ElviHusnaAvatar border
TS
ElviHusna
MISTERI PEMAKAMAN TUA

Hai Gansist, ketemu lagi bersama ane. Kali ini ane akan menulis cerita horor, hiiiiii serem. Oke, buat kalian pencinta horor, sini merapat!


👽👽👽

Entah mitos atau fakta, orang-orang percaya bahwa bawang putih bisa mengusir setan. Mungkin karena baunya yang menyengat, kali ya. Emang setan gak tahan sama bau bawang putih? Secara logika setan itu dideskripsikan dengan wajah yang buruk dan bau busuk. Jadi kalau bau sendiri udah busuk, apa mungkin gak tahan sama bau bawang putih? Entahlah, aku tak percaya ini.

Malam itu masih pukul sepuluh, ketika aku bergegas menuju rumah emak mertua. Setelah tergesa-gesa mengambil dompet dan apa yang diperlukan saja, aku dan Amira—putriku yang baru berusia tujuh tahun, menaiki motor dan melesat ke tempat tujuan. Tak sempat ke dapur untuk mengambil bawang putih. Dulu nenek selalu berpesan untuk membawa bawang putih jika hendak ke luar rumah saat malam, terlebih jika sedang hamil.

Aku mengambil jalan pintas, tidak melewati jalan raya. Jalan itu memang sepi, hanya satu dua pengendara yang menggunakan jalan. Entah mengapa terkadang rasa sayang mendorong kita untuk nekad. Karena yang kuinginkan hanya cepat sampai di rumah mertua.

Pexels.com

Melajukan motor tak terlalu kencang, karena di belakang Amira tak menggunakan helm. Khawatir kalau dia akan masuk angin. Biasanya kalau berpergian malam, kami menggunakan mobil bersama Mas Fatih, suamiku. Namun, malam ini ia langsung menuju rumah emak, karena sudah dikabarkan sakit sejak awal.

Pikiranku kacau, membayangkan suasana rumah emak mertua. Membayangkan semua orang berkumpul menyaksikan ketidakberdayaan emak saja membuatku pilu. Bagaimana jika hanya aku yang tak sempat melihat emak untuk terakhir kalinya. Emak mertua terasa seperti emak sendiri, ia begitu menyayangiku, aku pun begitu.

Dari bayangan itu semua, laju motorku kukendarai semakin kencang. Di belakangku, Amira memeluk erat. Namun, entah mengapa semakin menarik gas, lajunya tak bertambah kencang. Beban yang kukendarai rasanya semakin berat. Padahal berat Amira tak seberapa, tapi kenapa motor tiba-tiba melambat?

Karena terlalu banyak menghayal, aku baru menyadari bahwa motor sedang melewati area pemakaman tua, seluruh kuburannya sudah tampak rata, hanya bertandakan nisan bertuliskan nama pemiliknya. Pohon beringin di sisinya menjulang tinggi dan besar, aku tak berani bahkan sekadar melihat bentuknya jika malam.

Mas Fatih bilang, pemakaman tua ini angker menurut sebagian orang katakan. Aku tak mau mempercayainya, karena itu sama seperti menyugesti diri untuk merasa takut. Namun, kali ini aku merasa ada yang beda.

“Ma ....” Lirih, Amira memanggilku.

“Hmmm ....” Hanya lenguhan menjadi jawaban. Sementara motor lajunya terasa semakin berat.

Peluh bercucuran di pelipisku, padahal angin malam terasa sangat dingin. Bukan, bukan karena kedinginan. Tapi, karena menyadari bahwa anak kecil terkadang lebih sensitif terhadap makhluk halus. Mungkin Amira melihatnya, tapi ia merasa baik-baik saja karena bersamaku, ibunya.

Sambil mengegas motor 140 km/jam yang sama sekali tak terasa kecepatannya, aku berseru pada Amira, “peluk ibu kuat-kuat, Nak!”

Amira semakin erat memelukku, namun dada ini semakin kencang degupnya. Bagaimana jika yang memelukku bukan Amira, tapi ....

Aku pernah mendengar cerita begini, seseorang memboncengi anaknya, tapi saat sampai setengah jalan anaknya sudah tak ada di belakang boncengan. Ia tertinggal jauh di jalan, sementara yang tadi dibonceng adalah setan.

Kutarik napas dalam-dalam seraya melafalkan ayat kursi dan do'a-do'a yang bisa kupanjatkan. Persetan dengan siapa di belakang! Aku terus memaksa motor untuk melaju.

👽👽👽

Meski dengan lajunya yang lambat, akhirnya aku sampai di pusat keramaian. Masih lumayan ramai meski sudah pukul sebelas malam. Pandanganku menyapu seluruh toko, membaca nama bengkel yang masih buka. Ada satu bengkel yang pintunya sudah ditutup separuh, sementara di depannya dua pemuda sedang bermain gitar.

Aku turun dari motor serta Amira. Kulihat bannya kempes. Kuucapkan hamdalah karena kami selamat. Kukecup kepala Amira berulang kali. Rupanya ada bekas air mata di pipinya. Ia menangis, tapi sama sekali tak histeris. Mungkin tadi dia terisak, tapi aku tak mendengarnya. Mungkin ia mengerti bahwa tak ingin membuatku semakin takut.

“Kenapa, Bu?” tanya salah satu dari pemuda itu, ketika aku mendorong motor ke depan mereka.

“Ini bannya kempes, entah bocor, tolong dilihat.” Meletakkan gitarnya, mereka mengambil alat-alat untuk menambal ban.

Aku dan Amira duduk di tempat para pemuda itu main gitar. Kupeluk Amira erat, seolah mentransfer ketenangan untuk dirinya.

“Gak apa-apa, Sayang. Bentar lagi kita sudah sampai di rumah nenek.” Amira hanya mengangguk. Sejak tadi ia tak berbicara. Hal itu membuatku khawatir, ia mungkin trauma. Kasihan sekali putriku.

“Ini motornya gak apa-apa, Bu. Bannya gak kempes kok!”

“Hah?” Aku terperanjat, barusan nyata kulihat bannya kempes.

“Maaf, ibu melewati jalan pemakaman tua?” tanya salah satu pemuda itu.

“I-ya,” jawabku terbata. Lalu kami saling menatap. Menyimpulkan suatu keanehan.

End.



4iinch
infinitesoul
nona212
nona212 dan 7 lainnya memberi reputasi
8
1.4K
24
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan