- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Diseret Wiyanggah Si Hantu Sungai


TS
evihan92
Diseret Wiyanggah Si Hantu Sungai

Kisah ini kualami saat aku masih kecil, pada tahun delapan puluhan.
Saat itu, aku tinggal bersama kakak perempuan dan kakek-nenek kami di desa Baleraksa, Kecamatan Karangmoncol, Kabupaten Purbalingga.
Kami warga desa terbiasa mandi dan mencuci pakaian di sendang dekat sawah. Tidak jauh dari rumah, hanya sekitar beberapa menit berjalan kaki. Sendang itu begitu bersih dan jernih airnya, dan selalu bisa mencukupi kebutuhan warga desa.
Namun, pada suatu musim kemarau, air sendang tidak cukup lagi untuk mencuci pakaian semua warga desa. Maka, warga desa yang masih muda dan kuat berjalan jauh pun mencuci pakaian di sungai besar--Kali Tambra--yang jaraknya lumayan jauh.
Kami, anak-anak kecil, tidak boleh ke Kali Tambra tanpa pengawasan orang dewasa, atau kakak yang sudah besar. Kata nenekku, yang kupanggil Eyang Putri, di sungai itu ada Wiyanggah yang berbahaya.
Katanya lagi, Wiyanggah adalah hantu penunggu sungai. Berwajah keriput dengan rambut riap-riapan, tubuh kurus dengan kuku-kuku panjang dan runcing. Dia akan menyeret dan menenggelamkan orang yang main sembarangan di sungai untuk dijadikan makanannya.

***
Suatu hari di musim kemarau itu, aku ikut kakak perempuan ke Kali Tambra. Kakak mencuci, sedang aku bermain-main di dekatnya.
Sebetulnya, kami sudah memilih tempat di sungai itu yang tidak dalam. Airnya pun tidak terlalu deras. Semua itu dilakukan agar pakaian yang dicuci Kakak tidak hanyut. Juga, agar aku bisa bermain air dengan aman.
Aku belajar berenang sendiri dengan berpegangan pada batu-batu di tepi sungai, di dekat Kakak mencuci. Senang sekali rasanya, karena aku memang sudah lama ingin bisa berenang.
Namun, entah apa yang terjadi saat itu. Tiba-tiba saja kurasakan kaki ditarik di dalam air, sehingga peganganku pada batu besar terlepas dan aku terseret arus air, menjauhi kakak. Aku tidak tenggelam, meskipun takut, tetapi masih bisa berteriak dan menggapai-gapai mencari pegangan.
Namun, aku hanyalah anak kecil yang belum bisa berenang. Air sungai terus menyeretku ke bawah. Tubuh mulai lemas, tak kuasa lagi mencari pegangan, bahkan sekedar berteriak minta tolong pun tak bisa. Banyak air tertelan sudah, dada terasa sesak, sungguh tak mampu lagi bertahan. Dengan mata terpejam, aku pasrah pada kegelapan yang mulai menyelimuti.
***
Entah berapa lama aku hanyut. Tiba-tiba, kudengar suara-suara di dekatku.
Aku membuka mata. Kakak dan Eyang Putri tampak menatapku dengan wajah cemas.
"Ani, Ani ... untung ko slamet, Ani," Eyang Putri memelukku erat.
Kakak mengusap wajahnya yang dipenuhi air mata.
Aku selamat? Syukurlah. Benar saja, saat kuedarkan pandangan ke sekeliling, ternyata aku telah berada di rumah lagi, di kamar tidur kami.
"Sudah Eyang bilang, jangan main sembarangan di sungai. Betul, kan, kamu hampir saja dibawa Wiyanggah?" kata Eyang lagi.
Oh, jadi itu tadi Wiyanggah? Entahlah. Aku hanya merasa kakiku ditarik hingga pegangan pada batu terlepas, lalu hanyut, itu saja. Akan tetapi, memang menakutkan sekali rasanya ketika hanyut itu.
"Untunge ko nyangkut ning bedodot, An," kata Kakak. "Angger ora, embuhlah ...."
Oh. Jadi begitu. Aku hanyut lalu tersangkut di bedodot--anyaman bambu yang besar sekali dan di tempatkan di sungai untuk memerangkap ikan.
Aku bersyukur bisa selamat dari Wiyanggah. Sejak saat itu, aku tidak berani sembarangan main di sungai, sekalipun ada Kakak atau orang dewasa yang lain.
Aku takut benar-benar dibawa Wiyanggah dan tidak bisa pulang lagi.
***
Sumber : pengalaman pribadi di masa kecil
Foto : dari sini
Diubah oleh evihan92 27-03-2020 17:31






embunsuci dan 4 lainnya memberi reputasi
5
4.3K
23


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan