- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Digondol Gendruwo
TS
riwidy
Digondol Gendruwo
"Berhati-hatilah, ketidakseimbangan sikap perilaku kita terhadap keberadaan dunia lain kadangkala bisa mendatangkan musibah"
Spoiler for ost suara malam seram:
Malam semakin larut, ketika tiba -tiba Darno merasa bulu tengkuknya meremang. Tidak seperti biasanya perasaannya menjadi tidak karuan seperti ini. Pikirannya melayang mengingat simboknya, Bu Katiyem yang hidup sendirian di desa sebelah. Sebuah desa kecil di perbatasan wilayah Ngawi-Magetan.
"Ada apa ya, apa simbok
sakit?" batin Darno menduga-duga. Dia memutuskan akan mampir sebentar ke rumah simbok dalam perjalanan menuju kantor besok pagi. Simboknya tidak mau meninggalkan rumah peninggalan bapaknya dan bertekad menjaganya walaupun Darno sudah membujuknya untuk tinggal serumah dengannya saja.
Dua hari sebelumnya, di Desa Bayemtaman, suatu desa yang indah dan berhawa sejuk karena banyak pepohonan besar. Desa dimana Simboknya Darno tinggal, pada suatu sore menjelang waktu magrib.
"Mbah Kati! Mau kemana?" teriak seorang gadis kecil.
"Mau ke sungai, Nduk!" jawab perempuan tua bernama Katiyem itu dengan langkah tergesa--gesa.
"Hati-hati, Mbah, sudah mau magrib ini!"
Sudah tidak terdengar lagi jawaban dari perempuan tua yang masih cantik itu.
Keesokan harinya. Di suatu pagi tenang dengan sinar matahari yang mulai terik dan kegiatan pagi masyarakat yang sudah berlangsung.
Tampak Pak Kasdullah mengetok pintu rumah tetangganya dengan perlahan.
"Mbah Kati, Mbah? Ini ada nasi pecel, punya anakku dia gak mau katanya sudah kenyang, daripada mubadzir, didahar nggih,Mbah..."
Tidak terdengar suara sahutan. Lagipula sudah jam 8 pagi biasanya tetangganya itu sudah bangun dan beraktifitas di kebunnya. Ada apa?
Pak Kasdullah pergi mengelilingi rumah itu tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan Mbah Kati.
"Oh mungkin dia ke rumah anaknya!" batin Pak Kasdullah.
Tiba-tiba seorang ibu memasuki halaman rumah Mbah Katiyem.
"Pak Dullah, Pak.... !"
"Kenapa bu?"
"Saya kan tadi pulang dari pasar Keraswetan, naik onthel, ketemu Mbah Kati di jalan. Tapi dia tampak beda, Pak! Hih merinding saya! Dia jalan kaki dan berdandan cantik sekali, Pak! Saya sapa mau kondangan kemana kok cakep, tapi beliau diam saja, cuek gitu, padahal biasanya ramah. Sorot matanya juga kosong dan manyun aja. Apa lagi marahan sama anaknya ya?"
"Wah, masak iya, kondangan. Kan ini bulan Suro, biasanya gak ada yang hajatan, Bu!'
Pak Kasdullah jadi curiga. Kenapa Mbah Katiyem tidak meninggalkan pesan seperti biasanya dan pergi begitu saja?
"Lho pak, saya lihat kemarin sore jelang magrib, Mbah Kati pergi ke sungai lho, kayaknya kebelet mungkin, terburu-buru!" Jelas seorang gadis kecil ketika belajar bersama anak pak Kasdullah malam itu.
Pak Kasdullah langsung berpikir pasti ada yang tidak beres ini!
Dikumpulkannya beberapa warga desa karena Pak Kasdullah sendiri adalah ketua Rt setempat, lalu mereka mengumpulkan alat-alat seadanya untuk meramaikan desa. Ada yang bawa wajan, galon air minum, dandang, kentongan beserta alat pukulnya dan sebagainya. Pokoknya apa saja yang bisa menimbulkan suara berisik. Lalu juga ada yang membawa lampu senter dan petromax sebagai penerang.
Beramai-ramai warga menyusuri sungai disamping hutan jati yang tampak angker itu. Sudah lama warga mempercayai kalau sungai yang mengalir dari Bengawan Solo itu wingit. Ada gendruwo yang mbaurekso sepanjang sungai desa Bayemtaman ini sampai jauh ke Kanal Bantaran Madiun dan bermuara jauh sampai ke Bengawan Solo.
Mereka percaya ketika menimbulkan suara-suara ramai dan suasana terang benderang, maka apapun yang digondol gendruwo pada akhirnya akan dikembalikan atau dinampakkan kepada manusia lagi.
Gendruwo itu konon katanya
adalah sejenis bangsa jin atau makhluk halus yang berwujud manusia mirip kera yang bertubuh tinggi sekali, besar dan kekar dengan warna kulit hitam kemerah-merahan, sekujur tubuhnya ditutupi rambut atau bulu lebat. Rambutnya gondrong gimbal dengan gigi taring tajam dan mata melotot warna merah menyala. Mukanya jelek syeram dan nafsu birahinya tinggi. Makanya mereka suka mengganggu wanita dan anak-anak, dan bahkan menggauli perempuan yang kesepian atau tinggal sendirian dan suka melamun. Gendruwo berasal dari manusia mati yang belum rela menyeberang ke akherat.
Selain itu gendruwo juga bisa membo rupo alias berubah wujud menyerupai korbannya atau siapapun yang dekat dengan korban.
"Jadi hati-hatilah kalian, bismilah dahulu sebelum melayani suamimu, karena bisa saja dia gendruwo yang menyerupai suamimu!" Kata Pak Kasdullah tegas, kepada beberapa ibu-ibu yang ikut mencari Mbah Kati. Mereka semua menjerit perlahan karena terkejut sambil menutup mulut masing-masing dengan telapak tangan.
Sampai keesokan pagi harinya, Mbah Kati baru ditemukan, dia sudah meninggal dengan masih memakai baju terakhir yang dilihat gadis cilik tetangganya. Jasadnya ditemukan tersangkut di akar pohon di pinggiran sungai dengan keadaan pucat kebiruan, dengan mata melotot dan mulut menganga. Astagfirullah!
Ramai-ramai mereka membawa Mbah Katiyem pulang ke rumahnya dan mempersiapkan segala sesuatu untuk pemakamannya. Tiba-tiba ada seorang lelaki datang mengendarai motor datang. Rupanya anaknya, si Darno! Semua sudah terlambat.
Darno histeris dan menangis sejadi-jadinya, menjumpai simboknya tersayang sudah jadi mayat. Hatinya menyesal bukan kepalang, andai saja dia tahu simboknya jadi korban karena kesendiriannya, sehingga digondol gendruwo, maka takkan dibiarkannya beliau hidup sendiri. Nasi sudah menjadi bubur.
"Ada apa ya, apa simbok
sakit?" batin Darno menduga-duga. Dia memutuskan akan mampir sebentar ke rumah simbok dalam perjalanan menuju kantor besok pagi. Simboknya tidak mau meninggalkan rumah peninggalan bapaknya dan bertekad menjaganya walaupun Darno sudah membujuknya untuk tinggal serumah dengannya saja.
***
Dua hari sebelumnya, di Desa Bayemtaman, suatu desa yang indah dan berhawa sejuk karena banyak pepohonan besar. Desa dimana Simboknya Darno tinggal, pada suatu sore menjelang waktu magrib.
"Mbah Kati! Mau kemana?" teriak seorang gadis kecil.
"Mau ke sungai, Nduk!" jawab perempuan tua bernama Katiyem itu dengan langkah tergesa--gesa.
"Hati-hati, Mbah, sudah mau magrib ini!"
Sudah tidak terdengar lagi jawaban dari perempuan tua yang masih cantik itu.
***
Keesokan harinya. Di suatu pagi tenang dengan sinar matahari yang mulai terik dan kegiatan pagi masyarakat yang sudah berlangsung.
Tampak Pak Kasdullah mengetok pintu rumah tetangganya dengan perlahan.
"Mbah Kati, Mbah? Ini ada nasi pecel, punya anakku dia gak mau katanya sudah kenyang, daripada mubadzir, didahar nggih,Mbah..."
Tidak terdengar suara sahutan. Lagipula sudah jam 8 pagi biasanya tetangganya itu sudah bangun dan beraktifitas di kebunnya. Ada apa?
Pak Kasdullah pergi mengelilingi rumah itu tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan Mbah Kati.
"Oh mungkin dia ke rumah anaknya!" batin Pak Kasdullah.
Tiba-tiba seorang ibu memasuki halaman rumah Mbah Katiyem.
"Pak Dullah, Pak.... !"
"Kenapa bu?"
"Saya kan tadi pulang dari pasar Keraswetan, naik onthel, ketemu Mbah Kati di jalan. Tapi dia tampak beda, Pak! Hih merinding saya! Dia jalan kaki dan berdandan cantik sekali, Pak! Saya sapa mau kondangan kemana kok cakep, tapi beliau diam saja, cuek gitu, padahal biasanya ramah. Sorot matanya juga kosong dan manyun aja. Apa lagi marahan sama anaknya ya?"
"Wah, masak iya, kondangan. Kan ini bulan Suro, biasanya gak ada yang hajatan, Bu!'
Pak Kasdullah jadi curiga. Kenapa Mbah Katiyem tidak meninggalkan pesan seperti biasanya dan pergi begitu saja?
***
"Lho pak, saya lihat kemarin sore jelang magrib, Mbah Kati pergi ke sungai lho, kayaknya kebelet mungkin, terburu-buru!" Jelas seorang gadis kecil ketika belajar bersama anak pak Kasdullah malam itu.
Pak Kasdullah langsung berpikir pasti ada yang tidak beres ini!
Dikumpulkannya beberapa warga desa karena Pak Kasdullah sendiri adalah ketua Rt setempat, lalu mereka mengumpulkan alat-alat seadanya untuk meramaikan desa. Ada yang bawa wajan, galon air minum, dandang, kentongan beserta alat pukulnya dan sebagainya. Pokoknya apa saja yang bisa menimbulkan suara berisik. Lalu juga ada yang membawa lampu senter dan petromax sebagai penerang.
Beramai-ramai warga menyusuri sungai disamping hutan jati yang tampak angker itu. Sudah lama warga mempercayai kalau sungai yang mengalir dari Bengawan Solo itu wingit. Ada gendruwo yang mbaurekso sepanjang sungai desa Bayemtaman ini sampai jauh ke Kanal Bantaran Madiun dan bermuara jauh sampai ke Bengawan Solo.
Mereka percaya ketika menimbulkan suara-suara ramai dan suasana terang benderang, maka apapun yang digondol gendruwo pada akhirnya akan dikembalikan atau dinampakkan kepada manusia lagi.
Gendruwo itu konon katanya
adalah sejenis bangsa jin atau makhluk halus yang berwujud manusia mirip kera yang bertubuh tinggi sekali, besar dan kekar dengan warna kulit hitam kemerah-merahan, sekujur tubuhnya ditutupi rambut atau bulu lebat. Rambutnya gondrong gimbal dengan gigi taring tajam dan mata melotot warna merah menyala. Mukanya jelek syeram dan nafsu birahinya tinggi. Makanya mereka suka mengganggu wanita dan anak-anak, dan bahkan menggauli perempuan yang kesepian atau tinggal sendirian dan suka melamun. Gendruwo berasal dari manusia mati yang belum rela menyeberang ke akherat.
Spoiler for ost suara cekikikan hantu:
Selain itu gendruwo juga bisa membo rupo alias berubah wujud menyerupai korbannya atau siapapun yang dekat dengan korban.
"Jadi hati-hatilah kalian, bismilah dahulu sebelum melayani suamimu, karena bisa saja dia gendruwo yang menyerupai suamimu!" Kata Pak Kasdullah tegas, kepada beberapa ibu-ibu yang ikut mencari Mbah Kati. Mereka semua menjerit perlahan karena terkejut sambil menutup mulut masing-masing dengan telapak tangan.
Sampai keesokan pagi harinya, Mbah Kati baru ditemukan, dia sudah meninggal dengan masih memakai baju terakhir yang dilihat gadis cilik tetangganya. Jasadnya ditemukan tersangkut di akar pohon di pinggiran sungai dengan keadaan pucat kebiruan, dengan mata melotot dan mulut menganga. Astagfirullah!
Ramai-ramai mereka membawa Mbah Katiyem pulang ke rumahnya dan mempersiapkan segala sesuatu untuk pemakamannya. Tiba-tiba ada seorang lelaki datang mengendarai motor datang. Rupanya anaknya, si Darno! Semua sudah terlambat.
Darno histeris dan menangis sejadi-jadinya, menjumpai simboknya tersayang sudah jadi mayat. Hatinya menyesal bukan kepalang, andai saja dia tahu simboknya jadi korban karena kesendiriannya, sehingga digondol gendruwo, maka takkan dibiarkannya beliau hidup sendiri. Nasi sudah menjadi bubur.
Tamat
Spoiler for gendruwo :
Spoiler for terjemahan bahasa jawa:
Ngawi, 21032020
Sumber gambar : infometafisik.com,
pinterest:duniatiga.tumblr.com
pinterest: Tanith Demidragon pinterest : portal-dos-mitos.blogspot.com.br
Sumber efek suara video : YouTUBE
Diubah oleh riwidy 01-04-2020 21:05
aa115prass dan 18 lainnya memberi reputasi
19
2.1K
35
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan