Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

lin680Avatar border
TS
lin680
Cerbung Gadis yang Dijuluki Penyihir
Part 1

Cerbung Gadis yang Dijuluki Penyihir

"Awas dia datang, tuh!" Gadis berbandana merah muda memajukan mulut, mengarah pada seorang siswi yang berjalan menunduk, melewati mereka di halaman.


Kepala gadis berkacamata yang disebut itu makin menekuk, pandanganya hanya tertuju pada sekitar ujung kakinya. Bola mata kanan bergerak liar melihat sekitar dari ujung mata, sementara mata kirinya tertutup rambut yang menjuntai pada separuh wajah.

"Kell, kapan, ya, anehnya anak itu hilang?"

"Jangan ngarep, loe. Sampe kiamat juga bakal kek gitu terus. Coba deh ajak ngomong, pasti gagap, hahaa." Shashi, yang tengah mengisap permen tangkai menjawab pertanyaan Jessica pada Kelly.

Tiga gadis itu sahabat se-geng, gadis berpita bernama Kelly-lah pemimpinnya, mereka bagai lem dan perangko, yang tak terpisah, pun tak pernah melewati kesempatan mengejek gadis pemalu itu.

Langkah Tatiana dipercepat saat mendekati kelas.

"Ups, sorry, jangan sihir gue, ya!" Siswa bertubuh gempal mengangkat dua tangan, ia yang akan keluar kelas hampir menubruk gadis itu.

Gerak Tatiana terhenti sejenak, lantas menyela Rendra, terburu-buru masuk. Ia duduk di bangku deretan tengah  belakang.

"Takut juga loe disihir, Ren? Cemen." Sashi muncul, menyahut ucapan Rendra sembari melempar tangkai permennya sembarang.

"Ya, iyalah, gue manusia. Emang elo, biasa temenan sama dedemit." Rendra kabur saat pukulan keras gadis itu, mengenai lengannya.

"Hai, Tatiana," sapa seorang lelaki berkacamata yang menyimpan tas pada bangku sebelahnya. Ia Adi, teman sebangku Tatiana, sifatnya sebelas duabelas. Hanya Adi masih bisa menyapa, meski lebih banyak diam.

"Ha-hai." Suara gadis berbibir tipis itu serak, seperti tercekat di tenggorokan.

"Hahahaa," tawa kencang langsung muncul dari gadis berkuncir satu, diikuti beberapa siswa lain yang ada di kelas.

"Loe harus belajar ngomong, Tiana. Kebanyakan diem, jadi susah, kan, bersuara." Sashi tak melewatkan menghibur pagi dengan menertawakannya.

"Oi, guys. Kalian kayak baru liat. Biasa aja kali. Banyak bahan candaan lain yang enak didenger." Ucapan siswa tinggi, berwajah manis itu sekejap mengheningkan suara. Itu Bagas, ketua kelas ini, banyak diidolakan para siswi. Selain kapten baru di tim basket, ia juga aktif di ekskul Bahasa, baru dilantik sebagai anggota tim kreatif majalah sekolah.

Tatiana berpura tak mendengar semua, ia terus menunduk, melihat buku sembarang yang dikeluarkan dari tas. Dua tangan bertaut di bawah meja, jemarinya berkeringat saling meremas kasar.

Sudah semester kedua bersekolah di sini, tapi ia masih merasa seperti siswi baru. Olokan teman-teman membuat dirinya makin menutup diri.
Hadir mendekati jam pelajaran dimulai tak juga membantunya menghindari bully. Satu-satunya harapan, guru segera datang, itu akan membuatnya sedikit tenang.

Ia menarik napas lega saat bel berbunyi, semua yang ribut terdiam di tempat duduk masing-masing. Guru sekarang adalah Pak Danu, seorang yang sangat tegas dan disiplin.

Usai salam dan doa sebelum pelajaran, pandangannya tegas ke setiap murid.

"Keluarkan tugas, silakan bersiap presentasi di depan."

Di awal mulai saja semua terlihat gugup. Lelaki empat puluh tahun itu tanpa menunggu, memanggil nama murid yang maju pertama.

Tugas membuat biografi para tokoh nasional, yang siap menerima tiga pertanyaan dari siswa lain. Tatiana langsung berkeringat dingin, selain ia membenci maju dan bicara di depan, buku tugas pelajaran Pak Danu pun ketinggalan.

"Tatiana!" Dua kali nama itu dipanggil, tak digubris.

Lelaki bertubuh besar itu mendekat, memukul meja Tatiana dengan penggaris kayu. Gadis itu terlonjak berdiri. Mata dan mulutnya membulat sempurna.

"Mana tugasnya?" Nada suara Pak Danu melemah, tapi tegas.

"K-ke-tingg-"

"Ketinggalan?!" putus lelaki itu, keras dan mengagetkan.

Tubuh Tatiana kian menegang. Kelas pun sunyi, sebagian yang akan menyembur tawa melihat reaksi gadis itu, segera menangkup mulut. Mereka tak berani main-main kalau guru satu ini sedang marah.

"Kalian tau, apa akibat berani meremehkan pelajaran saya?"

Hening, semua berpura menatap buku masing-masing.

Tatiana masih berdiri di tempat. Teman sebangku menarik-narik roknya, mengisyaratkan ia untuk duduk.

"Jangan duduk!" Belum pantatnya menyentuh bangku, gadis itu kembali cepat berdiri. "Bersihkan WC selama jam pelajaran ini. Sekarang!!"

"Ada lagi yang tidak mengerjakan? Atau bukunya ketinggalan, silakan bersama Tatiana," lanjut Pak Danu sembari menyapu pandangan ke seluruh siswa.

Saat tak ada yang melanggar lagi, ia kembali melanjutkan pelajaran, setelah memerintah Tatiana mengerjakan hukumannya.

Gadis itu melangkah gontai keluar.

"Aww!" Tubuhnya menubruk meja, saat hampir tersungkur. Seorang siswi memasang kaki begitu ia lewat tadi.

"Jatuh sendiri, Pak," elak Sashi saat Pak Danu melihat padanya.

Gemuruh tawa mengantar gadis kikuk itu keluar. Tatiana menyapu air mata yang luruh, terus menunduk hingga beberapa tetes jatuh ke dada seragam putihnya. Langkahnya berjalan cepat menuju toilet yang terletak di sudut kelas XII.

Satu jam berlalu ....

Ruang berpintu lima itu telah bersih, beraroma karbol. Tubuh Tatiana bermandi peluh, ia duduk bersandar pada dinding toilet kelima--yang terakhir dibersihkan.

"Loe pake, kan, Kell?"

"Iyalah, gila kalau enggak, bisa putus sekolah gue."

"Hahahaa, loe liciknya nggak bisa dilawan."

"Iya dong. Kelly gitu, loh. Gak pinter ngeles habis gue dibully."

"Sampe dikeluarin sekolah, bakal parah!!"

Suara dua orang siswi terdengar seru, sesekali menceritakan sesuatu yang tak pantas, membuat Tatiana menutup telinga.

Tiba-tiba pintu di tempatnya terdorong kencang. Tatiana sontak berdiri, tangannya bergetar memperbaiki letak kacamata yang melorot.

"Hei, ngapain loe di sini? Ngupingin kita, ya?!" Kelly menarik leher seragamnya. Tatiana makin tak berani memandang.

"Bahaya, Kell, dia pasti denger semua," timpal Jessica tak tenang.

"Engg-enggak de-dengar."

"Bohong! Telinga loe masih berfungsi, kan?" Gadis berkulit putih itu mengambil kacamata Tatiana, menjatuhkan dan menginjaknya hingga retak.

"Awas loe, Penyihir. Berani bilang-bilang, akan lebih parah dari ini!" Kelly mengajak Jessica kembali ke kelas.

"Sebentar, Kell. Gue kebelet." Jessica setengah berlari masuk ke toilet sebelah.

"Buruan, hilang, nih, mood gue!" Kelly meneriaki temannya, lalu ia kembali mendekati Tatiana yang berjongkok, tangan gadis itu gemetar merayap lantai, berusaha memungut kacamatanya.

"Awas loe berani macem-macem! Pikirin aja cara ngerubah wajah jelek loe itu." Kelly mengentakkan kaki ke lantai, tepat di sisi tubuh Tatiana. Gertakan yang membuat gadis itu makin takut.

Tawa kemenangan dua gadis menawan kemudian menggema, terdengar sampai  mereka keluar lorong.

Tatiana menyibak rambut ke belakang telinga, terlihat tanda hitam cukup besar di antara alis dan mata kirinya. Tangannya gemetar mengangkat kacamata silinder itu mendekat ke wajah.

Pandangannya membayang, seakan objek lebih dari dua, membuat jarinya sulit menyentuh dengan tepat. Air matanya masih turun deras, tanpa suara. Ia ingin sekali pulang, menelungkupkan wajah di bantal, tempat ternyaman saat jiwanya perih begini. 



Cerita by me (Revisi Tatiana) emoticon-Big Kiss


Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Diubah oleh lin680 21-03-2020 09:32
nona212
tariganna
yorryanda
yorryanda dan 20 lainnya memberi reputasi
21
3.5K
34
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan