab, muncul bola api yang seolah sedang dioper ke sana kemari oleh beberapa orang. Namun, yang memainkan bola itu tidak terlihat.
Dering ponsel tiba-tiba menghentikan teriakan mereka.
"Hallo, Vir. Lagi di mana? Nanti ke toko, ya. Ada nasi goreng, nih." Suara dari balik ponsel Vira terdengar oleh semuanya.
"Lagi di sekolah, Mbak. Di sini hujan deras. Nggak reda-reda."
"Hujan? Masak hujan? Di sini, nggak hujan, Vir."
Seketika Vira dan teman-teman saling pandang. Mengingat, sekolah dan toko mbaknya Vira tidak begitu jauh. kurang lebih 13 menit berjalan kaki.
"Ayok kita pulang! Sekalian mandi hujan," ajak Helmi seakan merasa baik-baik saja.
"Ayok! Ayok! Kita pulang sekarang! sambung Oval, Zidan, dan Rian antusias.
Yang lain masih terdiam, sebelum akhirnya menuruni tangga empat.
Di depan sekali ada Fitria, Rian, Ema, Vita, Helmi, Zidan, dan Oval. Disusul oleh Vira, dan Anti. Sementara paling belakang, ada Sulthon dan Rizal. Setelah berada di ujung bawah tangga empat, Vira iseng menghitung jumlah temannya.
"Sebelas, Nti. Nggak ada yang kurang."
Seketika Anti menoleh ke Vira,
"Njir! Vir--"
"Ada apa? Kenapa? Hpmu ketinggalan di kelas? Aku nggak mau nemanin ke sana! Ajak Rizal sama Sulthon saja!" potong Vira tanpa tahu apa yang akan dikatakan Anti.
Sejenak Anti memandang ke arah Sulthon dan Rizal. Lalu mengarah ke Fitria yang paling depan.
"Aku kasih tahu, tapi jangan lari!" bisik Anti.
"Ih! Males aku! Nggak mau!"
"Ya sudah!" ucap Anti.
Karena penasaran, Vira kembali bertanya. Tapi sebelumnya, ia meneriaki Helmi agar menunggunya.
"Kenapa dah? Ngomong!" desak Vira.
"Fitria, kan, sakit, Vir. Tipes! Tadi ada surat sakitnya. Nggak inget?" jelas Anti.
Vira kaget sampai matanya melotot. kaki Vira melemah. Namun, ia memilih berlari lebih dulu. Parahnya, di depan Vira ada Fitria yang menatap datar ke arahnya. Mata Fitria berubah menjadi coklat layaknya seorang bule. Seketika, Vira berbalik badan dan menarik tangan Helmi. Lantas menerobos tubuh Fitria, dan diikuti teman-teman lain. Sesampainya di area parkiran, jumlah mereka menjadi 10 orang. Fitria menghilang.
Pink
Pink
Pink
Beberapa pesan BBM masuk di ponsel Rian.
"Apa? Nggak salah? Ini apa-apaan, sih? Bukannya tadi?" Rian kebingungan.
Ternyata BBM dari Sulthon dan Rizal. Mereka bilang sedang di rumah Rian.
"Ada apaan?" tanya Helmi.
"Iya, kenapa, woe?!" timpal Zidan yang kesal melihat Rian bengong.
"Sulthon sama Rizal--" ujar Rian terpotong.
"Itu, di belakang," Zidan menunjuk ke arah dua teman yang dimaksud.
Mereka semua berbalik badan. Dilihatnya Sulthon dan Rizal yang tersenyum aneh dengan wajah pucat. Mata mereka pun berubah menjadi biru.
"Jangan tunjukkan wajah asli kalian!" teriak Anti yang ternyata sudah tahu, bahwa, Sulthon dan Rizal yang bersama mereka tadi, hanyalah hantu yang iseng menyerupai wajah teman mereka.
"Fitria mana, woe?!" seru Ema, dan Vita serentak.
"Fitria, kan, sakit, Guys! Pagi tadi ada surat keterangan dokter. Pada nggak inget?" bisik Anti dan Vira.
Seketika suasana menjadi hening. Sebelum akhirnya mereka berteriak sambil lari terbirit-birit menuju pintu gerbang.
Salah satu SMK Negeri di daerah ane memang terkenal angker sejak dulu.
Konon, di tangga 2 yang pernah membuat murid kesurupan masal. Terdapat mayat seorang siswi yang dibunuh. Pembunuhan itu terjadi di jaman dulu. Siswi tersebut bernama Mirna, yang jika merasuki siswi, mengaku dibunuh. Ia juga bukan pribumi, melainkan seorang gadis bule. Belum diketahui penyebab ia dibunuh.
Selain itu, tanah yang dibangunkan gedung sekolah tersebut, merupakan lokasi bekas kuburan belanda. Tidak heran jika terjadi hal-hal horor di sekolah tersebut. Sekarang, kuburan belanda berada tidak jauh dari sekolah itu.
Cerita ini merupakan pengalaman pribadi keponakaan ane yang bernama Vira. Sampai kini, sekolah SMK Negeri tersebut, masih kerap terjadi hal-hal horor. Seperti adanya murid yang kesurupan. Suara-suara aneh di kamar kecil. Juga aura dingin saat sore hari di tangga menuju lantai dua. Untuk alamat lengkap sekolah, ane tidak bisa cantumkan. Takut ada yang keberatan.